Jakarta - Usulan sanksi kebiri bagi pelaku kekerasan seksual anak muncul dalam rakor yang dipimpin oleh Presiden SBY. Tetapi pemerintah disarankan tidak buru-buru menetapkan sanksi tersebut.
Kriminolog UI Adrianus Meliala mengingatkan bahwa ada perspektif hak asasi manusia yang harus diperhatikan oleh para pengambil kebijakan. Bila ditilik dari kacamata HAM, hukuman kebiri belum tentu diperbolehkan.
"Kita lupa bahwa banyak yang membatasi hukuman kebiri terjadi. Kalau untuk penghukuman, harus ada di UU. Kalau mau amandemen UU, perspektif HAM apa membolehkan?" kata Adrianus saat berbincang dengan detikcom, Rabu (14/5/2014).
Adrianus mengungkapkan bahwa berdasarkan perspektif HAM, hukuman kepada pelaku kejahatan tidak boleh yang bersifat memasukkan sesuatu ke tubuh. Oleh sebab itu, selama ini hukuman yang diberikan sebatas kurungan.
"Perspektif HAM melarang hukuman bersifat intrusif yang memasukkan sesuatu ke tubuh. Jadi hanya bisa membatasi gerak-gerik. Sekarang ada kecenderungan walau dibatasi tapi tetap boleh membaca atau berkomunikasi," ucapnya.
Usulan hukuman kebiri diungkapkan oleh Menkes Nafsiah Mboi dalam rakor yang diadakan di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2014). Rakor yang dipimpin oleh SBY ini juga diikuti oleh Wapres Boediono, Mensos Salim Segaf Aljufri, Menkes Nafsiah Mboi, Menteri Urusan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar, dan Kapolri Jenderal Sutarman.
"Jadi ada chemical castration. Castration itu kan istilah bahasa Inggris, istilah kita dikebiri, tapi ini kebirinya beda. Jadi ini tidak dikeluarkan pelirnya tapi ini diberikan obat untuk mengurangi hormon. Hormon kan ada laki dan perempuan, jadi kalau libidonya tinggi ya tinggal dikurangi dengan obat," jelas Nafsiah usai mengikuti rakor.
Jadi, bukan mengebiri dalam artian sebenarnya. Kebiri kimia ini hanya mengendalikan nafsu seksual. "Libidonya kurang, nafsu seks kurang," tuturnya.
Kriminolog UI Adrianus Meliala mengingatkan bahwa ada perspektif hak asasi manusia yang harus diperhatikan oleh para pengambil kebijakan. Bila ditilik dari kacamata HAM, hukuman kebiri belum tentu diperbolehkan.
"Kita lupa bahwa banyak yang membatasi hukuman kebiri terjadi. Kalau untuk penghukuman, harus ada di UU. Kalau mau amandemen UU, perspektif HAM apa membolehkan?" kata Adrianus saat berbincang dengan detikcom, Rabu (14/5/2014).
Adrianus mengungkapkan bahwa berdasarkan perspektif HAM, hukuman kepada pelaku kejahatan tidak boleh yang bersifat memasukkan sesuatu ke tubuh. Oleh sebab itu, selama ini hukuman yang diberikan sebatas kurungan.
"Perspektif HAM melarang hukuman bersifat intrusif yang memasukkan sesuatu ke tubuh. Jadi hanya bisa membatasi gerak-gerik. Sekarang ada kecenderungan walau dibatasi tapi tetap boleh membaca atau berkomunikasi," ucapnya.
Usulan hukuman kebiri diungkapkan oleh Menkes Nafsiah Mboi dalam rakor yang diadakan di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2014). Rakor yang dipimpin oleh SBY ini juga diikuti oleh Wapres Boediono, Mensos Salim Segaf Aljufri, Menkes Nafsiah Mboi, Menteri Urusan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar, dan Kapolri Jenderal Sutarman.
"Jadi ada chemical castration. Castration itu kan istilah bahasa Inggris, istilah kita dikebiri, tapi ini kebirinya beda. Jadi ini tidak dikeluarkan pelirnya tapi ini diberikan obat untuk mengurangi hormon. Hormon kan ada laki dan perempuan, jadi kalau libidonya tinggi ya tinggal dikurangi dengan obat," jelas Nafsiah usai mengikuti rakor.
Jadi, bukan mengebiri dalam artian sebenarnya. Kebiri kimia ini hanya mengendalikan nafsu seksual. "Libidonya kurang, nafsu seks kurang," tuturnya.
- widigdy @widigdyabout 10 hours agokalau si burung mah udah gak mikiran HAM, tapi sipemilik burung nya yang dihukum mati saja.
- Mr_Darkside @mr_darksideabout 15 hours agoKenapa ketika ada wacana hukum keras selalu ada yg koar2 HAM? Kenapa HAM pelaku yang dipikirkan, bagaimana dgn HAM korban dan keluarganya? Dasar Adri-anus
-
- Kecoa-buntingabout 15 hours agokebiri kimia???buat apa???mending langsung potong aja tuh burung,biar ada efek jera...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar