Senin, 19 Mei 2014

KENAIKAN ISA AL MASIH

http://artikeljogja.tripod.com/isa/isa4.htm




*       KENAIKAN ISA AL MASIH

Hanya Markus dan Lukas yang memuat hikayat tentang kenaikan. ” Yesus diangkat ke surga dan tidak di duduk di kanan Allah”. (Markus 16:19).Sedangkan Lukas 24:51, menjelaskan ”Ketika Ia (Yesus) sedang memberkati mereka, ia berpisah dari mereka dan terangkat ke surga. Kenaikan Yesus ke surga terjadi pada hari ia dibangkitkan dari kubur”.

Namun tulisan Lukas lainnya dalam Kisah Para Rasul 1:2-3, menyebutkan: ”Selama 40 hari Ia (Yesus) berulangkali manampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang kerajaan Allah”.

Beberapa tujuan kritis berkaitan dengan kenaikan Yesus seperti diungkapkan olah Injil di atas adalah sebagai berikut :

1.    Perlu diingat bahwa akhir Injil Markus (16:9-20) menurut R.P.Roguet dalam bukunya Initiation a I`Evangile (pembimbing kepada Injil) memuat hikayat yang tidak otentik. Kalimat tersebut hanyalah tambahan (yang tidak termuat dalam Codex Vaticanus maupun Codex Sinaticus). Hikayat yang dimaksud adalah sekitar peristiwa penyaliban kebangkitan, dan kenaikan Isa Al-Masih.
2.    Tidak jelas siapa saksinya, kapan terjadinya, apa hubungannya dengan kebangkitan.
3.    Dua pemberitaan dari Lukas di atas (Lukas 24:51 dan kisah para Rasul 1:2-3 ), satu sama lain bertentangan. Yang satu menyatakan bahwa kenaikan Yesus ke surga terjadi pada hari ia dibangkitkan dari kubur (hari Ahad). Sedangkan yang lain setelah 40 hari dari penampakan dirinya.
4.    Ringakasan 4 Injil yang diterbitkan pada tahun 1972 oleh sekolah Bibel di Yerusalem (jilid II Hal. 451) yang mengkritik data-data kenaikan (ascention) dengan mengatakan ”sesungguhnya tidak ada kenaikan dalam arti kata fisik”.


Al Quran Tentang Kenaikan Isa Al Masih

Sebenarnya Al-Quran sudah menjelaskan tentang pesoalan ini, yaitu dalam surah Ali Imran/3:55:

”(Ingatlah) tatkala Allah berfirman: Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepadaKu. Dan membersihkan engkau daripada orang-orang kafir, dan akan menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau lebih tinggi daripada orang-orang kafir itu sampai hari kiamat. Maka kepada Akulah tempat kembali, maka akan Aku putuskan nanti diantara kamu dari hal yang telah kamu perselisihkan padanya itu”.

Ada dua  kelompok penafsiran yang berbeda terhadap ayat diatas, terutama disebabkan dalam mengartikan dua kata, yaitu: ”Mutawaffika” dan ”Rafi’uka ilayya” .

Kelompok pertama, mengartikan kata ”Mutawaffika” sebagai ’menyempurnakan” atau ”menggenggammu”. Sedangkan kata ”Rafi’uka ilayya” diartikan sebagai mengangkatmu kepadaKu (mengangkat Isa Al-Masih ke langit).
Kelompok dua, mengartikan kata ”Mutawaffika” dengan ”mewafatkan” dan ”Rafi’uka ilayya” dengan ”mengangkat” (derajat Isa Al-Masih).

Pendapat yang terakhir ini dikemukakan oleh beberapa ulama sebagai berikut: Prof. Dr. KH. Hasbullah Bakri,SH dalam bukunya ”Isa Dalam Al-Quran, Muhammad Dalam Bibel” (Jakarta,  1987) Cet. Ke-8 Hal. 19, 52 dan 53 menjelaskan:

”Tuhan mematikan (Isa) sebagai kematian biasa (bukan dibunuh) dan Tuhan mengangkat derajat orang-orang yang mengikutinya lebih tinggi dari orang-orang yang menentangnya”.

”Tradisi Kristen menurut Injil serta pendapat sebagian umat Islam, menyatakan bahwa nabi Isa setelah khotbah perpisahannya di bukit Zaitun, lalu berangkat terbang kelagit, lalu duduk disamping Tuhan dan nanti akan turun lain  lagi meng-islamkan umat Nasrani adalah sangat bertentangan dengan tradisi agama-agama Tuhan sendiri sejak nabi Adam. Umat  Islam menerima tradisi itu dari tradisi umat kristen atau pendapat itu dibawa oleh orang-orang Nasrani yang amat banyak masuk Islam setelah Mesir dan Syiria dibebaskan umat Islam dari jajahan Romawi.”

Prof. Dr. HAMKA dalam tafsir Al-Azhar (Jakarta, 1988) juz III, hal. 181, menjelaskan:

”Arti yang tepat dari ayat ini adalah bahwa maksud orang-orang kafir itu hendak menjadikan Isa Al-Masih mati dihukum bunuh, sebagai yang dikenal yaitu dipalangkan dengan kayu, tidaklah akan berhasil. Tetapi nabi Isa Al-Masih akan wafat dengan sewajarnya dan sesudah beliau wafat, beliau akan diangkat Tuhan ketempat yang mulia disisnya, dan bersihkan diri beliau daripada gangguan orang-orang yang kafir itu”

”Maka dari itu arti pemahaman Dia (Isa) akan diangkat ke sisi Tuhan ialah sebagai Nabi Idris yang diangkat derajatnya ketempat yang tinggi, sebagaimana tersebut di dalam surat Maryam (surat 19 ayat 57).  Begitu juga orang yang mati syahid di dalam suray Ali Imran ayat 169, dikatakan bahwa dia tetap hidup”.

Al Alusi, dalam Tafsirnya yang terkenal Ruhul Ma’ani (Darul Kutub Al Ilmiyah), Beirut, 19940, jilid III, hal 179 memberikan pendapat tentangMutawaffika yang artinya telah mematikan engkau, yaitu menyempurnakan ajal engkau (mustaufi ajalaka) dan mematikan engkau menurut jalan biasa, tidak sampai dapat dikuasai oleh musuh yang hendak membunuh engkau.

Beliau menjelaskan lagi bahwa arti warafi’uka ilayya (dan mengangkat engkau kepadaKu), telah mengangkat derajat beliau, memuliakan beliau, mendudukan beliau ditempat yang tinggi, yaitu ruh beliau mendudukkan beliau ditempat yang tinggi, yaitu ruh beliau sesudah mati. Bukan mengangkat badannya. Lalu Al Alusi mengemukakan beberapa  kata rafa`a yang berarti ” mengangkat ” dari beberapa ayat Al-Qur`an yang tiada lain artinya adalah mengangkat kemuliaan ruhani sesudah meninggal.

Syaikh Muhammad Abduh, dalam Tafsir Al Manar jilid II,hal 316, menjelaskan :

” Ulama dalam menafsirkan ayat ini menempuh dua jalan, yang pertama bahwa dia diangkat Allah dengan tubuhnya dalam keadaan hidup. Dan nanti dia akan turun kembali di akhir zaman dan menghukum diantara manusia dengan syariat kita. Penafsiran yang kedua ialah memahamkan ayat menurut asli yang tertulis, mangambil arti tawaffa dengan maknanya yang nyata, yaitu mati seperti biasa, dan rafa`a ( angkat ), ialah ruhnya diangkat sesudah baliau mati..”.

kata beliu pula :

”Golongan ini, terhadap golongan itu dan pertama yang manyatakan Nabi Isa telah naik ke langit dan akan turun kembali, mereka mengeluarkan kesimpulan hadist–hadist itu ialah hadist–hadist ahad yang bersangakut paut dengan kepercayaan yang tidaklah dapat diambil kalau tidak qoht`i ( tegas ) padahal perkara ini tidak ada sama sekali hadist yang mutawatir”.

Sayit Rasyid Rida, dalam majalah Al manar, juz 10 hal. 28, seperti dikutip Hamka dalam Tafsir Al Azhar ( Pustaka Panjimas, 1088 ) Juz III,hal.183, pernah menjawab pertanyaan dari Tunisia.

”Bagaimana keadaan Nabi Isa sekarang ? dimana tubuh dan nyawanya ? bagaimana pendapat tuan tentang ayat Inni Mutawaffika wa Rafi`uka ? kalau memang dia sekarang masih hidup, sebagaimana di dunia, dari mana dia mandapat makanan yang amat diperlukan bagi tubuh jasmani itu? Sebagaimana yang telah menjadi sunnatullah atas makhluknya?”

Atas pertanyaan itu, Sayid Rasyid Ridha manguraikan jawabannya :

”Tidak ada nash yang shahih (Tegas) di dalam Al-Qur`an bahwa Nabi Isa telah diangkat dengan tubuh dan nyawa ke langit dan hidup disana seperti di dunia ini, sehingga perlu menurut sunnatullah tentang makan dan minum, sehinga menimbulkan pertanyan tentang makanan belau sehari–hari dan tidak pula ada nash yang shahih menyatakan beliau akan turun dari langit. Itu hanyalah aqidah dari kebanyakan orang Nasrani sedang mereka itu telah berusaha sejak lahirnya Islam menyerbarkan kepercayaan ini di dalam kalangan muslimin”.

Beliau menegaskan :

” Ini adalah masalah Khilafiyah ”.

Ahmad Mustofa Al Maraghi, dalam tafsir Al Maroghi (Syarikah Martabah wa Martaba`ah Mustafa Albabi Alhabi, 1946), jilid I, juz ke-3 hal. 165 menjelaskan :

”Tidak ada dalam Al-Qur`an suatu nash yang shahih  dan putusan tentang Isa as. Diangkat ke langit denagn tubuh dan nyawanya. Adapun sabda Tuhan mengatakan bahwa : Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau daripada orang–orang kafir itu, jelaslah bahwa Allah mewafatkannya dan mengangkatnya, zahiriah (Nyata) dengan diangkatnya sesudah wafat itu, sebagaimana Idris a.s dikatakan ”Tuhan” Dan Kami engkatkan dia ke tempat yang tinggi ”.

”Hadist–hadist yang mengatakan bahwa Nabi Isa masih hidup (jasmani dan Rohani) dan akan turun dari langit, tidaklah sampai kepada derajat hadist–hadist yang mutawatir. Oleh karena itu maka tidaklah wajib seorang muslim ber`itikat bahwa Isa Al Masih sekarang hidup dengan tubuh dan nyawanya, dan orang yang menjalani aqidah ini tidaklah kafir dari syariat Islam.”

Syaikh Mahmoud Shaltout, Syaikh Jami’ Al Azhar (meninggal tahun 1963), seperti yang di siarkan mingguan Ar Risalah, yang terbit di Mesir, No 452 jilid 10 hal 515, seperti dikutip Hamka (Tafsir Al Azhar, 1988) cet. ke-3 hal 317, memberikan pendapat tentang hadist-hadist yang menyatakan bahwa Nabi Isa akan turun:

”Riwayat-riwayat itu adalah kacau balau, berlainan lafadnya dan maknanya tidak dapat dipertemukan. Kekacau balauan ini dijelaskan benar-benar oleh ulama hadist. Dan diatas dari itu semua, yang membawa riwayat ini ialah Wahab bin Munabbih dan Kaab Al Ahkbar, keduanya itu ialah ahlul kitab yang kemudian memeluk Islam”.

”Adapula hadist yang dirawikan Abu Hurairah tentang Nabi Isa akan turun, apabila hadist shahih, namun dia adalah hadist ahad tidak berfaedah untuk dijadikan dasar aqidah dan tidak sah dipegang dalam urusan yang gaib.”

Syaikh Abdul karim Amrullah, Ulama Shahih, 1924.

”Nabi Isa meninggal dunia menurut ajalnya dan diangkat derajat beliau di sisi Allah, jadi  bukan tubuhnya diangkat ke langit”.

Dr. Quraish Shihab, dalam harian Republika, hal 10 tanggal 18 November 1994:

”Bahwa Isa as kini masih hidup di langit, bukanlah satu kewajiban untuk mempercayainya, serta beberapa hadist yang berkaitan dengan kenaikan Isa Al-Masih dan akan turunnya kelak menjelang kiamat. Hadist-hadist tersebut walaupun banyak kesemuanya bermuara pada dua orang saja,  yang keduanya bekas penganut agama Kristen, yaitu Ka’ab Al Akbar dan Wahab bin Munabbih. Tidak sedikit ulama yang menilai bahwa informasi mereka pada hakekatnya bersandar dari sisa kepercayaan kedua perowi hadist-hadist itu”.

Dari beberapa pendapat ulama diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.      Isa Al-Masih telah diwafatkan oleh Allah. Seperti manusia lain, beliau pun akan terkena sunnatullah kematian ”Setiap nafs kematian” (Ali Imran/3:185).
2.      Bahwa Isa Al-Masih akan diangkat Allah bukan dalam arti diangkat secara fisik, melainkan derajatnya. Penggunaan kata rafa’a seperti ini bisa juga kita temui dalam surat Al Mujadilah/58:11 ”.....Allah akan mengangkat orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat...”. Makna pengangkatan yang sama juga diberikan kepada Nabi Idris (Maryam/19:57).
3.      Bahwa hadist-hadist Nabi SAW yang melukiskan akan tibanya suatu periode dimana Isa akan mengoreksi keislaman bani Israil yang menyeleweng dari syariat Nabi Musa, atau menyebut Isa Al-Masih berada di langit atau masih hidup hingga kini, tidak bisa dijadikan pedoman yang kokoh. Kesimpulan tersebut diambil dari beberapa fakta dibawah ini: Pertama, Hadist-hadist tersebut termasuk hadist ahad, sehingga tidak bisa dijadikan pedoman dalam soal  aqidah.  Kedua, walaupun menurut Bukhari sanadnya shahih tetapi karena matannya mungkin bersinggung balik dengan Al-Quran yang dengan tegas mengatakan bahwa Isa Al Masih telah wafat maka untuk menghindari kesalahpahaman seperti yang terjadi ada jama’ah Ahmadiyah Qodian, hadist tersebut lebih baik ditinggalkan saja. Ketiga, Hadist-hadist tersebut, bermuara pada dua orang saja, yang keduanya bekas penganut agama Kristen, yaitu Ka’ab Al Akbar dan Wahab bin Munabbih (yang masih punya keterkaitan pada kepercayaan lamanya).


Dari logika saja, bagaimana Isa Al-Masih hidup dilangit itu? Apakah Tuhan ada di langit? Langit itu walau bagaimanapun luasnya berarti dalam lingkungan ruang dan waktu, sedangkan Tuhan tidak dibatasi ruang dan waktu, laitsa kamitslihi syaiun.

Bagaimana Isa Al-Masih dengan tubuh jasmaninya hidup di langit yang udaranya diluar kesanggupan paru-paru insani? Atauapakah Isa Al-Masih di sana dalam keadaaan alam ruhani saja? Kalau demikian maka kondisi tersebut sama dengan manusia lainnya yang telah mati, mereka hidup dalam alam ruhani di luar ukuran dunia fana ini. Sehingga tidak perlu dipersoalkan lagi.

Boleh jadi juga orang-orang Kristen dan sebagian orang-orang Islam yang menyandaarkan bahwa Isa Al-Masih duduk di kanan Allah itu karena ayat Al-Quran berbunyi: ”.... dan adalah Isa salah seorang yang dekat pada Allah (minal muqarrabin)”.

Dekat disini bukan berarti dekat dalam ukuran ruang dan waktu tetapi dekat dalam arti ruhani, maksudnya beliau sangat mulia di sisi Allah karena iman dan taqwanya pada Allah. Dan kita jangan keliru bahwa ayat ini menunjukkan bahwa Isa Al-Masih hanyalah salah seorang saja dari antara orang-orang yang dekat pada Allah. Jadi kaum ”muqarrabin” itu jumlahnya banyak sekali, dan yang sudah tergolong ”muqarrabin” itu ialah para nabi dan para wali, orang-orang yang saleh dan taqwa pada Allah. Jadi tidak seharusnya hanya Isa Al-Masih saja yang dianggap dekat pada Allah.

Sedangkan pendapat sebagian ulama bahwa Isa Al Masih masih hidup di surga justru dipakai oleh Kristen untuk menyatakan bahwa orang Islam pun mengakui kalau Yesus hidup di surga dengan Tuhan. Maka siapa yang bisa berdampingan dengan Tuhan kalau bukan Tuhan?

Jika pemahaman itu merasuk pada umat Islam, maka dua doktrin umat Kristen Kebangkitan, Kenaikan dan Ketuhanan Yesus dengan mudah juga diterima umat Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar