Malam Terakhir Dolly
Lokalisasi terbesar di Surabaya itu ditutup hari ini.
ddd
Rabu, 18 Juni 2014, 01:04Hadi Suprapto, Tudji Martudji
VIVAnews - Lokalisasi Dolly di Surabaya akan ditutup mulai 18 Juni 2014, persis sepuluh hari menjelang puasa. Pro kontra mewarnai rencana Walikota Surabaya Tri Rismaharini menutup kawasan ini.
Suasana tegang bahkan terjadi sehari menjelang penutupan. Satu orang tak dikenal menyerang kawasan itu, Selasa pagi, 17 Juni 2014. Dua rumah bordil jadi sasaran amuk, yaitu Wisma Putri Ayu II dan Wisma Sumber Rejo. Kaca depan kedua rumah singgah itu pecah setelah dilempar batu.
Sudarmanto, saksi mata, mengatakan, saat itu pelaku yang kemudian diketahui berinisial NA (22) itu, datang ke Gang Dolly mengendarai sepeda motor Honda Revo bernomor polisi L 5306 WW. Begitu tiba di lokalisasi, ia langsung mengambil batu, dan melempar kaca jendela. Pria ini bahkan masih sempat berniat merusak mobil pemilik wisma, jika tidak segera dicegah.
Situasi makin tidak kondusif ketika NA berteriak-teriak melontarkan kalimat menantang. "Ayo sopo sing wani, aku gak takut mati (ayo siapa yang berani, saya tak takut mati)," kata Sudarmanto menirukan teriakan orang tersebut.
Khawatir semakin beringas, NA akhirnya ditahan warga dan kemudian diserahkan ke polisi. Tidak ingin terjadi serangan susulan, warga pun berjaga-jaga di sekitar kawasan prostitusi tertua di Surabaya itu.
Sudarmanto, saksi mata, mengatakan, saat itu pelaku yang kemudian diketahui berinisial NA (22) itu, datang ke Gang Dolly mengendarai sepeda motor Honda Revo bernomor polisi L 5306 WW. Begitu tiba di lokalisasi, ia langsung mengambil batu, dan melempar kaca jendela. Pria ini bahkan masih sempat berniat merusak mobil pemilik wisma, jika tidak segera dicegah.
Situasi makin tidak kondusif ketika NA berteriak-teriak melontarkan kalimat menantang. "Ayo sopo sing wani, aku gak takut mati (ayo siapa yang berani, saya tak takut mati)," kata Sudarmanto menirukan teriakan orang tersebut.
Khawatir semakin beringas, NA akhirnya ditahan warga dan kemudian diserahkan ke polisi. Tidak ingin terjadi serangan susulan, warga pun berjaga-jaga di sekitar kawasan prostitusi tertua di Surabaya itu.
Walikota Surabaya Tri Rismaharini memastikan tidak akan menunda penutupan prostitusi terbesar se-Asia Tenggara ini. Penutupan akan dilakukan pada Rabu ini, 18 Juni, maju satu hari dari jadwal semula, 19 Juni.
Pertimbangan perubahan jadwal itu, kata Risma beberapa waktu lalu di Sentul, Bogor, karena Menteri Sosial Salim Segaff Al Jufri ingin hadir dalam penutupan pusat prostitusi itu.
Pertimbangan perubahan jadwal itu, kata Risma beberapa waktu lalu di Sentul, Bogor, karena Menteri Sosial Salim Segaff Al Jufri ingin hadir dalam penutupan pusat prostitusi itu.
Penutupan Dolly sebetulnya bukan rencana mendadak. Jauh-jauh hari Risma telah merancang kebijakan untuk kawasan ini. Ia pun mempertimbangkannya secara matang. Dia juga memberikan bekal kepada para pekerja seks komersial agar kelak dia bisa mencari pekerjaan lain. "Secara paralel mereka melakukan alih profesi," kata dia.
Masalahnya, yang tinggal di daerah itu tak hanya PSK tetapi juga penduduk setempat yang bertahan hidup dengan menjual obat kuat dan kondom. Karena itu Risma juga mencari cara agar penduduk di sekitar Dolly itu bisa menjual barang lain. Perlu pelatihan kewirausahaan agar para penghuni lokalisasi tak menganggur. "28 Orang sudah ikut pelatihan dan beberapa sudah produksi," katanya.
Nantinya rumah dan bangunan bekas wisma yang dijadikan tempat berbuat asusila, akan dibeli oleh pemerintah daerah. Kemudian tempat itu akan dijadikan taman, sentral PKL, sehingga warga bisa berjualan di tempat itu. Kemudian akan dibangun perpustakaan dan fasilitas internet gratis, masjid, gereja kecil, lapangan futsal, dan tempat bermain.
Sedangkan untuk penderita AIDS akan dilakukan rehabilitasi. Risma akan berusaha mencari tempat dari sumbangan lembaga sosial agar penderita AIDS bisa ditangani secara khusus. Sebab saat ini ada 168 dan 1.448 PSK yang menderita penyakit AIDS.
Tak hanya diberi bekal ketrampilan, mereka juga diberi pesangon. Namun Risma tak menjelaskan berapa besaran pesangon untuk mereka. "Kalau PSK dari Mensos, kalau mucikarinya dari gubernur," ujar dia.
Risma mengakui masih ada penolakan dari warga Dolly namun penutupan itu harus tetap dilakukan. "Kasihan nanti anak-anaknya," ujar dia.
Tak Mulus
Langkah penutupan itu sebenarnya tak begitu mulus. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pernah meminta Walikota Risma menunda penutupan itu. Alasannya banyak yang menolak kebijakan ini, sehingga Risma diminta tak memaksakan diri.
Komnas HAM menilai ada unsur pelanggaran hak asasi dalam rencana penutupan Dolly. Karena itu, pemerintah diminta mengkaji ulang. Suara warga Dolly pun terpecah. Ada yang mendukung, ada pula yang menolak.
Komnas meminta Risma membuka ruang dialog dengan warga, agar ditemukan solusi yang bisa diterima semua pihak.
Namun, belakangan Komnas HAM tak berkutik saat dipertemukan dengan Ketua RT Dupak Rukun, Bangun Sari, dan sekitar pusat prostitusi Dolly di Surabaya, Jawa Timur, Jumat, 13 Juni. Saat pertemuan itu, ternyata banyak warga yang mendukung penutupan Dolly.
"Saya harap Komnas HAM tidak membenturkan warga dengan statement-nya,” kata Ahmad Jabar, warga Moroseneng, dalam pertemuan bersama Komisioner Komnas HAM yang berlangsung di ruang rapat walikota Surabaya, Jumat, 13 Juni 2014.
Jabar menegaskan, warga yang tidak terkait dengan aktivitas ekonomi di lokalisasi, pasti mendukung penutupan. Itu, berbeda dengan warga yang terlibat langsung dalam aktivitas lokalisasi.
Mendengar dukungan terhadap langkah pemerintah itu, Komisioner Komnas HAM, Dianto Bachriadi akhirnya luluh. Ia menyatakan, tidak akan menghalangi langkah Pemkot Surabaya. Asal, dilakukan dengan baik dan tepat sasaran.
“Jangan sampai berpotensi melanggar HAM. Kita concern pada warga yang terdampak program ini. Soal rencana alih profesi, jangan sampai menurunkan ekonomi masyarakat,” ujar Dianto.
Ia meminta, langkah penutupan dilakukan secara bertahap. Tapi, ia juga tidak akan mempermasalahkan jika Pemkot Surabaya tetap ingin menutupnya serta merta pada 18 Juni mendatang. “Asal dilakukan tanpa intimidasi dan kekerasan,” katanya.
Tidak cuma Komnas HAM, orang dekat Risma, Wakil Walikota Surabaya Wisnu Sakti Buana juga tak sekata dengan atasannya. Wisnu menilai warga sekitar lokalisasi belum siap sepenuhnya kehilangan keuntungan dari aktivitas ekonomi dan mata pencaharian di sekitar kawasan.
Ketua DPC PDI-P Kota Surabaya ini menuturkan, warga sekitar Dolly masih memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap Dolly. Menurutnya, sudah puluhan tahun warga di sekitar kawasan itu menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai tukang cuci pakaian, membuka warung makanan atau toko kelontong.
"Pemerintah Kota Surabaya perlu membangun komunikasi intensif lagi dengan warga setempat," ujarnya, 29 April.
Namun, sepertinya Risma akan terus jalan, menutup pusat lokalisasi Dolly malam ini. (umi)
Masalahnya, yang tinggal di daerah itu tak hanya PSK tetapi juga penduduk setempat yang bertahan hidup dengan menjual obat kuat dan kondom. Karena itu Risma juga mencari cara agar penduduk di sekitar Dolly itu bisa menjual barang lain. Perlu pelatihan kewirausahaan agar para penghuni lokalisasi tak menganggur. "28 Orang sudah ikut pelatihan dan beberapa sudah produksi," katanya.
Nantinya rumah dan bangunan bekas wisma yang dijadikan tempat berbuat asusila, akan dibeli oleh pemerintah daerah. Kemudian tempat itu akan dijadikan taman, sentral PKL, sehingga warga bisa berjualan di tempat itu. Kemudian akan dibangun perpustakaan dan fasilitas internet gratis, masjid, gereja kecil, lapangan futsal, dan tempat bermain.
Sedangkan untuk penderita AIDS akan dilakukan rehabilitasi. Risma akan berusaha mencari tempat dari sumbangan lembaga sosial agar penderita AIDS bisa ditangani secara khusus. Sebab saat ini ada 168 dan 1.448 PSK yang menderita penyakit AIDS.
Tak hanya diberi bekal ketrampilan, mereka juga diberi pesangon. Namun Risma tak menjelaskan berapa besaran pesangon untuk mereka. "Kalau PSK dari Mensos, kalau mucikarinya dari gubernur," ujar dia.
Risma mengakui masih ada penolakan dari warga Dolly namun penutupan itu harus tetap dilakukan. "Kasihan nanti anak-anaknya," ujar dia.
Tak Mulus
Langkah penutupan itu sebenarnya tak begitu mulus. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pernah meminta Walikota Risma menunda penutupan itu. Alasannya banyak yang menolak kebijakan ini, sehingga Risma diminta tak memaksakan diri.
Komnas HAM menilai ada unsur pelanggaran hak asasi dalam rencana penutupan Dolly. Karena itu, pemerintah diminta mengkaji ulang. Suara warga Dolly pun terpecah. Ada yang mendukung, ada pula yang menolak.
Komnas meminta Risma membuka ruang dialog dengan warga, agar ditemukan solusi yang bisa diterima semua pihak.
Namun, belakangan Komnas HAM tak berkutik saat dipertemukan dengan Ketua RT Dupak Rukun, Bangun Sari, dan sekitar pusat prostitusi Dolly di Surabaya, Jawa Timur, Jumat, 13 Juni. Saat pertemuan itu, ternyata banyak warga yang mendukung penutupan Dolly.
"Saya harap Komnas HAM tidak membenturkan warga dengan statement-nya,” kata Ahmad Jabar, warga Moroseneng, dalam pertemuan bersama Komisioner Komnas HAM yang berlangsung di ruang rapat walikota Surabaya, Jumat, 13 Juni 2014.
Jabar menegaskan, warga yang tidak terkait dengan aktivitas ekonomi di lokalisasi, pasti mendukung penutupan. Itu, berbeda dengan warga yang terlibat langsung dalam aktivitas lokalisasi.
Mendengar dukungan terhadap langkah pemerintah itu, Komisioner Komnas HAM, Dianto Bachriadi akhirnya luluh. Ia menyatakan, tidak akan menghalangi langkah Pemkot Surabaya. Asal, dilakukan dengan baik dan tepat sasaran.
“Jangan sampai berpotensi melanggar HAM. Kita concern pada warga yang terdampak program ini. Soal rencana alih profesi, jangan sampai menurunkan ekonomi masyarakat,” ujar Dianto.
Ia meminta, langkah penutupan dilakukan secara bertahap. Tapi, ia juga tidak akan mempermasalahkan jika Pemkot Surabaya tetap ingin menutupnya serta merta pada 18 Juni mendatang. “Asal dilakukan tanpa intimidasi dan kekerasan,” katanya.
Tidak cuma Komnas HAM, orang dekat Risma, Wakil Walikota Surabaya Wisnu Sakti Buana juga tak sekata dengan atasannya. Wisnu menilai warga sekitar lokalisasi belum siap sepenuhnya kehilangan keuntungan dari aktivitas ekonomi dan mata pencaharian di sekitar kawasan.
Ketua DPC PDI-P Kota Surabaya ini menuturkan, warga sekitar Dolly masih memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap Dolly. Menurutnya, sudah puluhan tahun warga di sekitar kawasan itu menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai tukang cuci pakaian, membuka warung makanan atau toko kelontong.
"Pemerintah Kota Surabaya perlu membangun komunikasi intensif lagi dengan warga setempat," ujarnya, 29 April.
Namun, sepertinya Risma akan terus jalan, menutup pusat lokalisasi Dolly malam ini. (umi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar