Rani Anggraini
Dulu dipuja, kini merana. Itulah nasib sebagian mantan atlet Indonesia. Tak ingin membiarkan hal tersebut, Rani Anggraini bersama rekan-rekannya aktif memperjuangkan nasib para pensiunan olahragawan. Dia pun mendirikan Yayasan Olahraga Indonesia (YOI).
“Atlet adalah pahlawan yang harus diberi penghargaan. Di luar negeri, mereka mendapat perhatian seumur hidupnya, berbeda dengan di sini. Ini yang menjadi motivasi saya dan teman-teman mendirikan dan aktif di Yayasan Olahraga Indonesia,” tutur Rani Anggraini di Jakarta, pekan lalu.
Menurutnya, banyak atlet yang berjasa dan berhasil mengibarkan bendera Merah Putih di luar negeri. Hal itu menjadi peristiwa langka, mengharukan, dan patut dibanggakan oleh negara asal altet.
“Hanya ada dua peristiwa Merah Putih berkibar di luar negeri, yaitu ketika presiden Indonesia berkunjung ke luar negeri dan ketika atlet kita memenangi pertandingan olahraga. Sayangnya, setelah tak jadi atlet, mereka dilupakan,” sesalnya.
Salah satu kisah hidup mantan atlet Indonesia yang membuat terenyuh hatinya adalah mantan petinju Ellyas Pical. Setelah tak menjadi atlet, Elly kini bekerja sebagai penjaga malam. “Sekarang kabarnya dia bekerja di KONI,” tambahnya.
Selain itu, ada juga juara balap sepeda yang sekarang menjadi tukang becak. Bintang sepakbola Abdul Kadir, kondisinya pun miskin dan enggak ada pekerjaan. Ada mantan atlet angkat besi yang dua kali jadi juara dunia, kondisi hidupnya juga miskin, dan masih banyak lainnya.
“Pahlawan-pahlawan olahraga ini yang akan kami coba beri perhatian lewat YOI,” ujar Rani.
Sejak didirikan pada 2010, lanjutnya, YOI mencoba menyantuni mereka dengan memberi dana secara berkala. Total sudah ada 100 mantan atlet yang disantuni. Pendanaannya didapatkan dari penjualan kartu prabayar Merah Putih bekerja sama dengan PT Indosat.
“Ini dibuat untuk sumber dana yang berkelanjutan. Saat ini, distribusinya masih terbatas di Jawa, Bali, dan Sumatera. Ke depan, kami akan perluas ke seluruh Indonesia,” jelas perempuan kelahiran tahun 1980 ini.
Menurut Rani, yayasan tempatnya berkiprah tak ingin selalu bergantung kepada donatur. Karena itulah dibuat sumber dana dengan cara berbisnis dengan menjual kartu perdana Merah Putih.
“Kelebihan kartu Merah Putih adalah harga sama, tetapi ada bonus pulsa, ada undian setiap hari dengan hadiah Rp 10 juta, dan berhadiah undian Rp 1 miliar untuk periode setiap tiga bulan,” jelasnya.
Dia menjelaskan, kartu perdana Merah Putih baru dijual tiga bulan terakhir. “Sejauh ini sudah terjual 1,5 juta nomor. Targetnya untuk tahun 2014, kartu itu bisa terjual 10 juta nomor,” harap Rani.
Ke depan, ia dan teman-temannya tengah memikirkan bagaimana agar perhatian yang diberikan kepada mantan atlet tak sebatas hanya santunan yang jumlahnya tak seberapa. YOI memiliki rencana untuk membuat asuransi kesehatan untuk mantan atlet. Premi akan dibayarkan oleh YOI dari dana penjualan kartu Merah Putih.
“Bentuknya lagi digodok seperti apa. Rencananya juga ada bedah rumah agar mereka punya tempat tinggal yang layak untuk dihuni. Kami sedang mendata, mana atlet juara dunia yang rumahnya butuh dibedah,” ungkapnya.
Jatuh Bangun
Kegiatan sosial di YOI itu dilakukan Rani di tengah-tengah kesibukannya mengendalikan roda bisnisnya. Selain aktif di PT Sabrina Reka Bangun yang bergerak di bidang kontraktor, Rani juga pemilik PT Mega Kuantum Properti yang membangun lapangan golf, kondotel, dan hotel di Semarang, Jawa Tengah.
Kegiatan sosial di YOI itu dilakukan Rani di tengah-tengah kesibukannya mengendalikan roda bisnisnya. Selain aktif di PT Sabrina Reka Bangun yang bergerak di bidang kontraktor, Rani juga pemilik PT Mega Kuantum Properti yang membangun lapangan golf, kondotel, dan hotel di Semarang, Jawa Tengah.
Dia memulai bisnis karena ingin bisa mengatur waktu untuk keluarganya. “Awalnya, saya berbisnis sejak berhenti kerja karena ingin punya anak,” tutur Rani yang mengawali karier sebagai sekretaris di perusahaan minyak milik Grup Bakrie.
Kemudian, dia mendirikan PT Sabrina Reka Bangun. “Saya sempat jatuh bangun di bisnis kontraktor, ditipu orang. Proyek ketika itu juga terpengaruh nilai uang rupiah yang turun. Saya pun rugi miliaran rupiah. Tapi alhamdulilah, investasi saya yang berasal dari pinjaman bank dan tabungan sudah kembali,” ungkapnya.
Sebagai pebisnis, Rani mengaku tak pernah kapok, meski sempat jatuh-bangun, rugi, dan ditipu orang. “Sekarang pun saya masih tertipu. Malah, yang menipu teman saya yang sudah kenal sejak sekolah dulu. Tapi, tak ada orang hebat tanpa cobaan dan terpaan. Ini saya anggap sebagai pelajaran supaya melangkah ke depan lebih baik,” ujar perempuan yang memiliki 40 karyawan, di luar pekerja tambahan dalam setiap proyek yang digarapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar