Sabtu, 16 Agustus 2014

Dikenal Sederhana, Jangan Sampai Anda dan Tim Anda Serakah

http://surabayapagi.com/index.php?read=Dikenal-Sederhana,-Jangan-Sampai-Anda-dan-Tim-Anda-Serakah;f2f2c23b88eaecf168caf29cfda3784bc0e0424444b6d713475fd89f36410588



Pak Jokowi Yth,
Anda, sampai kini dikenal dan diakui oleh publik sebagai elite politik yang sederhana dan merakyat. Anda digadang-gadang, lima tahun ke depan kepemimpinan sebagai Presiden ke-7, bisa mengatasi negara yang sedang terpuruk. Seperti tulisan saya sebelumnya, saat ini pada saat ekonomi negara sedang bermasalah, masih cukup banyak elite politik yang justru menumpuk kekayaan. Dengan realita seperti selama ini saya berpendapat bahwa kebanyakan elite politik kita masih belum memiliki sense of crisis dan sense of urgency. Mereka sepertinya masa bodoh dengan kondisi perekonomian negara. Pendek kata, keterpurukan negara selama ini selain salah kelola, juga disebabkan korupsi. Artinya, banyak aset, sumber daya alam dan uang negara yang seharusnya diperuntukkan untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, telah diselewengkan oleh sejumlah elite.

Anda ini memiliki record yang baik bagi perjalanan karir politik Anda. Sejak menjabat Walikota Solo, sampai memenangkan Pilkada Jakarta Pada tanggal 20 September 2012, Anda diakui oleh kawan maupun lawan politik sebagai sosok politikus yang tumbuh dari bawah dengan segudang prestasi. Bahwa Anda dianggap sebagai sosok yang mendapat dukungan sebagai seorang pemimpin yang "baru" dan "bersih".

Ketika belum menjadi Capres RI dan terpilih melalui pemilihan Presiden, 9 Juli 2014, Anda tercatat masih Gubernur DKI Jakarta untuk masa bhakti sampai tahun 2017. Rakyat, khususnya warga Jakarta mengakui berbagai program Anda untuk mensejahterakan seluruh warga Jakarta. Program-program itu seperti "Kartu Jakarta Sehat, dan Kartu Jakarta Pintar". Kemudian Anda membuat terobosan anti KKN yaitu lelang jabatan. Bersamaan. Dengan program-program itu, Anda melakukan pembangunan Angkutan Massal Cepat (MRT) dan Monorel, pengembalian fungsi waduk dan sungai dan penyediaan ruang terbuka hijau. Semua program ini, sampai sekarang masih belum yang terendus ada pat-guli-pat usaha Anda memperkaya diri sendiri, termasuk mengajak keluarga, teman dan kroni-kroni Anda dari Solo dan Yogyakarta (teman sealumni di Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta).

Pak Jokowi Yth,
Saat kampanye Pilpres bulan Juni 2014 yang lalu, Anda menyebut dan mengakui bahwa orang yang sangat kaya akan sulit merakyat. Anda berterus-terang berkata bahwa orang yang sangat kaya tidak bisa merasakan hati kehidupan rakyat. Beda dengan dirinya yang bukan berasal dari keluarga kaya. Anda adalah anak tukang kayu yang pernah hidup di bantaran sungai sebuah desa di Solo. Maka itu, ketika berkampanye dulu, dalam pidato di Lapangan Siaga, Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (07/06) Anda menyatakan telah merasakan penderitaan rakyat Indonesia. Mengapa Anda bisa berkata seperti itu, karena Anda memang pernah hidup susah. Jadi Anda mengklaim sebagai pribadi yang bisa merasakan hidup menjadi rakyat.

Maklum, semasa kecil, Anda pernah digusur dari tempat tinggal di bantaran sungai bersama kedua orangtua Anda. Akibat digusur, Anda merasakan hidup berpindah-pindah rumah kontrakan. Selain itu, Anda mengaku, ketika masih hidup di desa merasakan kesulitan membiayai sekolah anak, termasuk pengobatannya. Makanya, tidak keliru bila Anda, sejak di Solo dan kemudian di Jakarta, lalu saat kampanye, mensosialisasikan program kartu pintar dan kartu sehat.


Pak Jokowi Yth,
Saya tidak tahu, apakah Anda sudah memiliki database tentang jumlah Elite politik di Indonesia yang selama ini asyik menumpuk kekayaan dalam jumlah yang tidak terbatas. Model yang demikian ini bahasa rakyatnya adalah pemimpin serakah.
Padahal ketika Aristoles, masih hidup di zamannya, politik diposisikan sebagai alat untuk mewujudkan kebaikan bersama (common goods). Artinya, kebaikan bersama dalam berpolitik harus dijadikan sebagai sesuatu yang bernilai lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Jadi, ketika zaman Yunani kuno, politik bukan tujuan, melainkan hanya semata-mata menjadi alat yaitu alat untuk menciptakan kebaikan bersama itu. Tetapi apa yang terjadi di Indonesia saat ini. Hampir kebanyakan politisi "bekerja" tidak mengupayakan penyelenggaraan negara atau pemerintahan untuk kebaikan atau pelayanan kepada rakyat. Kesan yang menonjol saya tangkap dari perilaku elite politik kita bahwa politik bukan dijadikan atau menjadi sarana untuk memuliakan hidup manusia. Politik mengupayakan perbaikan bagi standard hidup yang layak bagi kemanusiaan. Tetapi politik dijadikan ajang mencari pendapatan sebanyak-banyaknya, sehingga yang tampak dipermukaan bahwa saat ini terjadi demokrasi kriminal. Artinya, sudah ditemukan oleh KPK, sekumlah elita politik yang dekat dengan kekuasaan mencari uang dengan tidak halal alias haram (baca tulisan saya seri ke-14 edisi kemarin).

Melihat realita di masyarakat, sejumlah elite yang menumpuk kekayaan seperti M. Nazaruddin, Anas Urbaningrum, Angelina Sonkdakh, bisa saya anggap sesungguhnya bukan politikus, tetapi manusia "bekerja di bidang politik" dengan praktik kekejian. Artinya, mereka telah keluar dari definisi dan tujuan politik itu sendiri. Karena itu, praktik yang mereka lakukan secara akademik cocok disamakan dengan perilaku nomitik. Secara teoritis, cara pelaku nomitik adalah merusak negara dengan cara mengeruk pundi-pundi kekayaan negara untuk kepentingan diri atau kelompoknya sendiri.

Karena penyelewengannya ini dikiaskan sebagai praktik yang berhubungan dengan kekuasaan bernengara berbalut warna merah darah. Artinya, akibat keserakahan elite partai politik dan penyelenggara negara, "rakyat berdarah-darah" seperti kekurangan gizi yang kemudian mati, karena kelaparan atau busung rapat. Hal ini disebabkan sumber daya alam yang seharusnya dikuasai oleh rakyat Indonesia telah dikorupsi oleh segelintir orang saja.

Pak Jokowi Yth,
Terkait elite politik yang tersangkut korupsii, kita ingin tahu seberapa kaya mereka menyimpan kekayaan selama "berkarir" sebagai politisi. Misal harta Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat yang kini meringkuk di tahanan KPK. Harta Anas secara formal (yang dilaporkan ke KPK) dicatatkan Rp 2,24 miliar dan 2.300 dollar AS. Ini Laporan Harta Kekayaan Anas sebagai Pejabat Negara yang diserahkan ke KPK yaitu saat Anas keluar dari Komisi Pemilihan Umum.

Dalam laporannya, Anas mencatatkan bangunan seluas 275 meter persegi yang berada di Jakarta Timur. Rumah ini ditulis hasil jerih payahnya sejak 2001. Masih di Jakarta Timur, Anas memiliki tanah dan bangunan seluas 539 meter persegi. Tanah ini dibelinya pada 2001. Anas juga mencatatkantanahnya seluas 11.412 meter persegi, dan 1620 meter persegi di Kabupaten Kerawang. Tanah ini diakui dibeli pada 2007. Selain itu, Anas masih memiliki harta bergerak termasuk logam mulia, batu mulia, barang-barang seni dan antik. Seluruhnya senilai Rp 92.831.000. Sedangkan mobil, Anas mencatatkan. Kia Carens tahun pembuatan 2000, motor Honda tahun 2002, Nissan Serena dan Toyota Kijang Innova tahun 2007.

Sementara harta M Nazaruddin, sebagai Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), per tanggal 22 Juli 2010 mencatatkan sekitar Rp 112 miliar. Tetapi Komisi. Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita aset kekayaan Nazaruddin yang diduga hasil korupsi mencapai Rp 390 miliar. Harta ini termasuk dalam bentuk saham Garuda Indonesia. Luar biasa sekali antara harta yang didaftarkan resmi dan disita oleh KPK, setelah bendahara Partai Demokrat ini ditangkap setelah menjadi buronan KPK hampir satu tahun.

atas kejelian KPK, luberan harta Nazaruddin diungkap. Diantaranya ada yang berbentuk saham di PT Permai Grup. Saham di perseroan ini dipergunakan untuk membeli saham perdana Garuda Indonesia senilai total Rp 300,8 miliar. Disamping dari saham perseroan, pembelian saham di Garuda dikumpulkan dari keuntungan atas proyek-proyek di pemerintahan.

Pak Jokowi Yth,
Elite penguasa dekat Presiden yang ditangkap KPK adalah mantan Putri Indonesia, Angelina Sondakh. Awal menduduki jabatan sebagai anggota DPR-RI, karta kekayaan yang dilaporkan ke KPK mencapai Rp 618,263 juta dan US$ 7.500. Ini laporan pada Desember 2003. Tak sampai tujuh tahun, harta Angelina Sondakh sudah meningkat sampau sepuluh kali lipat, sehingga menjadi Rp 6,115 miliar dan US$ 9.628. Teman-temannya menenggarai ada kejanggalan dalam gaya hidup Angie, panggilan Angelina Sondakh. Usut-punya usut, selama tahun 2010, Angie menerima setoran tunai sebesar Rp 2,520 miliar. Uang ini sebagian dikirim melalui rekening asisten Angie, Lina Wulandari, melalui Bank Mandiri. Padahal pendapat Angie dalam satu tahun hanya sebesar Rp 792 juta. Gaji yang diterima sebagai anggota DPR-RI hanya Rp 40 juta/sebulan. Sisanya dari usaha sampingannya.

Akibat jeratan kasus korupsi, ditingkat kasasi, Angelina Patricia Pingkan Sondakh diputus oleh Mahkamah Agung untuk mengembalikan duit Rp 36,9 miliar kpada negara. Pengembalian ini didasarkan kasus suap proyek di Kementerian Pendidikan serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. Atas putusan Kasasi ini, Angka ditaksir oleh kawan-kawannya dapat terancam bangkrut, sebab antara harta yang dimiliki dengan kewajiban mengembalikan uang negara, tidak berimbang.

Sementara, mantan Menpora Andi Mallarangeng, yang juga mantan juru bicara Presiden SBY, sebelum menjabat sebagai Menpora, ia melaporkan harta kekayaannya sebesar Rp 15,626 miliar dalam bentuk bangunan, sementara berujud tanah dihitung sebesar Rp5,47 miliar.

Untuk benda bergerak, Andi, mencatatkan tiga mobil yakni Honda CRV, tahun 2009 senilai Rp330 juta, Suzuki APV senilai Rp150 juta, dan sebuah sedan Toyota Vios senilai Rp105 juta. Selain itu, Andi juga mengoleksi logam dan batu mulia senilai Rp500 juta dan batu mulia senilai Rp250 juta. Selain benda antik senilai Rp25 juta dan harta bergerak lainnya senilai Rp155 juta.

Ini gambaran empat elite partai penguasa yang menumpuk harta selama menjadi elite, baik di struktur partai maupun struktur pemerintahan dan parlemen. Dalam satu sisi, mereka sampai berharta itu, karena sangat kikir atau lihai memainkan power yang dimilikinya.

Sebagai orang jawa, Anda pasti tahu bahwa berpolitik itu akan selalu bersinggungan dengan urusan 3 Ta (Harta, Tahta dan Wanita). Sejak zaman Orde Baru mulai presiden dan menteri tidak bisa terhindar dari urusan penumpukan harta dan juga perempuan (Presiden Soeharto, misalnya, kemudian terkuak dipublikasikan memiliki hubungan asmara dengan seorang artis bom seks tahun 1975an). Lalu pada zaman sekarang yaitu era reformasi, para pejabat politik entah itu bupati/walikota, gubernur, legislator, menteri banyak juga yang tersandung masalah harta dan wanita. Termasuk Anas, Nazaruddin, Andi dan Angelina Sondakh. Dengan kekuasaan politik yang dimilikinya, mereka merasa mencari uang amat mudah.

Termasuk kasus LHI, Presiden PKS dan Ahmad fathonah, orang yang berada di pusaran Partai Kesejahteraan Sosial (PKS).
Saya berharap Anda, selama lima tahun ke depan, tidak membiarkan tim Anda, baik di kementerian maupun dalam struktur partai (bila kelak dipercaya Megawati, meneruskan estafet kepemimpinan di PDIP) memperkaya diri sendiri dengan fasilitas sebagai penyelenggara negara. Elite partai penguasa yang terjerembab pada "2 ta", terutama "harTa" dan "Tahta" seperti yang dialami oleh kader-kader Partai Demokrat, tidak ditiru atau mewabah ke partai Anda, apalagi ke lingkaran pembantu Anda yaitu kementerian. Apakah Anda bisa?. Sejarah yang akan menilai. Apakah Anda memang mampu meneruskan ketauladanan hidup sederhana seperti selama ini? Ataukah Apakah Anda berani menerapkan strong leader, pemimpin yang tegas dan berani terhadap siapapun yang korup, termasuk di lingkungan internal Anda. Sejarah yang akan membuktikan. Apakah Anda membuat sejarah baik bagi negeri ini ataukah Anda dicatat sejarah sebagai Presiden yang pada awalnya hidup sederhana, tapi dalam perjalanannya membiarkan lingkungan Anda hidup hedonis, berfoya-foya dan serakah atas aset dan sumber daya alam milik seluruh rakyat Indonesia. Pesan moral dari meja redaksi, jangan sampai Anda yang selama ini dikenal sederhana, lima tahun ke depan menjadi orang serakah bersama tim Anda.(bersambung, tatangistiawan@gmail.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar