XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Saturday, May 3, 2008
DEMO HARDIKNAS DAN PEMUDA INDONESIA
Masih ingat lagu hymne guru?Liriknya
kira-kira begini…”Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru. Namamu akan selalu
hidup dalam sanubariku…” Pertanyaannya apakah dengan menghidupkan nama sang
guru akan mampu memberi makan dan meningkatkan mutu kehidupan sang guru
tersebut?
Tidak ada salahnya berbuat mulia,
atau meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa. Hanya saja diakui atau tidak,
apapun didunia ini ujung-ujungnya masalah perut juga. Hanya saja kadarnya yang
menjadi pembeda apakah seseorang masih mulia atau tamak. Namun melihat nasib
guru sekarang, apa iya kita hanya mempersembahkan hymne tentang kemuliaan tugas
mereka saja?
Hari pendidikan nasional tahun ini
memang menakjubkan bagi yang mengikuti. Dalam satu hari aku menyerap informasi
tentang Gubernur Jakarta, Prijanto yang kebingungan mendapati upacara
peringatan HARDIKNAS ternyata tidak dihadiri oleh satu orangpun siswa, hanya
karyawan dan para guru saja. Siang harinya, ratusan pelajar berdemonstrasi
didepan Istana Negara Jakarta untuk menyuarakan kritisnya kesehatan dunia
pendidikan kita. Apakah para pelajar kita sekarang lebih suka ikut demonstrasi
dari pada upacara ya?
Melihat pesertanya yang terdiri dari
yang berseragam sekolah dasar sampai pakaian bebas alias mahasiswa, iseng,
timbul pertanyaan apakah mereka memang merasa dizalimi oleh pemerintah sampai
harus demo segala. Seorang anak SMP yang aku tanya menjawab dengan demokratis,
bak calon gubernur dan wakil gubernur yang sedang ditanya visi misinya jika
terpilih nanti. Bahwa keadaan sekolahnya menyebabkan ia ikut barisan berdemo
siang itu. Terlalu banyak pungutan liar plus biaya sekolah yang tinggi serta
plus plus lainnya. Tapi anak itu adalah yang ditunjuk oleh para senior pelajarnya
untuk berbicara kepada wartawan, yang lainnya memilih diam atau bilang ‘ga tau
mbak’ saat ditanya kenapa ikut berdemo. Yang lebih paralagi, meskipun telah
didaulat untuk memberikan jawaban demokratis bagi wartawan iseng seperti saya,
seorang anak yang mengenakan seragam SD ternyata masih tetap lupa corat-coret
jawaban yang harus dia jawab jika ada yang bertanya kenapa ia ikut berdemo.
Memandang ratusan anak-anak usia
sekolah yang sedang berdemo ini, aku berfikir apakah ini satu-satunya jalan?
Jika saja mereka yang saat ini sedang berada dibawah teriknya matahari
melakukan sesuatu secara bersama-sama daripada hanya berteriak, mungkin mereka
sudah memulai suatu perubahan. Lebih sadar untuk melakukan sesuatu secara
pribadi dan kelompok, untuk suatu perubahan kecil. Seperti sapu lidi, satu lidi
tidak akan mampu membersihkan lantai. Namun jika banyak… apapun bisa
dibersihkan//
Apa gunanya mengajak anak-anak ini
kejalan? Berdemo? Bukankah yang tua seharusnya bisa memberikan contoh yang
lebih baik? Memberi les gratis buat para ‘adik’nya? Menyusun buku panduan
belajar gratis untuk mengurangi konsusi buku pelajaran yang semakin mahal dan
menguras kantung? Mengajari mereka untuk lebih perduli pada bidang social dan
bekerja untuk orang banyak? Entahlah… Jika pemerintah sudah tidak perduli,
bukakah saatnya untuk meninggalkan impian diperhatikan pemerintah dan mencari
jalan keluar sendiri?
Setelah menikmati riuhnya demo hari
pendidikan nasional, malamnya aku kembali bersua dengan anak-anak didunia
lainnya. Mereka begitu rapi terawat, dengan make up penuh dan wangi tentunya.
Sebuah pertunjukkan teatrikal tentang betapa beragamnya budaya Indonesia dan
betapa pemuda pemudi kita begitu mencintai negara ini. Di layar berukuran
raksasa yang dipasang dikiri kanan panggung, aku bisa melihat dengan jelas
kalau anak-anak ini bahkan tidak bisa menghapal lagu nasional dan kebangsaan
yang seingatku dulu harus aku hapal sewaktu aku SD. Mereka dalam usia sekolah
menengah pertama dan atas, saat aku seusia mereka aku bahkan tahu not not musik
lagu-lagu tersebut karena harus memainkannya setiap peringatan hari nasional.
Tiba-tiba perasaan itu datang,
beberapa tahun yang lalu aku menjadi duta pemuda diprovinsiku berasal. Waktu
itu rasanya begitu membanggakan. Namun jika aku harus mewakili pemuda pemudi
seperti ini, seharusnya aku malu. Tentu saja aku menang, rasa nasionalisme
seperti inilah yang aku kalahkan waktu itu!!!
Berhenti berharap, mulailah dari diri
sendiri. Jika kau menyerah, jangan salahkan orang lain karena engkau menyerah…
KASIHAN SUMPAH PEMUDA…
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
dwi anggia and the world in the
mirror
share everything you get with love,
you'll get everything full of love..
Blog saya
dwi anggia and the world in the
mirror
Blog yang Saya Ikuti
dwi anggia and the world in the
mirror
INILAH DUNIAKU..KARENA INILAH HIDUPKU
RUMAH_BAMBOE KENDARI
Tentang saya
Lokasi dunia cermin, Indonesia
Perkenalkan Diri Anda i love
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
MINGGU, 03 AGUSTUS 2014
Cinta Maria dan Abdu
Sepuluh menit lebih, keduanya hanya
diam saling menatap. Orang orang yang
datang hampir tak terlihat sama sekali oleh keduanya. Karena sepasang mata yang
ada, saling beradu, bercumbu, membelai dan saling mengusap air mata.
" Nona, ini pesanan anda",
seru pelayan restoran itu sambil meletakkan sebuah piring dihadapan Maria.
" Terimakasih", balas
Maria.
Itulah kata pertama dari 30 menit
lalu, setelah mereka memesan makanan.
Dari sudut mata, Maria bisa
menyaksikan pelayan tersebut bergerak menjauh.
Dua bola matanya yang indah, masih beradu pandang dengan mata indah
lain. Mata yang biasanya ia tatap dengan penuh rasa percaya, tanpa ketakutan,
penuh harapan sekaligus gundah. Mata yang selalu menatapnya dengan penuh cinta,
kemesraan dan tanpa batas.
" Abdu, sepertinya kita tidak
punya pilihan lain". Kalimat Maria mengejutkan si pemilik mata indah itu.
***
Cinta yang sedari awal dimiliki
sepasang insan ini memang bukan cinta mudah. Sedari awal keduanya menyadari,
betapa besar dan tebal tembok yang ada dihadapan mereka. Tapi kepercayaan akan
kekuatan cintalah yang membuat mereka bertahan, yakin dan menikmati bahagia.
Namun kemudian berujung nestapa.
Nestapa?. Ya, nestapa. Entah jika ada
kata lain yang bisa menggambarkan betapa hancurnya perasaan kedua mahkluk ini.
***
Keduanya masih saling berpandangan
disudut restoran yang sepi itu. Kali ini dua pasang mata indah itu penuh dengan
air mata. Air mata yang mengalir tanpa suara, namun panas luar biasa terasa di
tenggorokan, ribuan ton batu terasa menghantam di dada. Seketika jantung seolah
berhenti memompa aliran darah ke sekujur tubuh. Tangan gadis itu seolah mati
rasa. Ia tak bisa merasakan setiap ujung jarinya.
Entah apa yang dirasakan Abdu,
kekasih hati yang ada dihadapannya itu. Ia tak pernah tahu. Namun yang kasat
mata, ia melihat mata indah Abdu dialiri air, seolah tak bisa berhenti. Hidung
mancung Abdu terlihat begitu merah, diantara wajah putihnya. Dari mata ia
membaca, nestapa yang sama seperti yang ia rasakan, ada pada Abdu.
***
Tak satupun makanan yang terhidang
disentuh kedua pasang kekasih itu. Terang saja. Bagaimana mungkin bisa menelan
saat ia dihadapkan pada kehilangan separuh jiwa?. Belahan jiwa yang ia yakini
akan membuatnya bahagia. Namun seketika ternyata itu hanyalah ilusi. Yang nyata adalah dua insan yang terpisahkan,
atas nama prinsip.
***
Siang itupun berakhir dengan sebuah
keputusan berat yang harus diambil keduanya. Maria dan Abdu, memutuskan
mengakhiri hubungan mereka, karena tak ada jalan yang bisa ditempuh, yang
terbaik bagi mereka berdua.
***
Tangis keduanya baru pecah, saat Abdu
mengiri Maria ke dalam mobilnya. Sebuah ciuman perpisahan, seolah tak bisa
berhenti untuk mengakhiri air mata mereka. Abdu menggenggam erat tangan Maria.
Perlahan ia menciumi tangan yang selama ini selalu ada digenggamannya, dan
segera akan pergi. Tatapan mata itu masih sama.
" Aku tidak bisa
melepasmu", bisik Abdu sambi terisak.
Maria hanya bisa membalas dengan air
mata yang semakin deras.
Tak ada satu katapun yang bisa ia
ucapkan. Ada beribu kata cinta yang tertahan dan harus ia tahan
ditenggorokanya.
Ada perih yang luar biasa di dadanya,
membayangkan kehilangan Abdu. Cintanya, tangisnya dan juga tawanya selama ini.
***
Tangan Abdu masih menempel erat di
leher Maria. Keduanya hanya bisa saling tertunduk dan merasakan aliran nafas
masing masing. Ini adalah ciuman terakhir yang akan menyisakan luka dalam
baginya.
***
Keduanya sadar, masa ini akan datang,
cepat atau lambat. Sedari awal keduanya tahu, bahwa hubungan mereka akan
berakhir dengan air mata nestapa. Kisah cinta yang tak sesuai dengan cinta
kebanyakan manusia. Kisah cinta yang tertulis salah dalam sejumlah norma. Kisah
cinta yang adam dan hawa sekalipun tak akan rasakan. Cinta yang bagaimana?
Cinta Maria dan Abdu, cinta yang bicara tanpa kata, cinta yang mendengar tanpa
suara, cinta yang hanya dengan saling tatap maka terjawablah semua tanya.
***
Abdu menghilang dibalik jalanan.
Maria memacu kendaraannya dengan tatapan mata kosong. Sejuta bayangan
berkelebat dipikirannya. Awal mereka jumpa. Senyuman itu. Tatapan itu.
Percakapan yang berlangsung berjam jam, tanpa sempat kehabisan kata. Bagaikan
pertemuan dua orang kawan lama yang terpisah ruang waktu, hanya tawa dan canda.
Tak satupun pertikaian yang terangkai dalam hubungan mereka. Setiap pertemuan
yang berkakhir dengan harapan bertemu kembali, karena satu malam terlalu lama
dan membuahkan jutaan rindu bagi keduanya di keesokan hari.
Bayangan ini yang terus berputar
bagaikan kaset kusut di benak Maria. Saat itu ia tahu, bahwa ia akan terluka
cukup lama. Saat itu ia tahu, bahwa seonggok hati telah berubah menjadi puing,
dimana pecahannya terbawa separuh bersama Abdu, cintanya, hidupnya dan matinya.
***
Maria, kau akan selalu menempati
hatiku. Aku tidak pernah mencintai wanita seperti aku mencintai mu, saat ini
dan nanti. Kau adalah kenyataan terindah yang pernah aku alami sepanjang aku
bernafas. Dan aku ingin kenyataan indah inilah yang menemaniku hingga tua
nanti. Di rumah kita, dipinggir deburan ombak, kau dan aku menyaksikan cucu
cucu kita bermain diiringi kicauan burung, dihamparan pasir putih. Di rumah
dimana aku akan memijat kaki keriputmu dan kau akan mengusap rambut putihku.
Abdu-mu.
Posted by dwi anggia at Minggu,
Agustus 03, 2014
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
JUMAT, 01 AGUSTUS 2014
Maria dan sajadahnya
Semua yang berawal, pasti akan
berakhir. Semua yang mencari, pasti akan
menemukan. Atau ditemukan. Atau bertemu. Terkadang sepi terasa. Melihat
sekeliling yang teramat ramai. Hingar bingar dengan kebahagiaan mereka masing
masing. Gadis manis itu hanya bisa mengamati sekelilingnya. Menyaksikan orang
orang tertawa.
Sementara jauh di lubuk hatinya,
sebuah luka terasa sangat dalam. Luka karena pencarian yang tak berakhir. Luka
karena penyeselan membiarkan waktu meninggalkannya tanpa makna. Luka karena
menghianati hati dan menyia nyiakan hatinya. Luka yang sudah sangat jelas tidak
bisa diperbaiki. Karena luka terkait waktu.
Tapi jauh di sudut hati terdalam,
meski sangat kecil, ia memaksakan lilin pengharapan terus menyala. Meski dengan
sumbu yang semakin pendek dengan api yang membakar luar biasa.
Ia sekali lagi hanya bisa tertegun,
memutar kembali isi kepalanya, isi hatinya, dan segala kenangan yang muncul
silih berganti. Pelan pelan terucap kata yang ia sendiri sadar, tak perlu
diucapkan.
"seandainya… andai saja..
jikalau… ahh mengapa…"
Kata kata yang ia sendiri sadar,
tidak akan berguna banyak untuk merubah segalanya.
Pelan pelan ia mencoba membawa
dirinya ke jalan yang kebanyakan orang menyebutnya ,"jalan lurus, jalan
yang benar".
***
Suatu malam dari malam malam yang
sama. Maria namanya. Masih dengan luka yang sama. Dengan penyesalan yang sama.
Kali ini ia mencoba menghadap Tuhannya. Perlahan ia basuh kedua tangannya,
hingga berakhir dengan kedua kaki. Sajadah yang lama terlipat, akhirnya
disentuh kembali. Ada rasa rindu, ada rasa takut dan ada rasa bersalah. Rindu
karena lama tak mengadu pada Tuhan. Takut, apakah masih akan didengarkan
keluhnya. Salah, atas apa yang telah dilakukan sepanjang hidupnya.
***
Arghh…. Kesal, bosan dengan apa yang
dihadapinya terus menerus. Dengan orang orang yang merongrongnya setiap saat.
Yang ia inginkan hanya sendiri. Terkadang sendiri. Terkadang. Maria memang
menyadari keegoisannya. Ini jugalah buah yang sedang ia rasakan saat ini.
Kerusakan akibat perbuatannya sendiri. Kini ia harus memperbaikinya satu per
satu. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Bagaimana memperbaiki hati orang yang
terluka. Karena kata?
***
Telfon genggamnya kembali berbunyi.
Tak kurang dari satu jam, tiga kali telponnya berbunyi. Dengan berat hati ia
mengangkat. Ia memang terlihat jenuh, ingin menyendiri. Tapi kali ini ia
menyadari, tak ingin melukai banyak orang lagi.
***
"………Arggggghhhhhh……!!!!".
***
Kembali lari pada sajadah usang.
Maria bersujud, menenangkan hati. Berharap didengarkan Tuhannya. Mengadu mencari
jawab. Sejenak dia tersentak. Seolah ada yang mendengarkan suara hatinya. Tapi
ia sendiri bingung, apakah nyata yang didengarnya.
***
Hening. Maria bahkan bisa mendengar
detak jantung dan darah yang mengalir saat ia sujud.
by: dwi anggia
Posted by dwi anggia at Jumat,
Agustus 01, 2014
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Duka dari tanah Syuhada
Duka dari tanah Syuhada.
Mereka yg tak pernah menyesali
terlahir di dunia yg penuh darah dan air mata.
Mereka yg selalu bersyukur ketika
ditanya kabar.
Mereka yg selalu terbangun diiringi
ledakan.
Mereka yg selalu menyapa hangat
setiap yg datang.
Tak satu keluh pun terlontar.
Mati adalah kehormatan, karena
mencintai sang Khalik.
Mereka yg tak gentar ketika rudal
para kafir menghantam.
Karena mereka yakin, akan kekuatan
dan senjata mematikan yg mereka miliki lebih dashyat dari rudal para kafir
sekalipun.
Kekuatan mereka adalah kecintaan pada
Allah SWT,
Dan semangat mereka adalah setiap
ayat suci Alquran yg di lafazkan.
Nyawa yg hilang adalah Sahid.
Raga yg diculik adalah mujahid.
Bagi mereka saudara kita di
Palestina.
#prayforGaza
#freePalestine
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Mencari Jawaban
Mencari jawaban. Sampai saat ini
belum bisa bertemu orang yang bisa membantu menjelaskan kepadaku, mengenai
campur tangan Tuhan dalam kehidupan manusia. Ada sejuta pertanyaan yang muncul.
Mulai dari menciptakan manusia, agama dan dunia. Mengapa manusia diciptakan
berbeda? Mengapa Tuhan menyediakan banyak agama. Mengapa manusia dikotakan pada
agama?.
Mengapa Tuhan mempertemukan kita
dengan cinta yang tidak mungkin dimiliki? . Mengapa cinta harus dikalahkan oleh
agama?. Mengapa kesempatan bahagia harus hilang oleh perbedaan agama?.
Saya sendiri tidak tahu apakah saya
cinta dengan pasangan saya yang terakhir ini. Tapi begitu kami duduk berdua,
dan berbicara diselingi airmata, bahwa ini tidak mungkin, adalah sesuatu yang
menghancurka hati. Bagaikan bocah 5 tahun yang tengah asik bermain dengan
mainan kesayangannya, lalu tiba tiba saja mainan itu direnggut oleh orang lain.
Menangis meraun raung. Mungkin kamu dulu dimasa kecil pernah merasakan hal yang
sama.
Tapi tidaklah pas rasanya
menganalogikan pasangan dengan mainan hehehe.
Tapi setidaknya itu yang bisa saya
sampaikan untuk menggambarkan perasaan saat itu.
eh.. sebentar, ini pukul 10.04 pm
tapi tiba tiba ada ayam berkokok sayup sayup terdengar di kejauhan.
Malam ini saya di kamar, dengan
jendela terbuka, angin malam terasa begitu menyejukan. Paling tidak, bisa
membantu mengeringkan luka yang menganga.
Kembali ke bahasan awal, mengenai
cinta dan agama.
Singkat kata kami harus berpisah.Kata
menghibur bertubi tubi datang. Bagi saya seolah terdengar seperti pembenaran,
atau bahkan terdengar hanya sekedar untuk membesarkan hati yang ciut.
Tapi apapun itu, terimakasih
untuk mereka, kamu dan kamu.
Lalu siapa yang bisa menjawab jutaan
pertanyaan saya?. Haruskah malam ini saya tidur dengan jutaan pertanyaan
dibenak? Dan bangun dengan pertanyaan yang sama masih bergelayut?.
Entah.
Posted by dwi anggia at Senin, Mei
05, 2014
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Mencari Jawaban
Mencari jawaban. Sampai saat ini
belum bisa bertemu orang yang bisa membantu menjelaskan kepadaku, mengenai
campur tangan Tuhan dalam kehidupan manusia. Ada sejuta pertanyaan yang muncul.
Mulai dari menciptakan manusia, agama dan dunia. Mengapa manusia diciptakan
berbeda? Mengapa Tuhan menyediakan banyak agama. Mengapa manusia dikotakan pada
agama?.
Mengapa Tuhan mempertemukan kita
dengan cinta yang tidak mungkin dimiliki? . Mengapa cinta harus dikalahkan oleh
agama?. Mengapa kesempatan bahagia harus hilang oleh perbedaan agama?.
Saya sendiri tidak tahu apakah saya
cinta dengan pasangan saya yang terakhir ini. Tapi begitu kami duduk berdua,
dan berbicara diselingi airmata, bahwa ini tidak mungkin, adalah sesuatu yang
menghancurka hati. Bagaikan bocah 5 tahun yang tengah asik bermain dengan
mainan kesayangannya, lalu tiba tiba saja mainan itu direnggut oleh orang lain.
Menangis meraun raung. Mungkin kamu dulu dimasa kecil pernah merasakan hal yang
sama.
Tapi tidaklah pas rasanya
menganalogikan pasangan dengan mainan hehehe.
Tapi setidaknya itu yang bisa saya
sampaikan untuk menggambarkan perasaan saat itu.
eh.. sebentar, ini pukul 10.04 pm
tapi tiba tiba ada ayam berkokok sayup sayup terdengar di kejauhan.
Malam ini saya di kamar, dengan
jendela terbuka, angin malam terasa begitu menyejukan. Paling tidak, bisa
membantu mengeringkan luka yang menganga.
Kembali ke bahasan awal, mengenai
cinta dan agama.
Singkat kata kami harus berpisah.Kata
menghibur bertubi tubi datang. Bagi saya seolah terdengar seperti pembenaran,
atau bahkan terdengar hanya sekedar untuk membesarkan hati yang ciut.
Tapi apapun itu, terimakasih
untuk mereka, kamu dan kamu.
Lalu siapa yang bisa menjawab jutaan
pertanyaan saya?. Haruskah malam ini saya tidur dengan jutaan pertanyaan
dibenak? Dan bangun dengan pertanyaan yang sama masih bergelayut?.
Entah.
Posted by dwi anggia at Senin, Mei
05, 2014
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Monolog
Pernah merasakan tidak tenang, gusar,
bingung, linglung dan tak memiliki pegangan?. Mungkin semua orang pernah
merasakan hal tersebut. Mungkin bagi mereka yang kuat iman, akan mengalihkannya
dengan berdoa, berkomunikasi dengan Tuhannya masing masing. Mungkin bagi yang
tak seberapa kuat iman, dalam arti kata mencari keberadaan Tuhan, menjadi
bingung dalam kesendirian.
Apapun itu bebaslah. Saya berada
dititik yang tidak jelas, bingung dan gusar. Apa sebenarnya yang dituliskan
untuk hidup saya. Apa yang anda lihat dalam hidup orang lain?. Mungkin tanpa
sadar terucap, "wah enak sekali menjadi dia". Atau. " ya iyalah
hidupnya begitu". Coba jujur dulu pada diri sendiri. Pernah mengalami hal
yang demikian?.
Jalannya adalah mencari pembimbing
hidup. Apapun itu, entah agama, entah manusia. Idealnya sih agama. Tapi sangat
gampang memang mengatakan yang ideal-ideal, yang sulit adalah mengimplentasikan
yang ideal-ideal tersebut. Coba sekali lagi jujur pada diri anda. Seberapa
banyak anda mengimplentasikan yang ideal-ideal?. Entah itu menurut norma sosial
atau agama.
Bingung? Sama. Tenang saja, anda
tidak sendiri.
Lalu bagaimana?
Tulisan ini terhenti disini, anda
lanjutkan sendiri. Karena saya akan masuk ke dunia nyata dulu.
Yang bisa saya bilang, menulis
membantu mencairkan semua beban yang tadinya padat. Cair menjadi mudah
mengalir, entah mengalir keluar, atau mengalir masuk ke dalam pembuluh darah.
Kalau keluar, mungkin anda akan merasa ringan. Lalu bagaimana kalau kedalam?.
Akan menjadi racun yang masuk ke pembuluh darah.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
SABTU, 03 MEI 2014
yang tak pernah habis dibahas
Aku terus s berjalan tanpa henti
mencari cinta. Kalimat ini mungkin pernah terlontar di setiap benak manusia.
Hakekat cinta itu apa, pada setiap orang pasti berbeda.
Aku belajar mencintai. Segala macam
cinta. Cinta akar bahagia dan duka.
Cintaku tak pernah memiliki. Cinta
terlarang, 3 ikatan yang membuatku luka.
Tapi dari ketiganya, aku belajar
Mengerti, sakit dan bahagianya cinta.
Cinta yang sesungguhnya.
Jika dulu aku hanya mendengar
pujangga berkata " cinta tak harus memiliki" sebagai bahasa yang
klise.
Tapi kini aku Mengerti dengan
sebenarnya. Bahwa memang ada cinta yang demikian.
Cinta yang melambungkan ku ke langit
ketujuh. Ke tempat terindah. Ke tempat dimana waktu seolah berhenti. Ketempat
dimana malam dan siang tak berarti. Ketempat dimana lapar seketika tak terasa.
Ketempat dimana sayatan bagai kecupan.
Ketempat dimana hanya ada aku dan dia.
Itulah tempat tertinggi dalam
mahacinta.
Ketempat dimana aku tak mengenal luka
dan airmata.
Tapi cinta juga yang membenamkanku ke
tempat terdalam, tergelap, terkelam. Tempat dimana waktu seolah lama berganti.
Tempat dimana airmata mengalir tanpa suara. Tempat yang menyesakkan dada,dimana
aku hanya ingin kematian. Tempat dimana aku kehilangan kepercayaan pada
manusia. Tempat dimana aku mempertanyakan kasih sayang Tuhan. Tempat yang
membuatku menutup rapat seluruh pintu cahaya.
Tapi aku juga tak lupa, cinta
mengajarku untuk bangkit lagi. Cinta mengajarku mengenal ikhlas. Cinta memberi
tahu aku untuk terus bernafas meski sakit meski luka.
Tapi cinta..aku membunuh cinta, ah
cinta.
Cinta itu bagai malaikat dan iblis.
Keduanya akan mendekati kita.
Aku tak tahu harus bagaimana.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
SELASA, 21 JANUARI 2014
Surat dari pengungsi Sinabung untuk
Bu Ani Yudhoyono
Hari ini lumayan lelah. Setibanya di
rumah, saya langsung membuka laptop, sambil memantau informasi yang beredar di
sejumlah media. Kebetulan nemulah ini surat terbuka...Baca sebentar yuk...
20/01/2014 07:54:39
: Tim Redaksi Nabawia
Surat Terbuka
Instagram untuk Ani Yudhoyono dari
Vita Sinaga-Hutagalung Korban Sinabung
Yth. Ibu Ani Yudhoyono, nama sahaya
Vita Sinaga-Hutagalung, satu dari puluhan ribu korban letusan Gunung Sinabung
yang letaknya di Sumatera, bukan di Jogjakarta atau Magelang. Sahaya ingin
sekali menuliskan dan melukiskan Sinabung lewat jepreten tustel seperti Ibu Ani
lewat telegram, eh, Instagram. Atau melukiskan keindahan derita Sinabung dengan
mengabadikan jepretan kamera dan menampilkan di Instagram. Namun, apa daya.
Kami para pengungsi tak memiliki apa-apa lagi.
Ibu Ani yang cantik jelita bulat
mukanya, surat ini sahaya tuliskan menjelang kedatangan Bapak Susilo Bambang
Yudhonono - suami dan presiden Ibu Ani ke Tanah Karo. Sahaya dengar dan yakin
Ibu Ani sangat berperan menentukan kebijakan negara Indonesia, sama halnya para
koruptor yang selalu disetujui dan didukung oleh para isteri mereka. Sahaya
dengar dari wartawan yang selalu datang ke mari selama enam bulan ini, bahwa
Ibu Ani aktif sekali di dunia maya ya Ibu Ani. Kata para wartawan Ibu Ani hobby
sekali main Instagram, Twitter dan Facebook.
Ibu Ani yang cantik bulat menarik
hati, katanya Ibu bahkan senang sekali mengabadikan apapun. Bahkan bisa juga
Ibu Ani ribet mengurus Instagram dan main tustel. Itu adalah aktivitas sangat
positif sebagai Ibu Negara. Aktivitas Ibu Ani bermanfaat untuk bangsa dan
negara Indonesia. Di situlah kedekatan rakyat sampah jelata dengan para pejabat
dan istri pejabat tinggi yang menjulang ke langit ketujuh dapat terjembatani.
Ibu Ani, dengan aktivitas Ibu Ani di
Istagram, maka kami sebagai korban Gunung Berapi Sinabung telah tertolong.
Dengan melihat kebahagiaan Ibu Ani, Anissa Pohan - yang menjuluki Ibu Ani
sebagai mertua terbaik di dunia dan akhirat, cucu-cucu yang cantik dan gagah
menarik, Ibas yang berenang dengan baju mau menyelam padahal di kolam renang
dangkal, lalu ke pantai dengan memakai batik resmi, itu pertunjukan yang mampu
memberikan kebahagiaan buat kami.
Ibu Ani, kami para pengungsi tak
membutuhkan apapun selain gambar-gambar di Instagram. Kami tak butuh tanah
pertanian yang telah rusak untuk direhabilitasi. Kami tak butuh makanan. Kami
tak butuh obat-obatan. Kami tak butuh selimut. Kami tak butuh pembalut wanita.
Kami tak butuh pakaian. Kami tak butuh tempat tinggal karena tempat tinggal
kami ya di 59 tempat pengungsian selama enam bulan ini. Kami pun tak butuh
apa-apa selain melihat dan menonton foto-foto kebahagiaan Ibu Ani sekeluarga
melalui Instagram. Instagram Ibu Ani adalah kebahagiaan kami.
Ibu Ani yang cantik jelita dengan
muka bulat sempurna. Dari muka Ibu kami tahu Ibu adalah orang paling baik di
Bumi, Langit dan Surga nanti. Untuk itu, kami sebagai warga negara merasa puas
dan senang berbagi melihat kebahagiaan keluarga Ibu Ani. Sementara di
pengungsian ini, kami selama enam bulan, merasakan kurang makan, kurang tidur,
kurang nyaman dan kurang kebahagiaan - namun sekali lagi, melihat kebahagiaan keluarga
Presiden RI, kami sudah kenyang dan berbahagia. Sudah selayaknya sahaya dan
rakyat melayani pejabat dan orang besar serta penguasa. Maka, biarkanlah kami
di Tanah Karo dan Sinabung menikmati pengorbanan sebagai hamba kepada penguasa.
Ibu Ani yang terhormat, bolehlah
sahaya pesankan kepada Ibu agar memberi tahu Bapak Presiden Republik Indonesia,
Susilo Bambang Yudhyono, suami Ibu yang besar badannya itu, untuk (1) jangan
menetapkan bencana Sinabung sebagai bencana nasional, agar kami tak mendapatkan
bantuan berskala nasional, (2) jangan kami diberi bantuan apapun karena kami
bangsa Indonesia dan Batak akan pergi ke saudara-saudara kami untuk mencari
kehidupan - itu yang banyak diperhatikan bahwa bangsa Batak memiliki kekuatan
sendiri, (3) biarkan kami tetap di pengungsiaan selama-lamanya, (4) jangan Ibu
Ani hentikan kegiatan main tustel, kamera standard professional seharga Rp 250
juta, untuk menampilkan foto-foto Ibu Ani, Annisa Pohan - anak koruptor bernama
Aulia Pohan - dan juga cucu-cucu dan anak-anak tercinta, karena foto-foto
Instagram Ibu Ani adalah kebahagiaan bagi kami semua: warga pengungsi yang tak
memiliki apa-apa selain air mata.
Ibu Ani yang terhormat, demikian
surat Instagram kami. Karena kami tak tahu Istagram itu apa maka mohon maaf yang
sahaya tahu adalah telegram di kampung kami dulu. Sahaya pikir dengan menulis
Instagram ini, yakni istagram tanpa foto karena tak memiliki tustel, maka pesan
yang sahaya sampaikan rasanya sampai. Kami warga korban gunung berapi hanya
membutuhkan gambar-gambar yang indah hasil jepretan Ibu Ani di Instagram. Kami
di pengungisan sudah puas dan bahagia meskipun kami sakit, kurang makan, kurang
pakain, tak memiliki tempat bekerja karena pertanian kami hancur, anak-anak
mahasiswa kami sebanyak 25,000 terancam tak bisa bayar uang kuliah dan makan,
namun itu semua tak penting. Yang penting kami menonton foto-foto Instagram Ibu
Ani sekeluarga yang berbahagia. Itulah rentetan nestapa duka derita sengsara
kami selama enam bulan letusan Gunung Sinabung paling dalam yang Ibu tak pernah
pikirkan - sama dengan suamimu dan para menteri yang sibuk nyaleg lagi.
Salam bahagia ala saya Ibu Ani
Yudhoyono yang cantik jelita bulat sempurna.
Penulis : Ninoy N Karundeng
*tulisan ini dimuat di kompasiana,
namun sudah diremove berikut linknya:
http://m.kompasiana.com/read/detail_comment/628903/2
Posted by dwi anggia at Selasa,
Januari 21, 2014
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
KAMIS, 24 OKTOBER 2013
Cinta seharusnya tanpa mata? hanya
rasa
Sayang. Tidak mudah untuk berpaling
dari mu. I feel your pain I feel the same. Disepertiga malam ini aku
merindukanmu. Maaf aku harus memilih cara seperti ini. Karena belajar untuk
berhenti mencintaimu tidaklah mudah. Jika diperbolehkan untuk menghabiskan sisa
hidupku bersama mu, maka itu tidaklah menjadi pilihan, tapi itulah satu satunya
keputusan, bukan pilihan. Karena aku tidak akan menempatkan keputusan untuk
hidup bersama mu menjadi pilihan. Itu adalah keputusan, bukan pilihan.
Memalingkan mata ku pada yang lain
mungkin terlihat mudah bagimu. Tapi memaksa memalingkan hatiku darimu bagai
menyayat luka dileher ku sendiri.
Bagai mencabut nyawaku perlahan.
Sayang, jika aku memiliki kesempatan terlahir kembali, aku akan memilih untuk
terlahir menjadi dia yang kelak bisa menyandingmu.
Menyandingmu tanpa harus menerima
penolakan dari semua yang bernyawa.
Menyandingmu.
Sayang.. Sayang..
Dan sayang aku tidak bisa terlahir
kembali.
Sayang aku mati melihatmu terluka, disaat kau
membayangkan bahwa aku tengah berbahagia dengan yang lain.
Pernahkah kalian tahu apa rasanya
jika harus membunuh cinta pada yang tercinta? Padanya yang telah kau serahkan
seluruh bahagia dan air mata?
Kita tehalang aturan hidup norma dan
dosa.
Padahal cinta tak seharusnya berbatas
dosa dan pahala, patut atau tidak serta elok atau tak elok.
Cinta harusnya tanpa mata, tanpa
bentuk, tapi hidung, hanya rasa.
Seandainya cinta hanya sebatas rasa,
maka malam ini dan setiap pagi kelak, wajahmulah hal pertama yang kulihat saat
membuka mata.
Posted by dwi anggia at Kamis, Oktober
24, 2013
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
MINGGU, 23 JUNI 2013
Lagi Lagi Pikiran Kosong
****
Ada lobang hitam itu rasanya
didadaku. Mungkin ini kata orang yang namanya dendam. Kadang aku juga merasa
iri dengan teman sebangku ku. Cerita tentang makan malam keluarga.
Tentunya dengan ayah dan ibu.
Ayah? Benda asing apa itu?
Mungkin aku punya, tapi tidak sama
seperti Ayah yang mereka miliki. Seorang ayah dalam bayanganku adalah pahlawan
bagi seorang anak laki laki dan cinta pertamanya anak perempuan. Mungkin.
Mungkin.
Tapi dua duanya tidak ada dalam benak
ini.
Ayah, aku tidak membencimu karena tak
ada disaat saat yang seharusnya kau ada.
Aku juga tidak membencimu karena
harus menjalani yang aku jalani sekarang, lantaran absen mu dimasa lalu.
Ayah, aku membersihkan pusara mu hari
ini dengan bahagia, karena akhirnya menemukanmu.
Kesini ternyata pikiran kosong ini
membawa ku.
Aku berjalan lagi menuju mobilku.
Panas luar biasa terasa. Pendingin mobil pun tak terasa.
Sambil menarik nafas, kunyalakan mesin
mobil. Menunggu, kemana lagi pikiran kosong ini akan membawaku.
****
Posted by dwi anggia at Minggu, Juni
23, 2013
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Pikiran Kosong
***
Hari ini aku terbangun dengan
perasaan berkecamuk. Ada anak kecil tidur memelukku semalaman. Ini rasanya
mungkin ya seorang ibu, atau bukan seperti ini?. Tidur yang tak tenang semalaman. Tapi ada
rasa dibutuhkan yang menyenangkan. Ada pula rasa melindungi yang aneh. Mungkin
demikian yang dirasakan seorang ibu.
Ponakanku, bukan darah daging memang,
tapi seolah ya rasanya.
Tak harus menjalani tugas pula
mendidik dan membesarkan, hanya menyicipi dikala menyenangkannya seorang anak
kecil. Tak mengikuti bagian yang menyebalkannya anak kecil. Mungkinkah seorang
ibu merasakan seperti itu. Aku rasa tidak,
Hari semakin siang, aku beranjak dari
kasur menuju kamar mandi. Malas terasa harus menuju kantor hari ini.
Tak lama aku sudah berada dibelakang
stir mobil, menempuh jalan yang berbeda dari biasanya. Aku terkaget sebuah
Metro Mini berhenti mendadak. Bunyi klakson panjang.
"Sial nih metro mini".
Tanpa sadar, tangan ku masih di klakson mobil.
Seorang perempuan dipinggir jalan
mengangkat alis. Mungkin klakson mobilku berisik.
Kupacu mobil lebih kencang, agar
melewati Metro Mini sialan itu. Masih dengan pikiran menerawang, aku berhenti
dilampu merah. Kini klakson mobil dibelakang ku yang mengagetkan, akupun buru
buru belok kekanan.
Masih kosong pikiranku, jauh entah
kemana, Mungkin sedang tak berpikir. Alam bawah sadarku membawa ke sebuah ATM.
" Selamat siang bu".
"Siang".
Ba bu ba bu.. dalam hatiku berkata,
muka gw tua banget emangnya?
Lima ratus ribu cukup mungkin ya
untuk pegangan hingga besok.
Aku buru buru turun tangga.
"Sudah bu?". Satpam yang
sama menegur kembali. Aku balas dengan senyum kecut saja.
"Kaget gw, ibu lagi, setua apa
sih muka gw". Sambil ngaca dimobil.
Dengan cepat mobil ku putar, keluar
area ATM. Lima menit saja sudah berada dikantor. Turun dari mobil, panasnya
luar biasa. Didalam kantor, suhunya dingin luar biasa.
"Hah kantor?....Dem, ngapain gw
ke kantor. Ini kan hari minggu.
"Sebegitu kosongnya pikiran gw
ya?".
Dengan pikiran kosong aku kembali ke
mobil. Tarik nafas panjang, menunggu. Kemana pikiran kosong ini akan membawa ku
lagi.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Surat Komite Etik KPK & Sprindik
Anas
"Jangan takut kalau hanya
dipanggil KPK. Kenapa harus takut dipanggil KPK. Takut itu kalau dipanggil
Tuhan". Ini seloroh Sutan Bathoegana, diruang Make Up TvOne, Rabu 13 Maret
2013. Saat itu saya sedang persiapan untuk Program Meja Bundar, Bang Sutan
kebetulan diundang di Kabar Petang. Kalimat ini keluar dari mulutnya begitu
melihat saya. Memang, dua pekan lalu tepatnya Rabu 6 Maret 2013, saya memenuhi
panggilan Komite Etik KPK terkait bocornya sprindik Anas Urbaningrum. Surat
undangan dari KPK itu saya terima sehari sebelumnya. Selasa 5 Maret, seorang
wanita dari sekretariat KPK menelpon saya dan menanyakan no.fax kantor, untuk
mengirim undangan.
Apahal?. Masih tak jelas, sampai
akhirnya saya terima sendiri fax dari KPK itu. Kurang lebih isinya meminta
kehadiran saya ke Gedung KPK untuk mengkonfirmasi beberapa hal. Jadilah Rabu
siang saya didampingi Wapemred TvOne, mendatangi gedung KPK. Tepat pukul satu,
saya masuk keruang kerja salah satu pimpinan. Sudah ada didalamnya kelima
anggota Komite Etik KPK serta dua orang notulen. Ada banyak detail yang tidak
bisa saya sebutkan. Perbincangan siang itu sangat santai.Jauh dari yang ada
dibenak saya, jika seseorang dipanggil oleh KPK. Namun enam jam itu sangat
melelahkan. Saya juga harus akui sedikit menegangkan.
Baik...kita tinggalkan perkara
pemeriksaan oleh Komite Etik KPK, yang menjadi penekanan saya disini adalah
mengenai substansi. Ada banyak pertanyaan yang datang ke saya, terkait
pemeriksaan ini. "Kenapa lo dipanggil?. Lo bocorin sprindik? Ah..ga
mungkin Anggi dipanggil, salah kali. Siapa dia?". Beragam reaksi memang.
Saya hanya ingin menekankan, bahwa
tidak ada info apapun, tidak ada bocoran surat atau draft sprindik yang salah
peroleh dari internal KPK. Baik itu dari pimpinan ataupun dari pegawai KPK
lainnya. Saya datang memenuhi panggilan Komite Etik KPK, menjalankan tugas
sebagai warga negara yang baik,mungkin saya ada informasi atau klarifikasi yang
bisa membantu penyelesaian masalah bocornya sprindik KPK. Sehingga Komite Etik
bisa memperoleh informasi yang cukup untuk menghasilkan suatu putusan atau
rekomendasi. Karena adalah nasib seseorang, nama baik seseorang dan
kredibilitas seseorang yang dipertaruhkan disini. Sudah sewajarnya Komite Etik
berhati hati dalam melakukan tugasnya.
Saya hanya menyayangkan sejumlah
pihak yang langsung menyimpulkan atau men-justifikasi bahwa dengan hadirnya
saya memenuhi panggilan Komite Etik KPK, berarti saya terlibat dalam pembocoran
sprindik.
Masih ada banyak cerita yang
menanti... :)
Terimakasih.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Surat Pembaca Untuk Majalah Tempo
Pengalaman buruk yang saya alami
dengan Majalah Tempo. Sebelum saya tampilkan surat pembaca versi saya (yang
tidak diedit Tempo), saya ingin menjelaskan sedikit kronologis munculnya surat
protes saya pada majalah Tempo.
Pada Jumat 1 Maret 2013, saya ditelpon
oleh redaktur Tempo, ia mengatakan akan membuat tulisan soal Anas Urbaningrum.
Kebetulan saya mewawancarai Anas Urbaningrum, sebelum dan sesudah ia ditetapkan
sebagai tersangka oleh KPK. Redaktur Tempo ini kemudian menanyakan bagaimana
kondisi saat dikediaman AU, saat saya mewawancarai di Duren Sawit.
Redaktur tersebut kemudian mulai
bertanya perihal foto / (lukisan) Kiyai Ali Maksum yang dipajang sebagai latar
belakang saat saya berdialog dengan Anas. Redaktur Tempo ini kemudian bertanya,
apakah disetting demikian? .
Saya menjelaskan, bahwa untuk lokasi,
memang kami, pihak TvOne yang memilih, sementara properti lainnya disediakan
oleh tuan rumah. Posisi foto yang ada dibelakang Anas memang sudah disediakan
begitu adanya. Saat wawancara pertama dengan Anas memang ada permintaan untuk
meletakan lukisan sebagai latar, karena wawancara kami lakukan diluar ruangan,
didekat Pendopo.
Sementara untuk wawancara saya yang
kedua kalinya dengan AU (setelah berhenti menjabat Ketum PD), tidak ada
permintaan dari AU memajang lukisan Kyai Ali Maksum.
Penjelasan saya sampaikan ke Redaktur
Tempo, dan berulang kali saya sebutkan ini off the record. Saat itu saya juga mengatakan, saya harus
konfirmasi terlebih dahulu dengan pimpinan saya, apakah diperbolehkan share info
seperti ini ke Tempo. Akhirnya saya diijinkan untuk menceritakan keadaan apa
adanya seperti yang tertulis diatas.
Redaktur Tempo kemudian bertanya via
bbm, "sudah ada kabar"?. Kemudian saya kabari, bahwa cerita ini boleh
ditulis, namun saya mengingatkan kembali, bahwa saya tidak berkenan jika nama
saya dicantumkan dalam tulisan Tempo.
Namun fakta yang terjadi berbeda :
Komitmen off the record, tidak ditepati oleh
pihak tempo. Tempo dengan jelas menulis
nama saya sebagai lead dari tulisan "Dari Halaman Satu
Setengah". Saya langsung menghubungi redaktur yang bersangkutan,
menyatakan keberatan. Redaktur tersebut
kemudian mengatakan ini adalah kesalahannya, dia salah dengar. Dia kemudian
menyarankan agar saya menulis surat pembaca.
2. Apa yang dikutip oleh Tempo, tidak sesuai dengan apa yang saya
sampaikan.
" properti itu sudah selalu disiapkan dan wajib ada", kata Dwi
Anggia.
Padahal tak satupun pernyataan
saya yang berbunyi seperti kutipan yang ditulis
oleh Tempo.
Apa dasar Tempo menulis kalimat
kutipan seolah oleh dari pernyataan saya??
Inilah kemudian yang menjadi
keberatan saya, sehingga berakhir dengan protes keras yang saya tuangkan dalam
surat pembaca. Yang kemudian diberi judul oleh Tempo " Keberatan Dwi
Anggia ". Surat ini kemudian
diedit, meski sebelumnya saya sudah meminta agar tidak dilakukan pengeditan.
Tempo mengatakan pengeditan surat lazim dilakukan tanpa mengurangi substansi.
Saya kemudian meminta agar surat yang diedit, dikirim terlebih dahulu pada
saya, sebelum turun cetak. Tapi tidak dilakukan juga oleh pihak Tempo.
Apa boleh buat?
Dibawah ini adalah bunyi surat saya,
sebelum diedit oleh Tempo:
Surat pembaca majalah tempo
Melalui surat ini saya ingin
melayangkan protes keras dan keberatan atas tulisan redaktur majalah tempo,
diedisi Tempo 4-10 Maret 2013, pada tulisan yang berjudul Dari Halaman Satu
Setengah.
'N menulis kalimat yang dikutip atas
nama saya, Dwi Anggia Presenter TvOne, dalam kepala beritanya, sebagai
berikut : "properti itu selalu sudah disiapkan dan wajib ada".
Properti yang dimaksud adalah sarung yang digunakan Anas Urbaningrum dan
lukisan KH Ali Maksum. Tampaknya Tempo hendak menunjukan "siapa Anas &
dari mana dia berakar".
Faktanya adalah, saya tidak pernah
mengeluarkan pernyataan itu. Sebelumnya, pada Jumat ( 1 Maret 2013), 'N' yang
mengaku sebagai redaktur tempo, menghubungi saya melalui telpon, dan meminta
saya menceritakan suasana dikediaman Anas Urbaningrum, dengan alasan karena
saya dua kali mewawancarai Anas Urbaningrum.
'N' menanyakan perihal lukisan yang
dijadikan latarbelakang saat saya mewawancarai Anas. Saya jelaskan lukisan itu
hanya dipasang sekali saja dari dua wawancara yang saya lakukan.
Saya menjelaskan TvOne selaku tamu,
memilih dan menentukan lokasi saat wawancara, sedangkan properti lainnya
disediakan dan ditentukan tuan rumah., termasuk lukisan K.H Ali Maksum serta
busana apa yang digunakan Anas . Memang
ada permintaan untuk memasang lukisan sebagai latarbelakang wawancara, tapi itu
hanya satu kali pada tanggal 7 Februari 2013, sebelum AU ditetapkan sebagai
tersangka. Tidak ada lukisan KH Ali Maksum dalam wawancara saya yang coda
dikediaman Anas Urbaningrum.
Sangat jelas, bahwa kutipan yang
ditulis 'N' sama sekali berbeda dengan pernyataan yang saya berikan. 'N' menulis
kesimpulan dan pendapat pribadinya dalam
tulisan tersebut, dan menggunakan nama saya. Ini yang menjadi keberatan saya!.
Jika 'N' ingin beropini, lebih baik tidak usah mewawancarai saya sebelumnya.
Selanjutnya saya menyatakan 'N' telah
melanggar komitmen, karena saya sudah meminta agar nama saya tidak dicantumkan
dalam tulisan.
Atas dua hal ini, 'N' selaku redaktur
Tempo, belakangan sudah mengakui kesalahannya, ketika saya konfirmasi melalui
telpon. Dengan alasan, dia salah dengar.
Adalah sangat tidak profesional dan
sangat disayangkan ketika salah dengar dijadikan alasan, untuk sebuah majalah
seperti Tempo. Apalagi sebelumnya saya berkali kali ingatkan, "ini adalah
off the record", saya tidak mau nama saya dicantumkan.
====
Demikian isi surat yang saya
layangkan. Nama redaktur sengaja tidak
saya cantumkan. Tempo tidak menuliskan nama redakturnya adalah demi menjaga
kredibilitas redaktur ataupun ini sudah menjadi kebijakan redaksi, apapun itu
saya hargai.
Tapi yang jelas, melalui surat
pembaca ini saya ingin menyampaikan kekecewaan atas kutipan yang disampaikan
yang tidak benar dan komitmen yang tidak ditepati.
Sekian terimakasih
Posted by dwi anggia at Selasa, Maret
12, 2013
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Dilepas senyum selega
jelaga. Menari tangan dan kaki. Hitung mundur sudah berlalu. Apa didepan
mata? Masa lalu yang tertinggal? Masa depan yang tak bertitik terang. Meraba
raba merintih tertatih. Siapa peduli?
Aku berkalung dendam, kau berkalung
pilu, dia berkalung cinta. Mereka apa? Tertawa menatap, senyum tapi mengutuk.
Manusia memang hidup. Tapi ingat,
yang hidup berbentuk dari benci dendam cinta dan duka.
Aku pun bingung.. Tenang sajalah.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Jiwa dan kalbu sudah terlanjur
milikmu
Sayang.. ampuni aku yang sekadar
gelak tawa, jenaka yang tak memiliki, harap yang temaram, pelipur tanpa kuasa..
sungguh aku tak berujung denganmu, kamu jelmaan asa, muara keindahan, sudut
batin yang sempurna menjawab semua,
cemas sekejap sirna. Selamanya memang bukan masa yg aku punya, tapi
kemarin, kini, dan saat demi saat nanti.. Aku mau berusaha yang terbaik.. Tuk
melimpah senyumku.. Tuk ada diantara jari jemarimu.. Tuk menyapa dari segala
alur kemungkinan.. Tuk mematri bahagiamu tanpa pasti namun percaya.. kelak kita
selalu bersisian.. Aku tak mau kehilangan.. jiwa dan kalbu ini sudah terlanjur
kau punya.. by:belahanjiwa-jawabansemuagundah
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Cinta rahasia
Kembali merasakan cinta rahasia.
Sepertinya cinta untukku hanya sebatas cinta rahasia. Di saat rahasia, aku
benar benar bisa mencintai dan rasa nya tak berlebihan kalau aku bilang, aku
juga dicintai. Luka masa lalu hilang sudah, jauh ,hilang. Tapi seperti kata
yang selalu berulang, jatuh cinta sama dengan membuka kesempatan hati untuk
dilukai,lagi. Ini sedikit mendekati luka. Yang terjadi sekarang, hatiku telah
ditelanjangi. Maka kesempatan dilukai semakin membesar. Tapi aku rela, selama
yang melukai hatiku adalah engkau sipemilik hati. Engkau yang aku cinta tanpa
syarat. Aku rela kau bahagia dengannya. Jangan ragu dan takut ungkapkan
bahagiamu itu. Tak usah khawatirkan aku. Aku memang cinta tanpa syarat yang
dihadirkan Tuhan untuk mu. Berbahagialah sayang. Aku rela menjadi keset disaat
kakimu kumuh. Kumuh oleh darah luka yang ditorehkan olehnya. Aku rela membasuh
luka hatimu karena nya ,dengan cintaku. Karena aku tanpa syarat untukmu.
Bahagialah dengan nya sayang. Aku selalu ada disekitarmu, di tiap hela nafasmu,
ditiap denyut darah kejantungmu, menyaksikan dan menemanimu bahagia. Hatiku?
Tak mengapa sayang. Sudah kubilang aku tanpa syarat. Hatiku yang serpihan ini
telah kugadai, saat pertamakali,aku ucapkan cinta padamu. Bahagialah saja
sayang. Atau amanlah saja. Tak ada keberanian diantara kita untuk mengakui
cinta rahasia. Biar kutelan getir yang sudah aku pilih dari semula. Getir
berhias bahagia, saat melihat kau bahagia.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Maafkan aku bila waktu itu tiba
hai sabtu,aku masih menunggu. pagi
tak kunjung menyapa. langitpun bungkam dengan kelamnya, sambil melepas satu per
satu butiran hujan. kita memang terpisah ruang dan waktu,tapi hati yang
berdampingan adalah keniscayaan. seperti riak ombak dilautan,tak henti meski
malam datang. sabtu, mengapa hujan mu tak seperti biasa? mengapa kini dinginmu
menusuk hingga ke tulang? mengapa anginmu membekukan hati? tapi aku tak pernah
habis akal. sudut hatiku masih menyimpan setitik bara, bara yang kujaga untuk
menghangatkan,saat dingin mu tak seperti biasa. bara yg kian meredup namun
tetap menghangatkan. tapi sabtu, bara ini meski pelan,membakar sudut hati.
menyisakan luka. jadi sabtu, jangan salahkan jika suatu saat aku harus memilih,
beku karena dinginmu atau terbakar karena bara ku. dua dua nya tak menyenangkan
sabtu. maafkan aku bila waktu itu tiba
XXXXXXXXXXXXXXXXXXX
aku merajut kasih
Hai sayang,mata ini merindukan setiap
desahan lembut nafasmu.
Nafas ketika kau terjaga diiringi
cahaya mentari.
Sayang,aku juga merindukan bisikanmu.
Bisakan saat mata terpejam, dan hati mendengarkan.
Duhai sayang, padamu aku temukan
tentram, padamu juga aku temukan gulana.
Gulana membayangkan harus melepasmu.
Sayang, setiap langkah ku ingin
bergandengan tangan denganmu.
Membelah dunia kita berdua,menantang
angin dan ombak kita bersama.
Sayang, denganmu gentar seolah tak
pernah ku kenal.
Sayang, denganmu mentari seolah tak
pernah terbagi diantara dua sisi bumi.
Sayang, aku ingin terus begini saja,
terlelap dalam pelukanmu.
Sayang, aku masih haus kasihmu,meski
tenggelam dilautanmu.
Sayang, ini aku yang tak pernah
terpuaskan karena cinta luar biasa yg tak terbendung.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Aku malaikat dan iblis, akulah tuan
dan hamba
Duhai engkau.. Aku jatuh cinta pada
setiap tulisanmu.
Aku menatap urut...
Aku membaca urut, satu per satu kata
yang terangkai dalam untaian kalimat.
Tak satu makian yang terlontar darimu
, meski hati kadang terluka, meski hati tak selamanya tersenyum.
Duhai engkau, padamu aku belajar
menata rasa dan hati. Menata emosi dan akal. Menjadi yang rasional dari
emosional.
Duhai engkau, kau memang bukan
kekasih hati yang aku cinta menyeluruh, karena kita tidak dituliskan untuk
bersama.
Aku pengagummu saja, aku mengagumi
dari kejauhan saja.
Setiap kata yang kau goreskan adalah
penyejuk jiwa, pelebur lara, menentramkan rasa.
Aku memujamu bagaikan malaikat pada
Tuhannya, pun iblis pasa penciptanya.
Aku memujamu bagai pelayan pada
tuannya.
Aku menginginkanmau bagai tuan
menitah hambanya.
Aku bisa menjadi malaikat pun setan.
Aku bisa menjadi air pun api.
Aku menjadi apapun yang bertentangan
di dunia ini, demi bisa memandangmu, tanpa mententuh seujung kukupun.
Aku adalah dahaga di tengah sahara,
yang hanya menikmati fatamorgana. Itulah aku padamu. Tapi dahaga tak pernah
bisa membunuh yang merasakannya bukan?
Dahaga hanya menyiksa, itu pula yang
aku rasakan, saat hanya bisa mengagumimu.
Itupun akan kutebus,demi bisa menjadi
pengagum mu
Angel and demon, master and servant,
both i am for you.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Cinta dua hati, satu rasa
Dia memandangi wajah yang terpampang
di kertas itu. Tertegun, menatap lama. Dalam, sambil sesekali menarik nafas
panjang.
Dua menit, tiga menit, sesekali
melihat ke belakang, kiri dan kanan. Was was, jika kekasihnya memperhatikan
gerak geriknya.
Hampir setiap malam sebelum tidur,
satu minggu terakhir kondisi ini terjadi. Sedikit dingin, tanpa kata.
Kemudian, seperti biasa, lampu
dimatikan. Dan pasangan itupun terlelap.
Begitu seterusnya dari hari ke hari.
******
situasi yang sama juga terjadi di
sudut kamar, di sudut kota yang sama.
Sepasang kekasih tidur saling
rangkul. Naas mereka silih berganri menimpali. Mereka memang tidur di ranjang
yang sama . Tpi dengan pikiran yg masing masing melayang jauh, dan mimpi yang
berbeda.
Pagi menjelang. Di sudut kamar pertama,
satu dari sepasang kekasih itu, berbicara di ujung telepon. " sayang, aku
tidak bisa menahan ini lebih lama lagi. Ak tidak bisa hidup berpura pura
mencintainya, terus menerus seperti ini.."
Suara hangat di ujung telepon itu,
juga mengungkap kan hal yg sama. "aku juga sayang. Kami sepanjang malam,
tidur berpelukkan, tapi hampa. Pikiran ku tak bisa lepas dari mu."
***
Aku ingin segera mengatakan pada nya,
bahwa aku tak pernah mencintainya. Dan pun tau itu. Tapi aku ak tak tega harus
melihat wajah cantik berurai air mata." lanjut suara di sudut kamar itu.
Sayang, aku juga. Akupun tak tahu
kalimat apa yang harus aku sampaikan pada orang tuanya, kalau aku
mengembalikannya sekarang. Dulu saat aku meminangnya, kau belum ada.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Januari, tanggal 1.
Cinta itu, seru diawal. Dimasa kamu
mengejarnya, pasti terasa luar biasa.
Cinta itu, seumur jagung, rasanya
bulan madu, indah setiap detik.
Cinta itu, 6 bulan di awal belum
terasa bosan, karena semua manis terlihat.
Cinta itu.... Iya, yang aku tahu
hanya sampai disitu.
Karena aku tak pernah membiarkan
cintaku lebih dari 6 bulan.
Karena kata mereka, lebih dari itu,
hanyalah basa basi dan saling memenuhi kewajiban.
Aku memilih tidak mau membuktikan
kata mereka.
Jadi yang aku tau cinta itu hanya
sampai Juni..
Okay, 2 jam lagi bulan Juli. Aku mau
berburu cinta baru dulu.
**
Posted by dwi anggia at Selasa,
Desember 27, 2011
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Aku Juga Mencintaimu
Hujan rintik rintik saat ia
menunggunya di loby kantor itu. Sambil sesekali menghisap dalam dalam rokok di
sela jari, ia melempar senyuman paling manis, untuk sang kekasih, yang sedang
bekerja dari box kaca, cuap cuap sendiri.
Kekasihnya penyiar kondang sebuah
radio, ternama dikota mereka.
Tepat pukul sembilan malam, hujan
semakin deras, sang kekasih selesai bertugas.
"Pak Djusman, saya pulang dulu
ya. Ini uang untuk makan malam, kalau lapar", gadis cantik itu
meninggalkan beberapa lembar untuk satpam kantor yang sudah tua.
Kemudian berlalu menuju sesosok di
depan loby, dengan kemeja yang sudah basah kuyup.
Kedua nya menembus hujan deras,
berpegangan tangan, hujan seolah tak pernah turun.
Pak Djusman tersenyum melihat polah
kedua remaja itu.
**
Setiap kali ia mengatakan betapa
besar cinta nya pada sang gadis, setiap kali itu juga bibir manis itu hanya
memberikan senyum, tanpa kata.
**
Berulang kali potongan cerita itu
muncul. Aku berusaha keras mengingat satu per satu perisitiwa indah itu. Tapi
semakin keras aku berusaha, semakin sedikit yang ku ingat. Semakin besar rasa
sesal terbersit.
**
Kini berganti, aku yang mengunjungi
tempat itu. Tak kulihat pemuda itu menunggu kekasihnya seperti biasanya. Tak
ada juga gadis manis itu cuap cuap dibalik box kaca.
Tapi hari itu loby kantor itu ramai
sekali. Dan penuh karangan bunga.
Bunga yang biasa dikirim untuk ucapan
belasungkawa.
Aku terkejut, ada namaku di karangan
bunga itu.
Aku, mati? Aku sudah mati?
Bagaimana mungkin aku mati jika dalam
3 tahun ia mencintaiku,tapi tanpa ada satu ucapan bahwa aku mencintainya sama
sekali. Rasa sesal luar biasa muncul.
**
Bagaimana aku mati? Aku bertanya pada
malaikat.
**
Dihari terakhir ia mengatakan cinta
padamu, adalah hari terakhirnya hidup.
**
Kamu tahu kapan jadwalnya harus ke
dokter dan memeriksakan penyakitnya?
Sesaat setelah mengantarmu bekerja.
**
Kamu tahu kapan ia harus minum
obatnya?
Sesaat setelah memastikan kau aman
sampai dirumah.
**
Kamu tau obat apa yang membuatnya
bertahan hidup?
Kebahagiaanmu dan saat kau tersenyum.
**
Tapi coba kau ingat ingat,kapan kau
benar benar mengatakan kau mencintainya?
**
Belum, belum pernah kukatakan.
**
Masih belum ingat ,bagaimana kau
mati?
**
Belum.
**
Aku ceritakan, atau kau ingat
sendiri?
**
........
**
Baiklah. Dihari kematiannya, kau baru
tau semua tentang dirinya dan penyakitnya, setelah 3 tahun.
Kau menyesal, tak sempat ungkapkan
bahwa kau juga mencintainya.
Dihari itu juga,kau putuskan untuk
mati. Dan menyampaikan cintamu padanya.
**
Aku terdiam. Dikejutkan tangan dingin
menyentuh bahuku. Tangan yang aku kenal. Tangannya.
Akhirnya, "aku juga
mencintaimu".
Apa ini yang disebut Cinta sampai
mati?
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kertas Merah Muda
Waktu,waktu hari ini berjalan sangat
lambat. Begitu lambatnya,sehingga aku bisa menghabiskan satu buku setebal,
setipis 155 halaman, hanya dalam 1 jam lebih,menuju 2 jam.
Membaca tulisanmu, mengingatkan aku
pada cinta pertamaku. Saat itu kami masih berseragam putih biru.
Ia setengah berlari menghampiriku,memegang
secarik kertas.
"I love you", itu tulisan
yang tertera disana.
Dengan wajah tersipu, ia segera
meninggalkanku, menuju Icad, temannya yang berbadan bongsor.
Aku masih terdiam, di ujung gerbang
sekolah, menghadap hamparan rumput lapangan bola milik sekolah. Hari itu aku
berbunga, cinta pertama luar biasa.
**
"Kriiinggggg" bel tanda
pelajaran pertama dimulai. Sambil menaruh tas hijau kulit bermerek contempo,
aku menaruh buku pelajaran di laci meja.
Saat itu juga tanganku menyentuh
sebentuk amplop halus.
Segera kutarik tanganku, dan seketika
wangi menempel dijariku.
Penasaran sambil mendongak ke laci
meja sekolah, aku merogoh laci itu.
Tak salah, sebuah amplop berwarna
merah hati, bertuliskan namaku, dengan tinta merah.
Berdegup kencang, aku membuka amplop
itu. Selembar kertas wangi, dan secarik kain.
Ah bukan kain, itu sapu tangan merah
muda, dengan jahitan tangan namaku di salah satu sudutnya.
Manis.
Tak sabar kubaca surat itu.
" Dear, you ..."
Isinya layaknya orang tengah jatuh
cinta. Bedanya,ini surat cinta anak seragam biru putih, sehingga ada gambar
mobil di bawahnya, dengan plat nomor, singkatan nama nya dan namaku.
"Kriiingg..." Bel tanda
berakhirnya pelajaran hari ini. Secarik kertas dengan balasan manis, sudah
kutinggalkan disudut laci sekolah...
Aku yang kecil,mulai mengenal cinta.
**
Keesokan harinya, sebelum meletakkan
buku pelajaran di dalam laci, aku memeriksa nya terlebih dahulu.
Hmmm.. Amplop selanjutnya. Selain
surat, ada sebuah kertas bertuliskan namaku yang dilaminating. Warnanya merah
muda,lagi.
Dari sini aku mengerti mungkin warna
merah muda, adalah warna orang yang sedang jatuh cinta.
Meski setelah dewasa,tidak demikian
yang aku dapati.
**
Hari demi hari, semua surat itu,
menumpuk di dalam sebuah plastik, di ujung bawah tempat tidurku. Rapi dan tetap
wangi.
Satu hari, kami berjalan beriringan,
searah, tanpa kata. Hanya saling senyum, melirik dan tertunduk.
Jalan itu terasa sangat pendek jika
aku berjalan beriringan dengannya.
Kami beriringan, tapi dipisahkan dua
lajur jalan. Ya beriringan disisi jalan yang berbeda.
Itulah cinta murni yang mungkin
pernah aku rasakan.
Sambil menarik nafas panjang dan
tersenyum, aku mengingat semua.
Dan hari ini, aku kembali menerima
surat darinya. Deg deg deg.. Rasa itu kembali ada, muncul, rasa yang aku punya
bertahun tahun lalu.
Kubuka, kertas merah muda, kertas
yang katanya untuk orang kasmaran. Ada namanya, alamat, dan tanggal yang
tertera.
Ia memang tengah kasmaran, dan akan
menikah. Aku membaca undangannya.
Tanpa suara, hanya rasa sesak didada.
**
Undangannya kuselipkan di dalam
bukumu.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Gumaman hari ini (suara hati)
Kata orang bijak, dibalik hai yang
beku, pasti ada harapan yang tersimpan. Entah, orang bijakmana yang bilang itu.
Kata saya, hati yang beku tak butuh harapan. Tapi butuh hati lain yang
menghangatkan. Itu saja.
sampai pada suatu krpetika, saya
kembali bermin dengan yang namanya hati. Hei, hati, apa kabarmu.
Lam terasa tak memakai mu.
Hahahahahaa... Yayayayaa.. U knowlah.. Sekarang sedikit terbersit menggunakan
hati. Maklum masih malu malu, dan ragu. Dan hati hati tepatnya. Karena luka
lama saja masih berbekas. Sebenarnya tak ada masalah dengan pengguna hati yang
ini. Hanya saja ada beberapa hal yang menjadi catatan hati. Dia mungkin baik,
tapi apa saya bisa bahagia dengannya? Karena pendakian ini melelahkan, tentu
saja saya butuh tempatvuntuk berteduh. Tapi bagaimana bisa berteduh, padanya
yang juga belajar mendaki. Hari ini agak menyedihkan. Kemarin membahagiakan.
Walau kemarin sempat tergurat ragu atas ihklasnya. Tapi terjawab. Hari ini
menyedihkan, karena dia memposisikan diri, sama seperti mereka yang selama ini
bergantung padaku. Lalu aku pada siapa? Jika untuk masalah sepele saja dia
bergantung pada ku, lalu aku akan bergantung pada siapa? Bisa dia? Sanggup dia?
Ini muncul tiba tiba seketika saja.
Ini yang dibilang orang, karena nila
setitik, rusak susu sebelahnya, eh sebelanga :) .
Mungkin diantidak bermaksud apa.
Hanya minta tolong, tapi aku yang terlalu kaku, menilainya lain. Inilah hasil
jika terlalu skeptis dalam hidup. Kalau dia bilang, negatif thinking.
Entah ya, saya mesti bagaimana.
Mungkin inilah hasil kalau anak perempuan terlalu berkhayal bahwa mr.perfecto
itu ada. Hahahahaa..
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Suatu hari dinegeri khayangan
Ternyata sama saja. Kurang sensitif.
Dia baru saja meneteskan air mata karena permasalahan keluarganya. Tapi
pacarnya justru dengan tidak sensitifnya minta bantuan yang sama. Saya tidak
menyalahkan dia, karena secara psikologis dia sudah lelah terbebani. Seharusnya
pacarnya mengerti itu. Bukan nomimal yang dipermasalahkan. Tapi karena kekurang
sensitifan saja.
Ini mungkin kasus yang berbeda dengan
perselisihan mereka sebelumnya.
Mungkin saja kalau pacarnya tidak
minta tolong dihari yang sama dengan ia mentitikan air mata karena maslah yang
sama, mungkin ini tak akan menjadi soal, tak menjadi masalah baginya.
Aku haus, dunia berangsur dingin.
Mungkin aku harus pergi bersembunyi. Khayangan atau turun ke bumi?
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Indonesia masa kini I
Jaksa menghamili narapidana. Jaksa
terima suap 2,5 miliar. Hakim minta penari telanjang. Pengacara mengaku hitam
dan abu abu, bukan putih. Polisi menembaki pengunjukrasa. Anggota dewan masuk
bui. Mantan menteri antre untuk masuk bui.
Pejabat bersumpah palsu memberi
kesaksian. Kekayaan alam di eksploitasi korporasi asing. Orang miskin dilarang
sakit.
Dipapua lumbung emas dan tembaga,
masyarakat dibiarkan bodoh. pendidikan dibiarkan mahal, edukasi menjadi barang
mewah, kesehatan menjadi barang mewah. Orang miskin pasti nodoh, orang miskin
pasti sakit.
Wakil rakyat (katanya mewakili
rakyat) , mobil mewah bukan hal aneh. Dalih butuh mengejarkan waktu dan aman,
maka harus pake mobil bagus (nudirman munir di aki malam).
Kalau sudah kaya dari lahir tak
hilangkan hak untuk hidup mewah (memang tak ad larangan) tapi simpati yang
diminta rakyat. Rakyat tak harapkan kucuran uang, dari wakil nya. Hanya butuh
haknya diperjuangkan.
Kemana ? Beratkah?
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Indonesia masa kini I
Jaksa menghamili narapidana. Jaksa
terima suap 2,5 miliar. Hakim minta penari telanjang. Pengacara mengaku hitam
dan abu abu, bukan putih. Polisi menembaki pengunjukrasa. Anggota dewan masuk
bui. Mantan menteri antre untuk masuk bui.
Pejabat bersumpah palsu memberi
kesaksian. Kekayaan alam di eksploitasi korporasi asing. Orang miskin dilarang
sakit.
Dipapua lumbung emas dan tembaga,
masyarakat dibiarkan bodoh. pendidikan dibiarkan mahal, edukasi menjadi barang
mewah, kesehatan menjadi barang mewah. Orang miskin pasti nodoh, orang miskin
pasti sakit.
Wakil rakyat (katanya mewakili
rakyat) , mobil mewah bukan hal aneh. Dalih butuh mengejarkan waktu dan aman,
maka harus pake mobil bagus (nudirman munir di aki malam).
Kalau sudah kaya dari lahir tak
hilangkan hak untuk hidup mewah (memang tak ad larangan) tapi simpati yang
diminta rakyat. Rakyat tak harapkan kucuran uang, dari wakil nya. Hanya butuh
haknya diperjuangkan.
Kemana ? Beratkah?
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Terimakasih
Ketakutan apa yang kurasakan ini
Tuhan?
Terlalu takut mencintai.
Karena perih itu masih tertanam.
Terulang lagi? Please jangan.
Lebih baik tak usah mencintai, agar
tak terluka lagi.
Benar memang, ada resiko terhadap
semua tindakan yang kita lakukan. Termasuk ketika menyayangi seseorang.
Lebih baik tak usah mengambil resiko
itu bukan?
Jika tak ingin terluka?
Itu yang aku pilih.
Kembali menutup rapat.
Aku dan hati belum siap.
Meski sudah terlanjur menyayangi.
Terimakasih
Terimakasih...
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
cintamu, klise
Terlalu berat ternyata
Tak bisa menerima sedikit kesalahan
Ketakutan terbesar tak beralasan
Selalu terjadi
.
Salah mereka tak bisa membaca hati
ini
Yang gampang pergi jika sedikit
teragu
Satu kata sederhana bisa menjadi
juara di hati, faithful
Satu kata klise yang bisa memenangkan
hati, kesetiaan
Satu kata klise yang bisa membuat
saya mencinta sepenuh jiwa, kesetiaan
Kata klise lain yang di harapkan
dalam bercinta, ketulusan
Masih kata klise, cintai aku sampai mati
Semua yang klise memang terlalu naif
tapi membahagiakan dan menentramkan
Tapi hati tak mudah percaya pada kata
klise
Dan saya adalah seorang pemaaf yang
tak mudah melupakan.
Tapi masih ada rasa sayang untukmu
sedikit..
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
titik nol hati
coba tengok sebentar saja ke hati ku.
apa yang kau lihat?
lalu wajahku.
apa yang terlihat?
didalam ini dulu ada berjuta makna
dan rasa.
sekarang apa yang kau lihat?
gentar melangkah lagi, arghh apa yang
ada dikepala dan hati ku mungkinkah tidak sejalan?
tak sama?
ribuan jam menanti yang tepat untuk
bersandar, atau sekedar bercerita sedih dan bahagia. nyaris rupa rasanya
seperti apa. sedikit menakutkan, seolah dihadapkan dengan kengerian kembali.
kengerian atas rasa sakit yang sama.
kengerian akan akhir kisah yang sama.
tapi rasa membutuhkan ini lebih
besar? lantas?
kali ini aku dengarkan mau hati ini,
kita dengarkan saja.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
semalam di pagai selatan part 4
nyamuk mentawai, hypothermia dan bivac
…Dan…akhirnya saya mencipipi cumi
bakar mentawai, wow,,,mengejutkan, enak lho rasanya…hahaha. Apa karena saya
laper…? (Anyway..thanks cuminya, ga amis,mungkin resto2 sea food bisa mencontoh
cara masak seperti ini, biar ga amis hihi…)…..
Makan malam selesai, badan mulai
gatal. Semakin malam, angin semakin kencang dan dingin. Baju dibadan tak
kunjung kering. Pelampung tetap saya kenakan, perintah dari kepala rombongan,
seandainya dalam keadaan tertidur (kayak yang bisa tidur aja hehe), air laut
pasang, maka kita tetap aman dengan pelampung terpasang.
Positif, kami tidak akan di evakuasi
malam ini. Dari kejauhan saya bisa melihat langit gelap, awan hitam
menggantung. Badai sepertinya akan segera datang. Pak Erick akhirnya juga sudah
menghubungi atasannya di Posko Sikakap, Pak Iskandar Siregar. (saya juga masih
punya cerita, bagaimana kami akhirnya bisa ikut ke Pororougat).
Saat kami tengah menghangatkan badan
didekat api unggun, tiba tiba terlihat lampu kerlap kerlip, dari arah utara
tempat kami bermalam. Sepertinya lampu kapal, beberapa anggota SAR bergegas
member sinyal balasan menggunakan lampu helm mereka sambil berlari mendekati
arah pantai. Tapi sayang, sepertinya kapal tersebut tidak melihat sinyal dari
kami. Setelah beberapa menit, lampu ditengah laut itu tidak terlihat lagi.
Pupus sudah harapan.
Tapi informasi yang saya dapatkan
setelah kembali ke Sikakap, ternyata dihari itu juga, Pemred ANTV, Uni Lubis
sudah mengusahakan helicopter PMI untuk mengevakuasi kami ke esokkan hari.
Sebelumnya malam tersebut, informasi yang saya peroleh dari Pak Erick, KRI
Cirebon rencananya juga akan mengevakuasi kami malam itu, tapi cuaca tidak
memungkinkan untuk berlayar. Kesalahan saya, karena buru buru berangkat, tidak
mencari informasi cuaca tanggal 1 November tersebut. Ternyata memang ada
informasi badai yang akan terjadi diperairan Mentawai hingga 4 November 2010.
Jadilah malam itu kami menetap
dipulau tanpa tenda, menunggu besok pagi untuk di evakuasi.
Menjelang malam, saya duduk di bawah
pohon kelapa di dekat api unggun. Setiap setengah jam, hujan turun, badan mulai
menggigil. Beberapa orang sudah mengambil posisi untuk tidur di bivac darurat
yang dibuat sore hari. Mata mulai mengantuk, tapi mau tidur ga bisa, akhirnya
saya memilih duduk di dekat api unggun, sambil membayangkan kasur empuk
kesayangan saya ..hikss sedih sebenarnya.
Sementara wartawati Fajar Makassar,
yang kebetulan nama nya sama, Anggi, sudah mengambil posisi tidur di dalam
bivac, memaksakan diri untuk tidur. Sesekali saya mendengar suara dengkuran
dari dalam bivac, entah siapa. Ternyata jalan kaki yang panjang membuat mereka
mengalahkan nyamuk nyamuk mentawai dan tertidur pulas. Sebagian lain duduk di
api unggun lain. Ada dua api unggun yang dinyalakan. Hujan tak berhenti turun,
baju saya kembali basah, angin bertiup semakin kencang. Saya merapat ke dalam
bivac, mengambil posisi di sebelah Anggi Fajar Makassar. Tidur berdekatan,
lumayan untuk menghangatkan badan. Mantel hujan saya kenankan. Tidur dengan
tetesan hujan di kepala. Oh God!!! Pengalaman yang luar biasa saya rasakan
untuk pertama kali dan semoga terakhir ya..
Tidur dengan kaki terlipat. Sesekali
meluruskan kaki di atas rerumputan, ada binatang yang merayap di kaki saya,
lipat lagi kakinya hehe. Ampuuunn.. nyamuk mentawai luar biasa. Bahkan satu
minggu setelah kembali dari Mentawai, kaki saya yang bentol masih terasa gatal
luar biasa.
Pukul satu malam saya masih terjaga
dengan posisi berbaring. Hujan masih terus turun di sertai angin, malam semakin
dingin. Salute untuk salah satu rombongan asal Papua, yang terus menjaga agar
api unggun tetap menyala untuk kami. Semakin malam semakin menggigil, tidak
hanya gigi saja germertak berbunyi tapi seluruh badan shaking, gemeteran
seluruh badan. Untung tidak mengalami hypothermia , penurunan suhu tubuh dari
suhu normal. Hypothermia biasa dialami para pendaki gunung dan sudah banyak
pendaki gunung yang meninggal akibat ini. Setelah kembali ke Jakarta, saya
mencari informasi terkait Hypothermia, ngeri, ternyata dengan kondisi kami
bermalam dengan pakaian basah, hujan dan angin, sangat rentan terkena
hypothermia. Syukurlah kami semua sehat walafiat dan lagi lagi terimakasih
untuk tim SAR asal papua yang menjaga api untuk kami.
Akhirnya malam itu saya lalui antara
tidur dan tidak tidur, ditemani hujan dan menggigil.
Alhamdulillah,keesokkan harinya kami
semua masih bisa menghirup udara pagi, meskipun kondisi fisik dan mental
menurun.
Pagi itu dengan mata sembab kurang
tidur, semua semangat. Ada yang semangat berharap boat kami datang, ada yang
semangat melanjutkan berjalan kaki kea rah selatan, ke Pororougat. Saya
semangat untuk kembali ke Sikakap dengan harapan ada yang mengevakuasi kami
segera. Terus terang badan terasa letih dan perut lapar.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
semalam di pagai selatan part 3.
biskuit, nasi bungkus dan humut kelapa
…Sementara, kameramen saya Cecep
Mahmud, berhasil berenang dengan satu tangan, sambil terus memegangi kamera
agar tidak basah. Sungai terlewati, jalan kaki dilanjutkan kembali….
Sebelumnya saat menyebrang salah seorang
anggota SAR, dr. Rizal dari PTI nyaris terbawa ombak di muara sungai. Untunglah
tim yang lain,(kalau tidak salah, Pak Dedy, security PTI) dengan cekatan
berenang dan menarik Dr. Rizal. Dan seluruh tim pun selamat tiba di seberang
sungai. Semua peralatan kami basah, untung kamera PD 170 yang di bawa Cecep,
masih bisa di operasikan, walaupun sebagian LCD nya sudah menghitam terkena
air.
Tapi iPod kesayangan saya rusak,
terisi penuh air laut .
Setelah beberapa menit beristirahat
di seberang, kami kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Cuaca masih tak
menentu, panas - terik, kemudian mendadak mendung, badai dan hujan. Sementara
kulit mulai perih, terutama kulit muka. Sedangkan kaki sudah mulai lecet,
maklum saya hanya menggunakan sandal gunung dan celana pendek.
Hari sudah semakin sore, pukul empat
lebih, kami berhenti sejenak, tepat nya di daerah sapiren yang berdekatan
dengan daerah montei. Kepala rombongan Pak Erick memutuskan untuk bermalam di
lokasi ini. Kenapa di tempat ini di putuskan bermalam? Karena pantai nya cukup
landai, cukup memungkinkan bagi long boat untuk merapat. (tapi ternyata
tidak..)
Setelah berhenti, saya sempat
berbicara dengan kepala rombongan, ada baiknya kita melapor posisi dan minta di
evakuasi besok. Karena kondisi logistik yang tidak memungkinkan, dan kita juga
tidak memiliki tenda. Namun kepala rombongan mengatakan, tidak perlu, karena
kondisi kita masih aman, dan kita tidak kehilangan kontak dengan pihak luar.
Memang benar, tapi dengan kondisi fisik sudah lelah, makanan terbatas, dan
menjelang gelap, paling tidak saya harus memberitahu kantor, posisi saya
sekarang.
Berangkat dari Jakarta, kami di
bekali sebuah telepon satelit. Saat itu juga saya ambil telepon satelit dari
dalam tas dan mulai menyalakan telepon. Susah memang, tapi tak berapa lama,
telepon satelait saya mendapatkan signal.
Yang pertama saya telepon adalah
teman saya,temmy Saya sengaja tidak menelepon keluarga, agar mereka tidak
panik. kepada temmy, saya beritahu kondisi terakhir kami yang sudah berjalan
kaki kurang lebih 5 jam, minim logisitik, serta memberitahu koordinat lokasi
terkahir saya.
Setelah itu saya menelepon kantor,
produser Angghi Mulya Makmur. Hal yang sama saya sampaikan kepada angghi. Ia
langsung mencari posisi saya melalui titik koordinat GPS yang kami berikan.
Koordinat terakhir :
South 02 derajat 59 menit 43,9 detik
East 100 derajat 11 menit 51 detik
Dari titik koordinat inilah kemudian
Angghi mencari tahu posisi kami, ternyata berada di tengah pulau pagai selatan
bagian barat, dan berhadapan dengan samudera hindia.
Kondisi baterai telepon satelit
tinggal dua trip, saya masih berkomunikasi dengan beberapa teman, untuk
menjelaskan posisi dan kondisi. Hingga akhirnya baterai telepon habis.
Kembali ke pantai…
bibir pantai tempat kami bermalam
cukup porak poranda setelah dihantam tsunami. Sambil melemparkan pandangan
kesekeliling, saya mencoba mencari, siapa tahu ada tanda tanda kehidupan
penduduk sekitar. Tapi nihil. Di hadapan saya, lautan lepas samudera hindia,
sementara itu di belakang saya, hutan. Banyak patahan pohon pohon tumbang,
daratan tergerus setinggi setengah meter.
Lagi lagi saya memuji indahnya ombak
mentawai dan pemandangan di sekeliling saya, meski sebagian hancur. Tapi moment
menikmati indahnya alam mentawai terusik dengan hawa dingin dan angin yang
mulai menyapa. Baju basah, celana basah, tanpa jaket, ditambah angin pantai,
wuihh lumayan rasanya. Perutpun mulai lapar.
Saya masih terus mengenakan pelampung
untuk menahan angin mengenai tubuh, lumayanlah. Rombongan tim sar mulai mencari
kayu untuk dibakar, agak sulit memang mencari kayu yang kering, karena hujan
baru saja berhenti.
Saat yang lain mencari kayu, saya
turun ke bibir pantai, mas putu dari PTI tengah mengumpulkan daun kelapa. (
Oiya obrolan pertama saya denga bli Putu ini terjadi ketika merapat pertama
kali di malakopak. Saat turun dari boat, dia melihat cincin yang saya pakai,
berlambang Tuhan bagi umat hindu bali, ongkare, pemberian seorang teman).
Saya memperhatikan bli Putu menyusun
daun kelapa hingga berbentuk seperti atap rumbia. Dia mengajarkan, menyusun
daun kelapa, empat lembar dan diberi jarak satu lembar. Lembaran kedua daun
kelapa di selipkan ke lembaran pertama, seperti membuat ketupat. Lima belas
menit kemudian, kami pun memiliki atap.
Sedangkan yang lain mencari kayu
panjang untuk di jadikan pondasi bagi atap daun kelapa. Ternyata mereka sedang
membuat bivac. Tidak terlalu besar memang, tapi cukup untuk 6 sampai 7 orang.
Menjelang malam perut sudah tidak
bisa di ajak kompromi. Pengalaman di hari kedua di sikakap, kami ke pagai utara
tanpa membawa bekal. Saat berangkat ke pagai selatan ini, kami sempat membeli 2
bungkus biskuit untuk bekal dan 5 botol air mineral.
Jelang gelap, beberapa tim sar mulai
mencari batang kelapa yang tumbang di sekitar pantai. Sedangkan yang lain
mengumpulkan semua perbekalan yang di bawa, untuk kemudian dimakan bersama
sama. Alhasil, 4 bungkus biskuit dan 4 bungkus nasi. Salah seorang dari
rombongan tim sar ada yang membawa perbekalan di ransel mereka. Makanan sudah
terkumpul untuk 28 orang. Cukup? Yaah, cukuplah untuk ganjel perut hehe..
Tim SAR yang menyisir pantai,
akhirnya menemukan batang kelapa yang tumbang. Mereka mulai menebas dan
memotong motong batang kelapa tersebut. Saya sempat bingung, ketika mereka
mengatakan, bahwa batang kelapa ini untuk tambahan makanan.
Mereka memang SAR yang berpengalaman
di bidangnya. Saya baru tahu kalau bagian dalam pucuk batang kelapa yang masih
muda,bisa dimakan. Disebut humut kelapa, warna nya putih, mengandung banyak
air, persis seperti bengkuang. Saya ikut mencicipi, manis terasa.
Sambil mempersiapkan makan malam,
rekan saya Cecep masih sempat mengabadikan gambar menggunakan kamera kami yang
nyari rusak. Namun hanya beberapa menit, kamera tersebut mati total. Yah,
akhirnya pengambilan gambar selanjutnya saya lakukan dengan menggunakan telepon
genggam saya, yang kebetulan masih ada baterainya sedikit.
Suasana masih cukup terang, menjelang
magrib, kami berkumpul untuk makan bersama. Empat bungkus biskuit, empat
bungkus nasi, di makan 28 orang. Gelombang pertama dapat dua sampai tiga suap,
gelombang ke dua juga demikian. Lauknya telur balado dan ikan teri. Telur
balado nya sudah mulai asam, dibungkus dari pagi. Tapi semua makanan hari itu
terasa nikmat dan sangat enak, ditengah tengah perut yang kelaparan hehe…
Kebersamaan yang kami rasakan disana,
sama sama sedikit dan sama sama setengah kenyang hehe.. Pada saat itu, saya
menyesali, bahwa pernah menyisakan makanan sebelumnya. Yang sedikit terasa
sangat berharga. (lesson no.4 jangan pernah membuang buang makanan atau makan
bersisa, karena anda akan membayangkannya di saat kelaparan dan tak cukup
makanan :p).
Selesai makan, perut masih lapar,
beberapa orang lari ke pantai, mereka mencari apa saja yang masih bisa di
makan. Ada yang dapat kepiting, ada yang dapat seekor cumi sebesar ibu jari,
ada yang dapat kerang, dan ada yang menemukan kelapa. Kami berkumpul di dekat
api unggun. Kelapa di bakar ditengah api unggun. Cumi di tusuk keranting kayu,
kemudian di bakar.
Melihat cumi mentah, saya tidak
tertarik, meski perut masih lapar. Saat cumi tersebut dibakar, saya masih tidak
tertarik, terlihat masih basah, dan perut makin keroncongan hehe.
Saat cumi selesai dibakar, yang punya
langsung menawarkan, “ Mau mba?. Enak lho ini, cumi bakar. Sama seperti yang
direstoran Sea Food di Jakarta”, katanya sambil tertawa. Pertama saya tidak
tertarik, tapi kok dia makan kayaknya enak ya hehehe. Dan…akhirnya saya
mencipipi cumi bakar mentawai, wow,,,mengejutkan, enak lho rasanya…hahaha. Apa
karena saya laper…? (Anyway..thanks cuminya, ga amis,mungkin resto2 sea food
bisa mencontoh cara masak seperti ini, biar ga amis hihi…).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar