Jumat, 23 Mei 2014

Memilih karyawan berdasarkan rekam jejak

http://www.merdeka.com/khas/memilih-karyawan-berdasarkan-rekam-jejak.html


Reporter : Sapto Anggoro | Jumat, 23 Mei 2014 15:00
4
2
Share Detail
Memilih karyawan berdasarkan rekam jejak
Ilustrasi karyawan. ©2014 Merdeka.com/Shutterstock/Creativa
Merdeka.com - Setiap perusahaan, memiliki masalah sendiri dalam hal memilih karyawan. Seperti diketahui, untuk perusahaan yang bergerak di bidang development atau bidang services (jasa), memilih karyawan adalah segalanya. Baik yang sifatnya core (inti) maupun yang di bagian support. Tentu saja agak berbeda dengan produksi di perusahaan manufaktur (pabrik) karena sudah memiliki mesin-mesin yang tinggal dijalankan setiap hari dengan tugas yang relatif berulang.
Sementara di perusahaan jasa, yang mana banyak melakukan sesuatu dengan sebagian besar improvisasi, maka dibutuhkan pemikiran dan kreativitas yang mumpuni. Oleh karena itu, dibutuhkan karyawan yang harus berkualitas juga. Selain berkualitas, juga perlu sesuai dengan passionnya (minat), sesuai dengan bakatnya, dan juga sesuai dengan posisi yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Dalam hal perekrutan, perusahaan-perusahaan tersebut terutama di bagian SDM (sumber daya manusia) pasti berusaha untuk mendapatkan bakat (talent) sebaik-baiknya. Sebab, SDM adalah segalanya. Salah merekrut, maka kontribusinya akan rendah sehingga target perusahaan tidak maksimal.
Maka, apakah yang paling dijadikan sandaran oleh para SDM untuk mendapatkan karyawan berkualitas, tak lain adalah mendasarkan pada rekam jejak (track record). Rekam jejak itu bisa dibaca melalui curriculum vitae (CV) yang dimiliki oleh calon karyawan tersebut. Saat ini, pembuatan CV menjadi penting, karena bisa menjadi alat sortir pertama bagi para manajer SDM.
Tak pelak bila banyak CV-CV yang ditulis tidak dengan sekadar daftar semata, namun sudah banyak yang ditulis dalam bentuk grafis dengan desain yang menarik. Hal ini penting, meski bukan yang terpenting. Sebab yang paling utama adalah konten dari CV tersebut. Dan, tentu saja, apakah cocok dengan yang sedang dibutuhkan oleh perusahaan.
Ada beberapa cara dalam melakukan pemilihan. Yang paling utama adalah wawancara. Dalam interaksi saat wawancara atau interview tersebut, bisa diketahui mimik mukanya, bagaimana dia berjalan, bagaimana dia memiliki pandangan hidup, semangat kerjanya, dan gaya bicaranya. Ada juga yang CV-nya bagus, pinter, ternyata tidak pandai bicara. Kalau sedang mencari tenaga marketing tentu saja model seperti ini agak dipinggirkan, kecuali kalau main di tataran konsep marketing, dimungkinkan diterima.
Untuk menghindari salah rekrut, biasanya SDM melibatkan sebuah tim. Dengan adanya tim, maka pendapat satu orang akan kalah bagus dibanding dengan pendapat dari sebuah tim yang akan lebih objektif. Kemudian, kedua adalah memeriksa referensinya. Seperti diketahui banyak CV dan surat lamaran mencantumkan referensi. Kita bisa menghubunginya, maka akan dapat informasi lebih luas tentang pelamar (kandidat) tersebut di tempat kerja sebelumnya.
Di era multimedia dan online sosial media saat ini, kita juga bisa memanfaatkan gugling di Google atau akun FB, Twitter, juga Linked-In yang dimiliki. Dari situ bisa kita cek bagaimana calon karyawan berinteraksi dengan orang lain. Meski ini tak bisa dijadikan patokan mutlak tapi bisa dijadikan informasi tambahan dan melihat potensi lainnya. Juga dicocokkan dengan CV yang dikirim.
Dari semua data tersebut, tim rekrutmen dari departemen SDM harus melakukan pertanyaan-pertanyaan tentang pekerjaan apa yang pernah dilakukan. Jadi selain daftar di CV, perlu dicek apakah dia bisa melakukan pekerjaan dimaksud. Dari situ kita akan bisa melihat apakah dia cukup kontribusinya atau hanya bagian kecil (skrup) semata dalam perusahaan.
Seorang yang berpengalaman dalam melakukan rekrutmen akan mengetahui, misalnya kandidat ini benar-benar faham dengan yang pernah dikerjakan atau tidak. Apakah dia hanya memasang profesi pekerjaan atau memang dia pemain penting dalam tim. Dari cerita atau jawabannya akan bisa diketahui kandidat itu bohong atau memang memahami pekerjaan sebelumnya.
Bahkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya teknikal bisa diujicoba langsung praktik, apakah benar dia bisa atau tidak. Kalau sudah mulai menjawab muter-muter dengan berbagai alasan, maka dipastikan bahwa yang ditulis tidak sesuai dengan kemampuannya. Untuk menjadi pewawancara tidak perlu ragu untuk menanyakan hal-hal yang mendalam dan detail. Bagi yang sudah pengalaman dengan rekam jejak yang memadai, serta aktif di pekerjaan sebelumnya, akan mudah menjelaskannya. Kalau tidak, pasti meragukan untuk diterima.
Terkadang, tidak ada salahnya ditanyakan tentang hobi dan peminatan. Ini diperlukan untuk rencana pengembangan apabila karyawan tersebut diterima. Misalnya suka baca, bacanya buku yang berat-berat, maka bisa diasumsikan kandidat tersebut termasuk pemikir dan bukan tipikal yang pekerjaannya ngasal. Mungkin cocok di bagian riset atau pengembangan atau produk developmen.
Dari catatan ringan ini, bisa dipastikan bahwa CV yang berisi rekam jejak adalah sangat penting. Orang yang sudah berpengalaman memimpin perusahaan misalnya, akan mudah untuk mendapat pekerjaan memimpin di perusahaan yang lain. Apalagi bisa ditambahkan angka-angka pendukung tentang capaian yang pernah dilakukan.
Pewawancara calon karyawan, saat membutuhkan karyawan yang agak unik kebutuhannya, kadang terjebak dengan pertanyaan: "Apakah Anda bisa melakukan pekerjaan seperti ini?" Tentu saja jawab kandidat akan bilang bisa, akan saya coba. Meski dia belum pernah melakukan. Kalau yang pernah melakukan, akan menjelaskan proses yang pernah dilakukan sebelumnya dalam melakukan pekerjaan tersebut. Bagaimana ketika menemui masalah maka problem solving (penyelesaiannya) yang ditempuh akan disampaikan dengan mudah.
Oleh karena itu jangan mudah percaya dengan janji, apalagi sekadar visi dan misi. Sebab, kadang bisa menjebak. Meski itu tidak salah. Yang lebih penting adalah, pengalaman, track record atau rekam jejak, yang terangkai di CV dan yang bersangkutan benar-benar pernah melakukan sungguh-sungguh serta bisa menjelaskan prosesnya.
Apakah memilih seorang karyawan sama juga dengan memilih calon presiden? Apakah cukup hanya janji tapi miskin pengalaman? Apakah sifat seseorang bisa berubah setiap saat dan membalikkan fakta rekam jejak? Ah, maaf, kita sedang tidak membicarakan soal politik di sini. Tapi, harus diakui kadang kita tiba-tiba dihadapkan pada kenyataan: Kita harus memilih yang terbaik. ***
*) Penulis adalah COO KLN Network, Sekjen APJII, dan Penggerak Konten Lokal KlikIndonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar