Belajar Hidup Bersahabat dengan Waktu
Fleksibel menerapkan perspektif "waktu jarum jam" dan "waktu alam" akan mengurangi stres dan konflik
Untuk sebagian dari kita, kehidupan diatur sesuai jarum jam pada
penunjuk waktu yang dengan metodenya ia mengatur permulaan dan akhir
dari aktivitas kita.
Sebagian orang lain cenderung justru mengizinkan momen peristiwa yang
mendikte durasinya, dan mereka mengabaikan distraksi dari jarum jam yang
terus berjalan. Untuk mereka, peristiwa-peristiwa dimulai dan berakhir
pada saat--oleh kesepakatan bersama—para partisipan memutuskan bahwa
waktunya sudah tepat untuk bergerak bersama.
Nah sering kali ketidakharmonisan muncul saat kita terjebak di
tengah-tengah, antara “jarum jam pada penunjuk waktu” dan “waktu
alam”.
Beberapa peristiwa menuntut pengaturan yang ketat dari waktu, sementara peristiwa lainnya mengalir secara lebih alami.
Pengetahuan tentang perspektif waktu ini akan menempatkan kita lebih
bijak dalam memegang kendali—untuk memutuskan model waktu yang mana yang
terbaik dan kapan model itu bisa diterapkan.
Si pengamat jarum jam
Secara kaku memegang satu perspektif tak akan memberi manfaat kepada
siapa pun. Misalnya mengenai rasa lapar: mengizinkan waktu untuk
menentukan kapan kita makan dan mengabaikan sinyal yang diberikan oleh
tubuh kita hanya akan mengusik alam dan berujung pada kelebihan atau
malah kurang makan.
Penganut “waktu menurut jarum jam” cenderung kurang fleksibel dalam hal
membuat jadwal—dia hanya bisa fokus pada satu aktivitas di satu waktu,
yang mungkin bermanfaat tapi sering tidak realistis. Di bawah tekanan
tenggat waktu, individu tipe ini akan terpuruk di tengah banyak tugas
hingga kehilangan kemampuan untuk fokus, bertindak rasional, dan yang
terburuk, berpikir kreatif.
Individu model ini membiarkan jadwal yang mengatur mereka, menjadi
korban dari hidup yang monoton. Mereka yang 'menikah' dengan efisiensi
akan mengembangkan hal-hal rutin yang menjadi kebiasaan, hidup dalam
disiplin yang kaku, sambil menanti kejadian penting lainnya.
Bagi mererka, waktu yang tidak diisi adalah waktu yang terbuang.
Sedangkan mereka yang mengalir bersama waktu, akan memandangnya dengan
cara yang berbeda.
Si penganut waktu alam
Di pihak lain, individu penganut waktu alam, tak terlalu peduli dengan
jadwal waktu yang ketat, dicirikan sebagai orang dengan “keterlibatan
yang kuat”.
Mereka menekankan pada merampungkan transaksi atau hubungan manusiawi ketimbang mengurusi jadwal.
Sebagai contoh, dua orang dari Tandag (kota pesisir di Filipina) yang
sedang bercakap-cakap dengan serius akan memilih terlambat datang ke
janji pertemuan berikut yang harus mereka hadiri, ketimbang memutuskan
pembicaraan.
Individu penganut “waktu jarum jam” dan “waktu alam” sering kali tidak
bisa sepaham. Hubungan di tempat kerja sering menjadi masalah oleh kedua
model individu yang berlawanan ini, demikian halnya dalam pernikahan
dan persahabatan.
Memahami pendekatan waktu yang berbeda ini akan membuat kita belajar
menerima dan memperbaiki hubungan dan juga hal-hal yang rutin.
Saran: cobalah untuk hidup berdampingan dan menghargai
perspektif waktu orang lain. Pilihan terbaik, jangan biarkan jarum jam
mengendalikan hidup Anda, sebaliknya, gunakanlah waktu dengan efektif.
Sumber : Mindbodygreen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar