Tinggalkan Gang Dolly, Nina Semangat Jualan Jus (7)
Rabu, 30 April 2014 | 18:13 WIB
SURABAYA, KOMPAS.com — Sebelumnya diceritakan, Nina memantapkan hati meninggalkan pekerjaannya sebagai PSK di salah satu di Gang Dolly, Surabaya, setelah bertemu dengan Jarwo, pedagang kopi di sekitar tempatnya nongkrong dan menikah dengannya (Baca: Nikahi Penjual Kopi, Nina Berani Tinggalkan Gang Dolly (6). Nina, salah satu contoh PSK yang berhasil keluar dari kehidupan kelamnya meski untuk bertahan hidup, kini harus rela bekerja keras bersama suaminya.
Keluarga Jarwo tidak mempermasalahkan masa lalu Nina. Begitu juga dengan keluarga Nina yang menerima Jarwo apa adanya.
Satu hal yang membuat Jarwo semakin cinta kepada Nina. Perempuan 27 tahun itu rela hidup susah dengannya. Padahal, menjadi PSK, dia bisa mengantongi belasan juta rupiah dalam satu bulan.
Nina memang sudah menguatkan hati untuk berhenti menjadi PSK. Dia ingin merajut kasih dengan lelaki yang diidamkannya. Lelaki yang menerima dia dan masa lalunya.
Jarwo-lah yang dianggapnya bisa membimbing dia meninggalkan masa kelam dalam kehidupannya. Keduanya lantas sepakat bekerja bersama untuk menghidupi keluarga.
Berbekal rombong sumbangan Pemkot Surabaya, Nina dan Jarwo bergantian berjualan minuman. Pagi sampai sore, Nina berjualan jus buah. Kadang Jarwo membantunya. Sore sampai subuh, giliran Jarwo yang menjajakan kopi dan lontong lodeh.
“Lontong lodeh buatan istriku enak lho,” puji Jarwo.
Hasil dari berjualan siang malam itu memang tidak sebesar penghasilan Nina semasa menjadi PSK. Namun, keduanya mensyukuri apa yang didapat dari hasil jerih payah mereka.
“Istri saja kerjanya semangat. Dia tulus dan ikhlas hidup dengan saya,” imbuh Jarwo sembari melirik Nina.
Sebelum isu penutupan merebak, keduanya bisa meraup penghasilan Rp 400.000 setiap hari. Sekitar 4 kilogram gula dihabiskan keduanya. Secara berkala, Nina mengirim uang ke desa untuk kebutuhan anaknya yang masih berusia tiga tahun.
Namun, kondisi mereka kini sedikit berubah. Penghasilan keduanya menurun drastis. Setiap hari, Jarwo dan Nina hanya mengantongi Rp 100.000 hari.
Kalau saja, banyak lelaki baik-baik seperti Jarwo mau menikahi PSK, pastilah barisan wanita di lembah hitam itu akan banyak terkurangi. Tentu saja, sang perempuan juga perlu mencontoh Nina yang rela kerja berat meski hasilnya jauh lebih kecil dibanding penghasilan sewaktu menjadi PSK. (idl)
TAMAT
Simak Topik Khusus: Gang Dolly Akan Ditutup
Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
Editor | : Caroline Damanik |
Sumber | : Harian Surya xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx Soal Gang Dolly, Wakil Wali Kota Surabaya Beda Pendapat dengan Risma
Selasa, 29 April 2014 | 18:18 WIB
SURABAYA, KOMPAS.com — Pemerintah Kota Surabaya belum satu suara terhadap kebijakan penutupan lokalisasi prostitusi Dolly. Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana menilai, warga sekitar lokalisasi belum siap sepenuhnya untuk kehilangan keuntungan dari aktivitas ekonomi dan mata pencaharian di sekitar kawasan tersebut. Ketua DPC PDI-P Kota Surabaya ini menuturkan, warga sekitar Dolly masih memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap Dolly. Menurutnya, sudah puluhan tahun warga di sekitar kawasan itu menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai tukang cuci pakaian, membuka warung makanan atau toko kelontong. "Yang pasti warga belum siap kehilangan mata pencahariannya, dan Pemerintah Kota Surabaya perlu membangun komunikasi intensif lagi dengan warga setempat," ujarnya, Selasa (29/4/2014). Selama ini, lanjutnya, pemkot hanya berkomunikasi dengan pekerja seks komersial (PSK) dan mucikari. Padahal, penutupan lokalisasi tidak hanya menyangkut PSK dan mucikari, tetapi juga warga sekitar yang menggantungkan hidupnya dari lokalisasi. "Beberapa kali saya ke lokasi Dolly, saya mendengar keluhan warga bahwa pemkot tidak pernah mengajak duduk bersama warga. Masalah Dolly kan seharusnya ditangani secara menyeluruh. Ini bukan masalah PSK dan mucikari, ini masalah warga Surabaya,” tambahnya. Wisnu menyesalkan tindakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang kerap menggembar-gemborkan rencana penutupan Dolly serta Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang selalu mendukung rencana tersebut. Rencananya, lokalisasi tersebut akan ditutup pada 19 Juni mendatang atau tepat sebelum masuk bulan puasa. Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim sepakat memberikan peluang usaha bagi PSK dan mucikari dengan memberikan bekal pelatihan dan modal usaha. Sementara itu, Pemkot Surabaya merencanakan mengubah eks lokalisasi prostitusi Dolly menjadi sentra kegiatan ekonomi masyarakat yang terintegrasi. Ikuti perkembangan berita ini dalam topik: |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar