Pernyataan calon presiden Prabowo Subianto yang menarik diri dari proses pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 cukup mengejutkan. Namun, pernyataan Prabowo itu tidak memengaruhi keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan tidak mengurangi legitimasi kemenangan pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK). Kemarin, Selasa (22/7), secara tiba-tiba dan mengejutkan, Prabowo menarik perwakilan dan tim hukumnya yang sedang mengikuti rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di KPU. Perwakilan pasangan Prabowo-Hatta Rajasa pun melakukan aksi “walk out” saat rapat pleno masih menyisakan proses rekapitulasi penghitungan suara di tiga provinsi. Prabowo pun menyatakan dirinya menarik diri dari proses pelaksanaan pilpres yang tengah dilakukan KPU dan menolak Pilpres 2014, karena dianggap cacat hukum, tidak jujur, serta tidak adil. Menurutnya, sebagai pelaksana, KPU tidak adil dan tidak terbuka. Menurut Prabowo, banyak aturan yang dibuat justru dilanggar sendiri oleh KPU. Menurutnya, KPU selalu mengalihkan masalah ke Mahkamah Konstitusi (MK), seolah-seolah setiap keberatan merupakan bagian sengketa yang harus diselesaikan di lembaga peradilan itu. Padahal, ujarnya, sumber masalah sebenarnya ada pada internal KPU. Meski mengejutkan, pernyataan Prabowo itu tidak berpengaruh terhadap keputusan yang telah ditetapkan KPU. Secara resmi, KPU menyatakan pasangan Prabowo-Hatta memperoleh 62.576.444 suara atau sebanyak 46,85% dan pasangan Jokowi-JK mendapat 70.997.833 suara atau 53,15%. Keputusan KPU itu sah. Ketidakhadiran saksi pasangan capres-cawapres dan keberatan mereka terhadap keputusan KPU tidak menggugurkan hasil pilpres. Sesuai aturan, keberatan salah satu pihak itu sekadar menjadi catatan dari keputusan KPU. Pidato Prabowo terkait penarikan dirinya dalam proses penghitungan suara menimbulkan beragam tafsir dari sejumlah kalangan. Ada yang menganggap pernyataan Prabowo menegaskan bahwa dia mundur sebagai capres. Namun, ada juga yang menafsirkan kalau Prabowo hanya mundur dari proses penghitungan suara, bukan sebagai capres. Tafsiran atas pernyataan Prabowo itu penting terkait dengan langkahlangkah hukum yang diambilnya kemudian. Jika Prabowo mundur sebagai capres, maka dia tidak memiliki posisi hukum (legal standing) untuk mengajukan gugatan hasil penghitungan suara ke MK. Artinya, kini publik menunggu langkah Prabowo selanjutnya. Sesuai Pasal 201 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, pasangan capres-cawapres dapat mengajukan keberatan atas hasil penghitungan suara ke MK dalam waktu paling lama 3 hari. Jika dalam waktu 3 hari Prabowo tidak mengajukan gugatan, maka kemenangan Jokowi-JK semakin lengkap. Meski memiliki hak konstitusional untuk mengajukan gugatan ke MK, kita tentu berharap agar Prabowo-Hatta tidak perlu mengambil langkah tersebut. Sikap legawo Prabowo-Hatta justru akan menyejukkan suasana, yang sempat memanas menjelang pilpres 9 Juli lalu. Sebagai negarawan, Prabowo-Hatta sebaiknya mau menerima dengan lapang dada keputusan KPU yang memenangkan Jokowi-JK. Kita ingin agar Prabowo-Hatta - beserta koalisi permanen yang mereka bangun - menjadi pengawas pemerintahan mendatang. Mereka harus tetap mengawasi agar Jokowi-JK benar-benar menjalankan amanah dan mandat rakyat. Kita juga mendorong agar seluruh rakyat Indonesia, apa pun pilihannya ketika pilpres lalu, turut menerima keputusan KPU. Kemenangan Jokowi-JK adalah kemenangan kita bersama. Jokowi bukan presiden kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) atau Partai Nasdem, yang mendukungnya maju sebagai capres. Jokowi adalah presiden ke-7 seluruh rakyat Indonesia, apa pun suku, agama, pekerjaan, dan pilihan politiknya. Mengutip pernyataan Jokowi saat menyampaikan pidato kemenangan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, kini saatnya bagi seluruh rakyat untuk melupakan nomor 1 dan nomor 2. Kini saatnya rakyat memilih nomor 3, yakni persatuan Indonesia untuk mewujudkan Indonesia raya yang hebat. Mulai sekarang, petani kembali ke sawah. Nelayan kembali melaut. Anak kembali ke sekolah. Pedagang kembali ke pasar. Buruh kembali ke pabrik. Karyawan kembali bekerja di kantor. Menurut Jokowi, kita kuat, karena bersatu. Kita bersatu, karena kuat. Indonesia yang berdikari dan Indonesia yang berkepribadian hanya akan dapat tercapai dan terwujud apabila kita bergerak bersama. Indonesia bisa berdiri hingga saat ini hanya karena kebersamaan dan persatuan. Kini saatnya kita bergerak bersama, menjadikan momentum pasca-pemilu sebagai waktu yang tepat untuk menggalang kembali kebersamaan dan bergerak maju bersama. Bersama Jokowi-JK, kita membangun Indonesia hebat, yang semakin makmur dan
sejahtera serta disegani dunia. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar