Rabu, 18 Juni 2014

Alumni Pesantren Ini Memilih Dolly karena Tak Suka Dipaksa Menikah

http://regional.kompas.com/read/2014/06/18/1427100/Alumni.Pesantren.Ini.Memilih.Dolly.karena.Tak.Suka.Dipaksa.Menikah

Rabu, 18 Juni 2014 | 14:27 WIB
AFP PHOTO / JUNI KRISWANTOPekerja seks di dalam kawasan Dolly, Surabaya, 25 Mei 2014. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini telah menetapkan menutup kawasan bordil di Dolly pada 18 Juni 2014.

SURABAYA, KOMPAS.com
 - Endita (30), lulusan salah satu universitas Islam di Sidoarjo, bertutur tentang keputusannya menjadi penghuni lokalisasi prostitusi Dolly (baca: Endita, Sarjana yang Jadi PSK di Dolly karena Dihamili Pacar). Dia lalu bercerita bahwa bukan hanya dirinya PSK yang mengenyam pendidikan.

"Teman saya, alumni pesantren di Lumajang, juga nekat kerja di Dolly. Katanya karena dipaksa nikah dengan orang yang tidak dicintainya. Akhirnya, nekat kerja ke Dolly," ujar Endita kepadaKompas.com, Rabu (18/6/2014).

Endita lalu memperkenalkan Yuni (32) di tengah-tengah aksi menolak penutupan Dolly di Jalan Dukuh Kupang, Rabu pagi. Alumni salah satu pesantren dari Kabupaten Lumajang itu mengaku merelakan keperawanannya diambil di salah satu wisma di gang Dolly.

Yuni pun menuturkan kisahnya hingga sampai di Dolly.

"Saya memang alumni pesantren. Keperawanan saya hilang disini. Saya lari dari rumah masih perawan. Sekarang saya tak punya siapa-siapa. Kedua orang tua saya sudah tak mempedulikan saya," jawab Yuni ketika ditanya alasannya terjun ke dunia prostitusi di Dolly.

"Itu kenangan bagi saya. Sekarang saya lebih memikirkan nasib saya. Sejak saya memutuskan kerja di Dolly, saya sudah tak pulang ke rumah. Jika Dolly terpaksa harus ditutup, saya akan pindah ke lokalisasi lainnya," lanjutnya kemudian.

Dia lalu bercerita bahwa dia mengenyam pendidikan sampai tingkat Madrasah Aliyah di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Lumajang. Menurut Yuni, di wisma tempatnya bekerja, banyak PSK lain yang merupakan tamatan SMA dan setingkatnya.

"PSK yang satu wisma dengan saya ada 7 orang. Semuanya lulusan SMA. Bisa kerja di Dolly, ada yang karena faktor kebutuhan ekonomi dan ada yang memang karena hamil di luar nikah," katanya.

Selain itu, lanjut Yuni, ada PSK yang pertama kali masuk ke wisma di Dolly merupakan lulusan SMP. Rekannya itu nekat pergi ke Dolly setelah diperkosa oleh kakak kandungnya sendiri.

Yuni pun berharap Dolly tak jadi ditutup. Menurut dia, uang pesangon yang ditawarkan oleh Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, tak cukup.

"Sudah ya, semoga Dolly tak jadi ditutup. Karena kurang lebih 1.080 PSK yang ada di Dolly. Kasihan tak ada pekerjaan. Uang pesangon yang akan diberikan Bu Risma paling hanya cukup kebutuhan seminggu," keluhnya.

Namun, lanjutnya, jika memang Dolly tetap ditutup, Yuni memiliki tiga harapan yang harus dipenuhi oleh Risma.

"Tiga yang harus dipenuhi jika Dolly akan ditutup. Soal ganti rugi yang cukup, pekerjaan disediakan, dan psikis PSK dipedulikan juga," katanya.

Sementara itu, hingga hari ini, lokalisasi yang konon disebut sebagai lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu, dihuni kurang lebih 1.080 PSK dan lebih dari 300 mucikari. Mereka menghuni puluhan wisma sebagai tempat tinggal maupun untuk melayani tamu lelaki hidung belang.

Sejak tiga tahun terakhir, Pemkot Surabaya melarang adanya PSK baru yang biasa datang usai libur puasa dan hari raya dan kini berencana lokalisasi Dolly itu akan ditutup oleh Pemkot Surabaya.


Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:










    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar