Reporter : Eko Prasetya | Kamis, 12 Juni 2014 09:00
Figure terkait
Merdeka.com - Jelang Pilpres 2014, Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada 1998 kini ramai diperbincangkan di masyarakat. Hal itu lantaran beredarnya surat DKP yang berisi rekomendasi pemberhentian Letjen Prabowo Subianto dari dinas kemiliteran.
Untuk diketahui DKP beranggotakan sejumlah jenderal yakni: Ketua Jenderal Subagyo HS, Wakil Ketua Jenderal Fachrul Razi, Sekretaris Letjen Djamari Chaniago. Kemudian Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono, Letjen Yusuf Kartanegara, Letjen Agum Gumelar dan Letjen Ari J Kumaat.
Sejumlah pensiunan tersebut kini banyak yang terjun ke dunia politik. Bahkan, Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai Presiden Indonesia.
Di Pilpres 2014 ini, beberapa jenderal merapat ke pasangan Jokowi - JK. Mereka enggan mendukung Prabowo sebagai calon presiden dengan berbagai alasan.
Berikut tiga jenderal mantan DKP yang merapat ke Jokowi - JK.
Untuk diketahui DKP beranggotakan sejumlah jenderal yakni: Ketua Jenderal Subagyo HS, Wakil Ketua Jenderal Fachrul Razi, Sekretaris Letjen Djamari Chaniago. Kemudian Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono, Letjen Yusuf Kartanegara, Letjen Agum Gumelar dan Letjen Ari J Kumaat.
Sejumlah pensiunan tersebut kini banyak yang terjun ke dunia politik. Bahkan, Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai Presiden Indonesia.
Di Pilpres 2014 ini, beberapa jenderal merapat ke pasangan Jokowi - JK. Mereka enggan mendukung Prabowo sebagai calon presiden dengan berbagai alasan.
Berikut tiga jenderal mantan DKP yang merapat ke Jokowi - JK.
1.
Jenderal (Purn) Fachrul Razi
Figure terkait
Merdeka.com - Nama mantan Wakil Ketua Dewan Kehormatan Perwira (DKP) Fachrul Razi masuk dalam susunan tim sukses Jokowi-JK. Fachrul Razi pria yang lahir di Banda Aceh berasal dari Akabri angkatan 1970 dan berada di kesatuan Infanteri. Pangkat Terkahir militer aktif adalah Jenderal TNI dan jabatan terakhir militer adalah Wakil Panglima TNI.
Perjalanan karier militer Fachrul terbilang mulus. Dari pangkat brigjen hingga jenderal, Fachrul selalu menempati posisi strategis.
Saat brigjen, dia menjabat sebagai wakil Asisten Operasi KASAD lalu Kepala Staf Daerah Militer VII/Wirabuana. Setelah promosi Mayor Jenderal, Fachrul menjabat Gubernur Akademi Militer lalu Asisten Operasi KASUM ABRI.
Saat bintang tiga atau Letjen, dia menjabat Kepala Staf Umum ABRI serta Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan. Lalu, dalam karir jenderal, dia menjabat Wakil Panglima TNI.
Kini, dalam Pilpres 2014 Fachrul ditugaskan menjadi ketua tim penggalang Jokowi-JK. Dalam tim penggalang Fachrul bekerja bersama banyak orang. Mereka adalah Ameliiyani, Budiman Sudjatmiko (desa), Christine Hakim (budaya), Djafar Badjeber, Edy Junaidi, Franky Sibarani (pengusaha), Iqbal Alan Abdullah, Mindo Sianipar (tani dan nelayan), Puti Guntur Soekarno (guru), Richard Samberra dan Utut Adianto (atlet), Rieke Diah Pitaloka (buruh), dan Samuel Koto.
Perjalanan karier militer Fachrul terbilang mulus. Dari pangkat brigjen hingga jenderal, Fachrul selalu menempati posisi strategis.
Saat brigjen, dia menjabat sebagai wakil Asisten Operasi KASAD lalu Kepala Staf Daerah Militer VII/Wirabuana. Setelah promosi Mayor Jenderal, Fachrul menjabat Gubernur Akademi Militer lalu Asisten Operasi KASUM ABRI.
Saat bintang tiga atau Letjen, dia menjabat Kepala Staf Umum ABRI serta Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan. Lalu, dalam karir jenderal, dia menjabat Wakil Panglima TNI.
Kini, dalam Pilpres 2014 Fachrul ditugaskan menjadi ketua tim penggalang Jokowi-JK. Dalam tim penggalang Fachrul bekerja bersama banyak orang. Mereka adalah Ameliiyani, Budiman Sudjatmiko (desa), Christine Hakim (budaya), Djafar Badjeber, Edy Junaidi, Franky Sibarani (pengusaha), Iqbal Alan Abdullah, Mindo Sianipar (tani dan nelayan), Puti Guntur Soekarno (guru), Richard Samberra dan Utut Adianto (atlet), Rieke Diah Pitaloka (buruh), dan Samuel Koto.
2.
Jenderal (purn) Subagyo HS
Figure terkait
Merdeka.com - Ketua DKP Jenderal (purn) Subagyo HS menyatakan diri mendukung pasangan Jokowi-JK dalam Pilpres mendatang. Subagyo merupakan salah satu tokoh militer di Indonesia.
Kariernya pernah melejit, bahkan pernah mendapat kenaikan pangkat istimewa 1 tingkat atas kesuksesan Operasi Woyla di Thailand. Namun, kariernya tersendat pada jabatan kolonel yang dia tempuh selama 8 tahun.
Mantan Komandan Pamwapres di era Soeharto ini kemudian mendapat bintang di pundaknya saat menjabat Danjen Kopassus. Selepas itu kariernya mulus menjadi Pangdam Diponegoro, kemudian Wakasad dan KSAD.
Kariernya pernah melejit, bahkan pernah mendapat kenaikan pangkat istimewa 1 tingkat atas kesuksesan Operasi Woyla di Thailand. Namun, kariernya tersendat pada jabatan kolonel yang dia tempuh selama 8 tahun.
Mantan Komandan Pamwapres di era Soeharto ini kemudian mendapat bintang di pundaknya saat menjabat Danjen Kopassus. Selepas itu kariernya mulus menjadi Pangdam Diponegoro, kemudian Wakasad dan KSAD.
Saat menjadi KSAD inilah dia ikut menyaksikan pergantian kepemimpinan nasional pada reformasi 1998. Pada masa transisi yang bergolak itu, Subagyo dijadikan sebagai ketua DKP untuk pemeriksaan atas Letjen Prabowo Subianto mantan Pangkostrad yang juga merupakan salah satu teman dekatnya.
Dalam Pilpres 2014, Subagyo mendeklarasikan diri bersama puluhan jenderal lain yang dipimpin Jenderal (purn) Luhut Binsar Panjaitan. Dia lebih tertarik mendukung Jokowi ketimbang mantan anak buahnya, Prabowo.
Dalam debat capres perdana, Subagyo duduk di deretan kursi tamu VVIP, tepat di samping panggung debat. Di deretan itu duduk pula para petinggi timses Jokowi-JK, di antaranya adalah Luhut Binsar Panjaitan, Anies Baswedan, Puan Maharani, Fadli Zon, Tantowi Yahya, Nurul Arifin, Ali M Ngabalin, Oki Asokawati, Akbar Faizal, Emron Pangkapi, Marzuki Alie dan Teten Masduki.
Dalam Pilpres 2014, Subagyo mendeklarasikan diri bersama puluhan jenderal lain yang dipimpin Jenderal (purn) Luhut Binsar Panjaitan. Dia lebih tertarik mendukung Jokowi ketimbang mantan anak buahnya, Prabowo.
Dalam debat capres perdana, Subagyo duduk di deretan kursi tamu VVIP, tepat di samping panggung debat. Di deretan itu duduk pula para petinggi timses Jokowi-JK, di antaranya adalah Luhut Binsar Panjaitan, Anies Baswedan, Puan Maharani, Fadli Zon, Tantowi Yahya, Nurul Arifin, Ali M Ngabalin, Oki Asokawati, Akbar Faizal, Emron Pangkapi, Marzuki Alie dan Teten Masduki.
3.
Jenderal (purn) Agum Gumelar
Figure terkait
Merdeka.com - Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar lahir di Tasikmalaya pada tahun 1945. Masa kecilnya sebagian besar dihabiskan di Bandung sampai ia selesai pendidikan SMA. Kemudian Agum melanjutkan pendidikannya ke Akademi Militer Nasional (AMN) Magelang pada tahun 1969.
Karier militer Agum Gumelar bermula pada tahun 1973 ketika ia menjabat sebagai staf Kopkamtib. Pada tahun 1987 ia menjadi Wakil Asintel Kopassus, lalu menjadi Asisten Intelijen Kopassus setahun berikutnya.
Di tahun 1992, Agum Gumelar menjadi Danrem Garuda Hitam di Lampung dan karirnya menanjak sampai ia menjadi Kasdam I Bukit Barisan sampai tahun 1996.
Setelah itu Agum menjadi staf ahli Pangab bidang PolKam dan Pangdam VII WiraBuana di tahun 1996 sampai 1998. Pada tahun 1998 ia menjadi Gubernur Lemhanas.
Pada tahun 1998, Agum Gumelar pernah mendapatkan gelar Master dari American World University. Tetapi lembaga itu dilarang beroperasi oleh Dikti Depdiknas pada tahun 2005 karena melakukan tindakan jual gelar.
Agum Gumelar Terjun ke bidang politik ketika pada tahun 1999 ia menjabat sebagai Menteri Perhubungan. Saat itu ia juga menjabat sebagai Ketua Umum PSSI periode 1999-2003. Lalu ia menjadi Menko Polkam dalam Kabinet Persatuan Nasional pada tahun 2001 di bawah kepemimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Di tahun yang sama, Agum kembali menjabat sebagai Menteri Perhubungan, kali ini di dalam Kabinet Gotong Royong.
Pada tahun 2004, Agum Gumelar menjadi calon wakil presiden dalam pemilihan presiden dari fraksi PPP bersama Hamzah Haz sebagai calon presiden. Tidak berhasil dalam pilpres, pada tahun 2007, Agum Gumelar mencalonkan diri dalam Pilkada DKI Jakarta. Pada tahun 2008, Agum Gumelar dicalonkan sebagai Gubernur Jawa Barat oleh PDIP dan tidak juga meraih keberhasilan.
Kini, dalam Pilpres 2014, Ketua Umum Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI/Polri itu menegaskan akan memilih calon presiden Joko Widodo. Menurutnya, Jokowi tidak pernah sekali pun menjelek-jelekkan gubernur sebelumnya dan konsisten melanjutkan pembangunan Jakarta.
"Pemimpin ke depan adalah pemimpin yang bisa menjadi pelayan masyarakat, bukan pemimpin yang arogan," katanya.
Karier militer Agum Gumelar bermula pada tahun 1973 ketika ia menjabat sebagai staf Kopkamtib. Pada tahun 1987 ia menjadi Wakil Asintel Kopassus, lalu menjadi Asisten Intelijen Kopassus setahun berikutnya.
Di tahun 1992, Agum Gumelar menjadi Danrem Garuda Hitam di Lampung dan karirnya menanjak sampai ia menjadi Kasdam I Bukit Barisan sampai tahun 1996.
Setelah itu Agum menjadi staf ahli Pangab bidang PolKam dan Pangdam VII WiraBuana di tahun 1996 sampai 1998. Pada tahun 1998 ia menjadi Gubernur Lemhanas.
Pada tahun 1998, Agum Gumelar pernah mendapatkan gelar Master dari American World University. Tetapi lembaga itu dilarang beroperasi oleh Dikti Depdiknas pada tahun 2005 karena melakukan tindakan jual gelar.
Agum Gumelar Terjun ke bidang politik ketika pada tahun 1999 ia menjabat sebagai Menteri Perhubungan. Saat itu ia juga menjabat sebagai Ketua Umum PSSI periode 1999-2003. Lalu ia menjadi Menko Polkam dalam Kabinet Persatuan Nasional pada tahun 2001 di bawah kepemimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Di tahun yang sama, Agum kembali menjabat sebagai Menteri Perhubungan, kali ini di dalam Kabinet Gotong Royong.
Pada tahun 2004, Agum Gumelar menjadi calon wakil presiden dalam pemilihan presiden dari fraksi PPP bersama Hamzah Haz sebagai calon presiden. Tidak berhasil dalam pilpres, pada tahun 2007, Agum Gumelar mencalonkan diri dalam Pilkada DKI Jakarta. Pada tahun 2008, Agum Gumelar dicalonkan sebagai Gubernur Jawa Barat oleh PDIP dan tidak juga meraih keberhasilan.
Kini, dalam Pilpres 2014, Ketua Umum Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI/Polri itu menegaskan akan memilih calon presiden Joko Widodo. Menurutnya, Jokowi tidak pernah sekali pun menjelek-jelekkan gubernur sebelumnya dan konsisten melanjutkan pembangunan Jakarta.
"Pemimpin ke depan adalah pemimpin yang bisa menjadi pelayan masyarakat, bukan pemimpin yang arogan," katanya.
4.
Jenderal (Purn) Wiranto
Figure terkait
Merdeka.com - Meski tidak masuk dalam DKP, Jenderal Wiranto merupakan Menhakam/Panglima ABRI saat Prabowo dipecat. Dia yang memberhentikan Prabowo atas rekomendasi dari Dewan Kehormatan Perwira (DKP).
Nama Wiranto melejit setelah menjadi ADC Presiden Soeharto tahun 1987-1991. Setelah sebagai ajudan presiden, karier militer Wiranto semakin menanjak ketika tampil sebagai Kasdam Jaya, Pangdam Jaya, Pangkostrad, dan KSAD.
Selepas KSAD, dia ditunjuk Presiden Soeharto menjadi Pangab (sekarang Panglima TNI) pada Maret 1998. Pada masa itu terjadi pergantian pucuk kepemimpinan nasional. Posisinya yang sangat strategis menempatkannya sebagai salah satu pemain kunci bersama Wakil Presiden BJ Habibie. Dia tetap dipertahankan sebagai Pangab di era Presiden BJ Habibie.
Kini, Wiranto yang menjabat Ketua Umum Partai Hanura berkoalisi untuk mendukung Jokowi-JK. Dalam struktur tim sukses, Wiranto menjabat sebagai penasehat bersama para ketua umum partai lain pengusung Jokowi-JK.
Nama Wiranto melejit setelah menjadi ADC Presiden Soeharto tahun 1987-1991. Setelah sebagai ajudan presiden, karier militer Wiranto semakin menanjak ketika tampil sebagai Kasdam Jaya, Pangdam Jaya, Pangkostrad, dan KSAD.
Selepas KSAD, dia ditunjuk Presiden Soeharto menjadi Pangab (sekarang Panglima TNI) pada Maret 1998. Pada masa itu terjadi pergantian pucuk kepemimpinan nasional. Posisinya yang sangat strategis menempatkannya sebagai salah satu pemain kunci bersama Wakil Presiden BJ Habibie. Dia tetap dipertahankan sebagai Pangab di era Presiden BJ Habibie.
Kini, Wiranto yang menjabat Ketua Umum Partai Hanura berkoalisi untuk mendukung Jokowi-JK. Dalam struktur tim sukses, Wiranto menjabat sebagai penasehat bersama para ketua umum partai lain pengusung Jokowi-JK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar