Sejak deklarasi penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak 18 Juni lalu, masih banyak wisma prostitusi yang buka. Sementara pekerja lokalisasi yang menerima penutupan dan mengambil dana kompensasi baru 274 pekerja seks komersial (PSK) dan 67 mucikari. Padahal, total PSK dan mucikari yang terdata sebanyak 1.449 orang. Ini berarti masih ada 1.108 PSK dan mucikari yang bertahan di lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu. Lalu, kemana dan mau apa PSK yang mengambil jatah kompensasi Rp 5 juta per orang itu? Berikut ini laporan wartawan Surabaya Pagi.
Meski Dolly dan Jarak ditutup, tidak ada yang menjamin PSK dan mucikari memperoleh pekerjaan lebih baik. Justru sejumlah pihak mengkhawatirkan mereka akan pindah ke sejumlah tempat hiburan, entah itu rumah kafe, karaoke atau lainnya. Kota Sidoarjo disebut-sebut bisa menjadi tempat berlabuh ‘alumni’ Dolly. Sebab, kabupaten yang dipimpin Bupati Saiful Ilah ini menjamur berbagai tempat maksiat. Mulai kafe remang-remang, karaoke, hotel hingga panti pijat.
Di sekitar Terminal Bungurasih, misalnya, ada sejumlah kafe dangdut, karaoke, panti pijat hingga kafe-kafe kecil yang menjual minuman keras (miras). Bahkan, ada purelnya juga. Di kawasan ini juga, terdapat banyak kos-kosan bebas. Ini memungkinkan PSK bermukim dengan cara kos atau menyewa rumah untuk melakukan praktik..
Perpindahan PSK ke daerah Waru, Sedati kebanyakan PSK banyak yang sudah memiliki pelanggan di daerah Surabaya atau Sidoarjo tidak terlalu jauh sehingga mereka bisa saling kontak. Sementara di wilayah Sedati, juga banyak panti pijat yang tumbuh. Di Sidoarjo Kota sendiri, banyak tempat hiburan malam sehingga mantan PSK Dolly berpeluang beroperasi dengan menyamar sebagai tamu atau menjadi purel di sana.
Kondisi itu diakui Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo, H Mahmud Untung. Ia meminta Pemkab Sidoarjo harus mencegah masuknya PSK eks Dolly ke Sidoarjo. Panti pijat yang bertebaran di Bungurasih dan Sedati harus didata, apakah ada penambahan penghuni atau tetap. “Jika ada penghuni baru harus benar-benar ditanya dari mana asalnya,” ungkap Mahmud, Minggu (22/6).
Kata Mahmud, tidak menutup kemungkinan para PSK Dolly itu menyewa rumah untuk dibikin panti pijat. “Bisa saja mereka urunan untuk menyewa rumah, kemudian dipakai bekerja bersama-sama. Ini yang harus diantisipasi,” tegasnya.
Kekhawatiran itu wajar saja, mengingat sejumlah PSK Dolly mengaku belum siap untuk berhenti total sebagai pekerja seks. Seperti diungkapkan Yuli (29) dan Yuni (22), kakak adik asal Indramayu, Jawa Barat. Setelah sekian lama menjadi PSK Dolly, dua wanita bersaudara mengaku belum ada pekerjaan lain. Keduanya mengaku terjun sebagai PSK karena kebutuhan ekonomi. Setelah mengambil uang kompensasi Rp. 5.050.000, mereka akan berancang-ancang kembali ke kampung halamannya, dengan membuka usaha panti pijat. "Kami akan pulang kampung. Nanti rencananya buat buka usaha panti pijat," cetus Yuli usai mengambil uang kompensasi di Koramil Sawahan, kemarin.
Ketika ditanya, apakah dana yang dikumpulkan itu cukup untuk membuka usaha panti pijat. Yuli dan Yuni menjawab sekenanya. "Ya nggak tahu, lihat nanti saja," cetus Yuli.
Namun tidak semua PSK seperti Yuli dan Yuni. Ada juga PSK yang pulang kampung dan memilih menjadi pedagang peracangan atau berdagang sembako. "Saya akan pulang kampung. Nanti (dana kompensasi) buat tambahan buka usaha peracangan," aku Wulan (36) PSK asal Pacitan, Jatim.
Sedangkan Mila (36), PSK yang juga berasal dari Jawa Barat yang terjun sebagai PSK selama 9 tahun, mengaku akan menggunakan dana tersebut untuk bertani. "Pulang kampong, uangnya buat modal bertani," tandasnya.
Sekolah PSK
Sementara itu, Pemprov Jatim siap menyekolahkan mantan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Dolly. Cara itu dilakukan guna menambah pengetahuan dan pemahaman sekaligus memberdayakan para PSK, usai Pemkot Surabaya resmi menutup lokalisasi terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Jatim Sudjono mengatakan, tempat pendidikan bagi mantan PSK Dolly akan dilakukan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Rehabilitasi Tuna Susila milik Pemprov yang ada di Kota Kediri. Nah, di tempat tersebut mantan PSK akan dididik selama tiga sampai empat bulan agar kemampuan sesuai skill yang dimiliki lebih terasah. Materi yang diberikan mulai bimbingan sosial, kesehatan, mental, dan ketrampilan. "Khusus ketrampilan, materi dan praktek yang diberikan mulai tata boga, tata rias, bordir, sablon, hingga olahan pangan seperti bagaimana menjual pangsit atau roti," ujarnya melalui Kabid Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinsos Jatim Budi Yuwono, kemarin. n alq/arf
Meski Dolly dan Jarak ditutup, tidak ada yang menjamin PSK dan mucikari memperoleh pekerjaan lebih baik. Justru sejumlah pihak mengkhawatirkan mereka akan pindah ke sejumlah tempat hiburan, entah itu rumah kafe, karaoke atau lainnya. Kota Sidoarjo disebut-sebut bisa menjadi tempat berlabuh ‘alumni’ Dolly. Sebab, kabupaten yang dipimpin Bupati Saiful Ilah ini menjamur berbagai tempat maksiat. Mulai kafe remang-remang, karaoke, hotel hingga panti pijat.
Di sekitar Terminal Bungurasih, misalnya, ada sejumlah kafe dangdut, karaoke, panti pijat hingga kafe-kafe kecil yang menjual minuman keras (miras). Bahkan, ada purelnya juga. Di kawasan ini juga, terdapat banyak kos-kosan bebas. Ini memungkinkan PSK bermukim dengan cara kos atau menyewa rumah untuk melakukan praktik..
Perpindahan PSK ke daerah Waru, Sedati kebanyakan PSK banyak yang sudah memiliki pelanggan di daerah Surabaya atau Sidoarjo tidak terlalu jauh sehingga mereka bisa saling kontak. Sementara di wilayah Sedati, juga banyak panti pijat yang tumbuh. Di Sidoarjo Kota sendiri, banyak tempat hiburan malam sehingga mantan PSK Dolly berpeluang beroperasi dengan menyamar sebagai tamu atau menjadi purel di sana.
Kondisi itu diakui Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo, H Mahmud Untung. Ia meminta Pemkab Sidoarjo harus mencegah masuknya PSK eks Dolly ke Sidoarjo. Panti pijat yang bertebaran di Bungurasih dan Sedati harus didata, apakah ada penambahan penghuni atau tetap. “Jika ada penghuni baru harus benar-benar ditanya dari mana asalnya,” ungkap Mahmud, Minggu (22/6).
Kata Mahmud, tidak menutup kemungkinan para PSK Dolly itu menyewa rumah untuk dibikin panti pijat. “Bisa saja mereka urunan untuk menyewa rumah, kemudian dipakai bekerja bersama-sama. Ini yang harus diantisipasi,” tegasnya.
Kekhawatiran itu wajar saja, mengingat sejumlah PSK Dolly mengaku belum siap untuk berhenti total sebagai pekerja seks. Seperti diungkapkan Yuli (29) dan Yuni (22), kakak adik asal Indramayu, Jawa Barat. Setelah sekian lama menjadi PSK Dolly, dua wanita bersaudara mengaku belum ada pekerjaan lain. Keduanya mengaku terjun sebagai PSK karena kebutuhan ekonomi. Setelah mengambil uang kompensasi Rp. 5.050.000, mereka akan berancang-ancang kembali ke kampung halamannya, dengan membuka usaha panti pijat. "Kami akan pulang kampung. Nanti rencananya buat buka usaha panti pijat," cetus Yuli usai mengambil uang kompensasi di Koramil Sawahan, kemarin.
Ketika ditanya, apakah dana yang dikumpulkan itu cukup untuk membuka usaha panti pijat. Yuli dan Yuni menjawab sekenanya. "Ya nggak tahu, lihat nanti saja," cetus Yuli.
Namun tidak semua PSK seperti Yuli dan Yuni. Ada juga PSK yang pulang kampung dan memilih menjadi pedagang peracangan atau berdagang sembako. "Saya akan pulang kampung. Nanti (dana kompensasi) buat tambahan buka usaha peracangan," aku Wulan (36) PSK asal Pacitan, Jatim.
Sedangkan Mila (36), PSK yang juga berasal dari Jawa Barat yang terjun sebagai PSK selama 9 tahun, mengaku akan menggunakan dana tersebut untuk bertani. "Pulang kampong, uangnya buat modal bertani," tandasnya.
Sekolah PSK
Sementara itu, Pemprov Jatim siap menyekolahkan mantan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Dolly. Cara itu dilakukan guna menambah pengetahuan dan pemahaman sekaligus memberdayakan para PSK, usai Pemkot Surabaya resmi menutup lokalisasi terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Jatim Sudjono mengatakan, tempat pendidikan bagi mantan PSK Dolly akan dilakukan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Rehabilitasi Tuna Susila milik Pemprov yang ada di Kota Kediri. Nah, di tempat tersebut mantan PSK akan dididik selama tiga sampai empat bulan agar kemampuan sesuai skill yang dimiliki lebih terasah. Materi yang diberikan mulai bimbingan sosial, kesehatan, mental, dan ketrampilan. "Khusus ketrampilan, materi dan praktek yang diberikan mulai tata boga, tata rias, bordir, sablon, hingga olahan pangan seperti bagaimana menjual pangsit atau roti," ujarnya melalui Kabid Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinsos Jatim Budi Yuwono, kemarin. n alq/arf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar