Jika ditutup, 'sampah' Gang Dolly akan cemari kota Surabaya
Reporter : Moch. Andriansyah | Senin, 19 Mei 2014 15:39
4
Berita Terkait
Merdeka.com - Penghuni lokalisasi Gang Dolly dan Jarak, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Jawa Timur, mengakui kalau prostitusi itu adalah 'sampah.' Namun, jika tidak dikelola dan berada di tempatnya, sampah-sampah itu akan mencemari kota lebih luas. Terlebih lagi 'sampah' di lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara ini, menjadi sumber penghidupan bagi warga sekitar.
Hal ini diungkap salah satu mucikari Gang Dolly, usai menggelar aksi penolakan penutupan lokalisasi di depan Kantor Kelurahan Putat Jaya, Senin (19/5).
"Di sini (Gang Dolly dan Jarak) itu sampah. Ada banyak sampah di situ. Di situ juga ada kakek-kakek dan cucu-cucu yang butuh makan. Kalau sampah ini sudah tidak lagi di tempatnya, mau jadi apa nanti," kata salah satu mucikari Gang Dolly, Ani.
Para penghuni lokalisasi yang didirikan Nonik Belanda, Tante Dolly di zaman kolonial ini juga mengancam akan tetap bertahan meski penutupan yang dijadwalkan pada 19 Juni mendatang itu tetap dilaksanakan.
"Kami akan bertahan. Bahkan aksi ini, tidak hanya berhenti di sini (kantor kelurahan), tapi kami akan ngluruk wali kota di kantor Pemkot Surabaya," ancamnya.
Selama ini, masih kata dia, Pemkot Surabaya tidak pernah menggelar pertemuan dengan warga terkait masalah penutupan.
"Pemkot hanya menyuruh da'i-da'i dan ustadz untuk sosialisasi. Selama ini, kita kucing-kucingan dengan Pemkot. Dengan dalih moral, Pemkot menyuruh da'i-da'i mendekati kami," katanya
"Kita ada di sini demi masa depan generasi. Siapa sih yang peduli dengan nasib kami di sini, kami juga tidak pernah merepotkan pemerintah. Tapi kenapa mereka (Pemkot Surabaya) usil menutup usaha kami," lanjut dia.
Ani juga mengklaim, hasil dari usaha lendir warga di sekitar lokalisasi itu, mereka sukses menyekolahkan anak-anak mereka. "Karena usaha ini pula, banyak warga yang berhasil menyekolahkan anak-anaknya, ada yang jadi polisi ada juga yang jadi dokter," klaim Ani.
Seperti diketahui, setelah sukses menutup empat lokalisasi di Surabaya, yaitu Tambak Asri, Bangunsari, Sememi dan Klakah Rejo, Wali Kota Tri Rismaharini kembali akan menutup pusat lokalisasi di Kota Pahlawan. Penutupan lokalisasi yang konon terbesar se-Asia Tenggara ini, juga didukung oleh Gubernur Jawa Timur, Soekarwo dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Namun, rencana itu dipastikan tidak berjalan mulus seperti penutupan empat lokalisasi lain. Sebab, rencana Risma si Singa Betina itu, ditentang oleh wakilnya sendiri, Whisnu Sakti Buana dan beberapa elemen massa di Gang Dolly dan Jarak, seperti Front Pekerja Lokalisasi (FPL) dan Gerakan Rakyat Bersatu (GRB). Elemen lain yang turut mendukung Laskar Merah Putih dan Pagarjati juga siap berdiri melawan Risma untuk menutup Gang Dolly dan Jarak.
Hal ini diungkap salah satu mucikari Gang Dolly, usai menggelar aksi penolakan penutupan lokalisasi di depan Kantor Kelurahan Putat Jaya, Senin (19/5).
"Di sini (Gang Dolly dan Jarak) itu sampah. Ada banyak sampah di situ. Di situ juga ada kakek-kakek dan cucu-cucu yang butuh makan. Kalau sampah ini sudah tidak lagi di tempatnya, mau jadi apa nanti," kata salah satu mucikari Gang Dolly, Ani.
Para penghuni lokalisasi yang didirikan Nonik Belanda, Tante Dolly di zaman kolonial ini juga mengancam akan tetap bertahan meski penutupan yang dijadwalkan pada 19 Juni mendatang itu tetap dilaksanakan.
"Kami akan bertahan. Bahkan aksi ini, tidak hanya berhenti di sini (kantor kelurahan), tapi kami akan ngluruk wali kota di kantor Pemkot Surabaya," ancamnya.
Selama ini, masih kata dia, Pemkot Surabaya tidak pernah menggelar pertemuan dengan warga terkait masalah penutupan.
"Pemkot hanya menyuruh da'i-da'i dan ustadz untuk sosialisasi. Selama ini, kita kucing-kucingan dengan Pemkot. Dengan dalih moral, Pemkot menyuruh da'i-da'i mendekati kami," katanya
"Kita ada di sini demi masa depan generasi. Siapa sih yang peduli dengan nasib kami di sini, kami juga tidak pernah merepotkan pemerintah. Tapi kenapa mereka (Pemkot Surabaya) usil menutup usaha kami," lanjut dia.
Ani juga mengklaim, hasil dari usaha lendir warga di sekitar lokalisasi itu, mereka sukses menyekolahkan anak-anak mereka. "Karena usaha ini pula, banyak warga yang berhasil menyekolahkan anak-anaknya, ada yang jadi polisi ada juga yang jadi dokter," klaim Ani.
Seperti diketahui, setelah sukses menutup empat lokalisasi di Surabaya, yaitu Tambak Asri, Bangunsari, Sememi dan Klakah Rejo, Wali Kota Tri Rismaharini kembali akan menutup pusat lokalisasi di Kota Pahlawan. Penutupan lokalisasi yang konon terbesar se-Asia Tenggara ini, juga didukung oleh Gubernur Jawa Timur, Soekarwo dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Namun, rencana itu dipastikan tidak berjalan mulus seperti penutupan empat lokalisasi lain. Sebab, rencana Risma si Singa Betina itu, ditentang oleh wakilnya sendiri, Whisnu Sakti Buana dan beberapa elemen massa di Gang Dolly dan Jarak, seperti Front Pekerja Lokalisasi (FPL) dan Gerakan Rakyat Bersatu (GRB). Elemen lain yang turut mendukung Laskar Merah Putih dan Pagarjati juga siap berdiri melawan Risma untuk menutup Gang Dolly dan Jarak.
Baca juga:
Ratusan PSK demo tolak penutupan Gang Dolly
Mucikari: Gang Dolly masih sangat dibutuhkan masyarakat
Warga Gang Dolly: Risma 'singa betina' yang langgar aturan
Sebulan lagi Dolly ditutup, demo ratusan PSK 'panaskan' Surabaya
Ini alasan Whisnu berseberang dengan Risma soal penutupan Dolly
Ratusan PSK demo tolak penutupan Gang Dolly
Mucikari: Gang Dolly masih sangat dibutuhkan masyarakat
Warga Gang Dolly: Risma 'singa betina' yang langgar aturan
Sebulan lagi Dolly ditutup, demo ratusan PSK 'panaskan' Surabaya
Ini alasan Whisnu berseberang dengan Risma soal penutupan Dolly
Ini alasan mereka tolak Gang Dolly ditutup
Reporter : Fariz Fardianto | Selasa, 20 Mei 2014 06:01
49
Figure terkait
Merdeka.com - Gelombang protes terhadap keputusan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang akan menutup Gang Dolly pada bulan depan mulai bermunculan. Tak tanggung-tanggung, 500 massa dan sejumlah Ormas menggelar long march menuju Kelurahan Putat Jaya, Jalan Duku Kupang.
Mereka menentang keras keputusan Risma. Bahkan, penolakan tersebut juga datang dari Whisnu Sakti Buana yang tak lain adalah Wakil Wali Kota Surabaya.
Aksi menentang penutupan Gang Dolly bukan tanpa alasan. Mereka menganggap, Gang Dolly adalah lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara. Selain itu, masih ada sejumlah faktor lain yang memicu gelombang protes keras.
Lalu apa saja dalih mereka yang ingin mempertahankan Gang Dolly? Berikut lima alasan mereka yang ingin prostitusi terbesar di Asia Tenggara itu tetap eksis:
Mereka menentang keras keputusan Risma. Bahkan, penolakan tersebut juga datang dari Whisnu Sakti Buana yang tak lain adalah Wakil Wali Kota Surabaya.
Aksi menentang penutupan Gang Dolly bukan tanpa alasan. Mereka menganggap, Gang Dolly adalah lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara. Selain itu, masih ada sejumlah faktor lain yang memicu gelombang protes keras.
Lalu apa saja dalih mereka yang ingin mempertahankan Gang Dolly? Berikut lima alasan mereka yang ingin prostitusi terbesar di Asia Tenggara itu tetap eksis:
Risma dianggap langgar aturan
Figure terkait
Merdeka.com - Pokemon, sebut saja begitu, adalah salah seorang yang lantang menolak Gang Dolly ditutup. Dia yang menjadi perwakilan penghuni lokalisasi dalam Front Pekerja Lokalisasi (FPL) menilai keputusan Risma menutup Gang Dolly bisa berbuah pelanggaran.
'Singa betina' begitu julukan Risma, dianggap melanggar Pasal 20 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang pemerintahan daerah, dan Pasal 22 tentang kewajiban pemerintah sebagai penyelenggara otonomi daerah.
Tak hanya itu saja, Risma juga melanggar batang tubuh Pembukaan UUD 1945 yang merupakan konstitusi tertinggi NKRI. "Kemudian juga melanggar Undang Undang No 39 tahun 1999, tentang hak azasi manusia," terang Pokemon, salah seorang warga yang menolak penutupan Gang Dolly.
'Singa betina' begitu julukan Risma, dianggap melanggar Pasal 20 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang pemerintahan daerah, dan Pasal 22 tentang kewajiban pemerintah sebagai penyelenggara otonomi daerah.
Tak hanya itu saja, Risma juga melanggar batang tubuh Pembukaan UUD 1945 yang merupakan konstitusi tertinggi NKRI. "Kemudian juga melanggar Undang Undang No 39 tahun 1999, tentang hak azasi manusia," terang Pokemon, salah seorang warga yang menolak penutupan Gang Dolly.
Prostitusi Dolly masih dibutuhkan warga
Figure terkait
Merdeka.com - Ada sejumlah mucikari Gang Dolly yang menganggap, keberadaan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu masih sangat dibutuhkan warga. Salah satunya adalah Ani, mucikari Gang Dolly yang mengatakan hal itu seusai bernegosiasi dengan pihak kelurahan dan kecamatan di Kantor Kelurahan Putat Jaya, Senin (19/5).
Menurut Ani, kalau Pemerintah Kota Surabaya ingin menutup Gang Dolly dan Jarak, harus bisa mensejahterakan warga sekitar terlebih dahulu.
"Kami menggelar aksi ini, untuk menuntut dan menolak penutupan, karena kami merasa di sekeliling kami masih banyak yang membutuhkan, ada karyawan-karyawan yang membutuhkan kehidupan, banyak warga yang juga bergantung di situ (Dolly dan Jarak)," kata dia.
Menurut Ani, kalau Pemerintah Kota Surabaya ingin menutup Gang Dolly dan Jarak, harus bisa mensejahterakan warga sekitar terlebih dahulu.
"Kami menggelar aksi ini, untuk menuntut dan menolak penutupan, karena kami merasa di sekeliling kami masih banyak yang membutuhkan, ada karyawan-karyawan yang membutuhkan kehidupan, banyak warga yang juga bergantung di situ (Dolly dan Jarak)," kata dia.
Sampah-sampah Dolly cemari Surabaya
Figure terkait
Merdeka.com - Kekhawatiran lainnya apabila Gang Dolly ditutup pada bulan depan adalah bisa membuat 'sampah-sampah' yang dihasilkan lokalisasi itu mencemari jalanan Kota Surabaya. Sebab, para penghuni Dolly dan Jarak, Kelurahan Putat Jaya, tak menampik bahwa prostitusi itu adalah 'sampah'.
Namun, jika tidak dikelola dan berada di tempatnya, sampah-sampah itu akan mencemari kota lebih luas. Terlebih lagi 'sampah' di lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara ini, menjadi sumber penghidupan bagi warga sekitar.
Padahal menurut mereka, hasil dari usaha lendir warga di sekitar lokalisasi itu telah sukses menyekolahkan anak-anak mereka.
Namun, jika tidak dikelola dan berada di tempatnya, sampah-sampah itu akan mencemari kota lebih luas. Terlebih lagi 'sampah' di lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara ini, menjadi sumber penghidupan bagi warga sekitar.
Padahal menurut mereka, hasil dari usaha lendir warga di sekitar lokalisasi itu telah sukses menyekolahkan anak-anak mereka.
Picu lonjakan kemiskinan
Merdeka.com - Wali Kota Surabaya, Jawa Timur, Tri Rismaharinisudah mulai merapatkan barisan untuk menggempur lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara, Gang Dolly maksimal sebelum bulan Ramadhan 2014. Tapi hal itu dianggap segelintir orang bisa memicu peningkatan angka kemiskinan.
Bahkan, masyarakat sekitar menilai penutupan lokalisasi Gang Dolly bisa berdampak pada persoalan sosial, termasuk berpotensi memunculkan konflik horizontal.
Ketua Forum Masyarakat Komunikasi Lokalisasi (FMKL) Surabaya, Safik Mundahir menganggap penutupan Gang Dolly terlalu terburu-buru. Seharusnya lima atau sepuluh tahun lagi. Harus dipikirkan pula, langkah-langkah apa, termasuk soal perekonomian warga sekitar agar tidak terbengkalai.
Bahkan, masyarakat sekitar menilai penutupan lokalisasi Gang Dolly bisa berdampak pada persoalan sosial, termasuk berpotensi memunculkan konflik horizontal.
Ketua Forum Masyarakat Komunikasi Lokalisasi (FMKL) Surabaya, Safik Mundahir menganggap penutupan Gang Dolly terlalu terburu-buru. Seharusnya lima atau sepuluh tahun lagi. Harus dipikirkan pula, langkah-langkah apa, termasuk soal perekonomian warga sekitar agar tidak terbengkalai.
Bisa hidupi banyak buruh cuci
Figure terkait
Merdeka.com - Dan langkah penolakan yang terakhir ini mungkin agak mengagetkan. Ya, Wakil Wali Kota Whisnu Sakti Buana yang menjadi tandem Risma memimpin Surabaya juga lantang menentang rencana bosnya itu. Untuk yang satu ini, dia menilai bisa berdampak buruk pada persoalan ekonomi masyarakat setempat.
Selama ini, kata Whisnu, banyak warga yang menggantungkan hidup dari riuh-nya sentra usaha lendir yang didirikan Nonik Belanda itu. Contohnya, banyak profesi di luar PSK yang ada di situ mulai buruh cuci, pemilik warung, pengayuh becak, sopir taksi, hingga juru parkir.
Jadi, bila pada 19 Juni mendatang Pemkot Surabaya tetap melaksanakan niatnya maka akan merugikan warga sekitar.
Selama ini, kata Whisnu, banyak warga yang menggantungkan hidup dari riuh-nya sentra usaha lendir yang didirikan Nonik Belanda itu. Contohnya, banyak profesi di luar PSK yang ada di situ mulai buruh cuci, pemilik warung, pengayuh becak, sopir taksi, hingga juru parkir.
Jadi, bila pada 19 Juni mendatang Pemkot Surabaya tetap melaksanakan niatnya maka akan merugikan warga sekitar.
Ini alasan Whisnu berseberang dengan Risma soal penutupan Dolly
Merdeka.com - Wakil Wali (Wawali) Kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana menyatakan menolak penutupan prostitusi Gang Dolly. Whisnu menilai banyak warga yang menggantungkan hidupnya di lokalisasi tersebut.
Menurut Whisnu, jika dilakukan penutupan, warga yang menggantungkan hidupnya tersebut belum mendapat jaminan apapun.
"Di sini ada buruh cuci, ada tukang parkir ada penjual makanan dan sebagainya. Kalau ditutup terus mereka dapat penghidupan dari mana? Kalau ada jaminan pasca-penutupan, saya yakin warga dengan sendirinya akan menutup lokalisasi. Inikan tidak (tidak ada jaminan)," kata Whisnu saat menggelar mediasi dengan penghuni lokalisasi di RW XI, Kelurahan Putat Jaya, Jumat (16/5) malam.
Politikus asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menilai, pesangon dan pelatihan kerja yang dilakukan Pemkot Surabaya, tidaklah efektif. "Pelatihan kerja, belajar menjahit cuma dua hari itu, bisa apa, cuma bisa ndondomi katok bedah (jahit celana sobek). Dua minggu, mesin jahit yang diberikan Pemkot pasti dijual, wong nggak dapat order jahit. Nah kalau ada jaminan, saya setuju penutupan. Intinya saya ingin menyelamatkan rakyat saya," dalihnya.
Whisnu mengaku dikecam Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ormas-Ormas Islam yang tergabung dalam Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jawa Timur. "MUI kemarin mengecam saya, karena dianggap menolak penutupan. Saya itu kan tidak menolak ditutup, tapi proses penutupan itu yang saya tentang. Wong MUI itu tidak tahu kondisinya," jelas dia.
Mantan Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya itu menilai, selama ini, MUI dan Ormas-Ormas Islam yang lain, tidak pernah bersinggungan langsung dengan warga terdampak atas penutupan lokalisasi. Sehingga tidak memahami perputaran perekonomian warga sekitar.
"Mereka itu (MUI) tidak pernah turun langsung meninjau kondisi di lapangan. Begitu juga dengan Pemkot Surabaya. Sehingga tidak tahu betul, akibat dari penutupan itu kepada warga," lanjut dia.
Seperti diketahui, Rabu lalu, MUI dan GUIB Jawa Timur temui Wali Kota Tri Rismaharini untuk membahas masalah penutupan lokalisasi yang dijadwalkan akan ditutup pada 19 Juni atau 10 hari sebelum bulan puasa. MUI dan GUIB Jawa TImur ini, khawatir Risma akan terpengaruh terhadap penolakan penutupan Dolly dan Jarak oleh warga, termasuk Whisnu.
Sekretaris MUI dan GUIB Jawa Timur, M Yunus mengatakan, penolakan Whisnu itu tidak mendasar. Sebab, rencana penutupan lokalisasi sudah direncanakan jauh hari, yaitu sejah 2010 silam.
"Jadi kalau dikatakan terburu-buru dan direncanakan tidak dengan matang, Pak Whisnu itu baru bangun tidur. Dia sendiri baru dilantik jadi wali kota, bagaimana diajak membahas masalah ini," kata Yunus, Rabu lalu di balai kota.
"Saya juga punya rekaman videonya, bahwa setiap ada penutupan lokalisasi dia selalu hadir, saat masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Surabaya, sekarang ganti status tiba-tiba menolak. Ya dia itu baru bangun tidur," tandas Yunus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar