Minggu, 24 Agustus 2014

ARTIKEL 2 SUDAH DI PRINT



XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Saturday, May 3, 2008
DEMO HARDIKNAS DAN PEMUDA INDONESIA
Masih ingat lagu hymne guru?Liriknya kira-kira begini…”Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru. Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku…” Pertanyaannya apakah dengan menghidupkan nama sang guru akan mampu memberi makan dan meningkatkan mutu kehidupan sang guru tersebut?

Tidak ada salahnya berbuat mulia, atau meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa. Hanya saja diakui atau tidak, apapun didunia ini ujung-ujungnya masalah perut juga. Hanya saja kadarnya yang menjadi pembeda apakah seseorang masih mulia atau tamak. Namun melihat nasib guru sekarang, apa iya kita hanya mempersembahkan hymne tentang kemuliaan tugas mereka saja?

Hari pendidikan nasional tahun ini memang menakjubkan bagi yang mengikuti. Dalam satu hari aku menyerap informasi tentang Gubernur Jakarta, Prijanto yang kebingungan mendapati upacara peringatan HARDIKNAS ternyata tidak dihadiri oleh satu orangpun siswa, hanya karyawan dan para guru saja. Siang harinya, ratusan pelajar berdemonstrasi didepan Istana Negara Jakarta untuk menyuarakan kritisnya kesehatan dunia pendidikan kita. Apakah para pelajar kita sekarang lebih suka ikut demonstrasi dari pada upacara ya?

Melihat pesertanya yang terdiri dari yang berseragam sekolah dasar sampai pakaian bebas alias mahasiswa, iseng, timbul pertanyaan apakah mereka memang merasa dizalimi oleh pemerintah sampai harus demo segala. Seorang anak SMP yang aku tanya menjawab dengan demokratis, bak calon gubernur dan wakil gubernur yang sedang ditanya visi misinya jika terpilih nanti. Bahwa keadaan sekolahnya menyebabkan ia ikut barisan berdemo siang itu. Terlalu banyak pungutan liar plus biaya sekolah yang tinggi serta plus plus lainnya. Tapi anak itu adalah yang ditunjuk oleh para senior pelajarnya untuk berbicara kepada wartawan, yang lainnya memilih diam atau bilang ‘ga tau mbak’ saat ditanya kenapa ikut berdemo. Yang lebih paralagi, meskipun telah didaulat untuk memberikan jawaban demokratis bagi wartawan iseng seperti saya, seorang anak yang mengenakan seragam SD ternyata masih tetap lupa corat-coret jawaban yang harus dia jawab jika ada yang bertanya kenapa ia ikut berdemo.

Memandang ratusan anak-anak usia sekolah yang sedang berdemo ini, aku berfikir apakah ini satu-satunya jalan? Jika saja mereka yang saat ini sedang berada dibawah teriknya matahari melakukan sesuatu secara bersama-sama daripada hanya berteriak, mungkin mereka sudah memulai suatu perubahan. Lebih sadar untuk melakukan sesuatu secara pribadi dan kelompok, untuk suatu perubahan kecil. Seperti sapu lidi, satu lidi tidak akan mampu membersihkan lantai. Namun jika banyak… apapun bisa dibersihkan//

Apa gunanya mengajak anak-anak ini kejalan? Berdemo? Bukankah yang tua seharusnya bisa memberikan contoh yang lebih baik? Memberi les gratis buat para ‘adik’nya? Menyusun buku panduan belajar gratis untuk mengurangi konsusi buku pelajaran yang semakin mahal dan menguras kantung? Mengajari mereka untuk lebih perduli pada bidang social dan bekerja untuk orang banyak? Entahlah… Jika pemerintah sudah tidak perduli, bukakah saatnya untuk meninggalkan impian diperhatikan pemerintah dan mencari jalan keluar sendiri?

Setelah menikmati riuhnya demo hari pendidikan nasional, malamnya aku kembali bersua dengan anak-anak didunia lainnya. Mereka begitu rapi terawat, dengan make up penuh dan wangi tentunya. Sebuah pertunjukkan teatrikal tentang betapa beragamnya budaya Indonesia dan betapa pemuda pemudi kita begitu mencintai negara ini. Di layar berukuran raksasa yang dipasang dikiri kanan panggung, aku bisa melihat dengan jelas kalau anak-anak ini bahkan tidak bisa menghapal lagu nasional dan kebangsaan yang seingatku dulu harus aku hapal sewaktu aku SD. Mereka dalam usia sekolah menengah pertama dan atas, saat aku seusia mereka aku bahkan tahu not not musik lagu-lagu tersebut karena harus memainkannya setiap peringatan hari nasional.

Tiba-tiba perasaan itu datang, beberapa tahun yang lalu aku menjadi duta pemuda diprovinsiku berasal. Waktu itu rasanya begitu membanggakan. Namun jika aku harus mewakili pemuda pemudi seperti ini, seharusnya aku malu. Tentu saja aku menang, rasa nasionalisme seperti inilah yang aku kalahkan waktu itu!!!

Berhenti berharap, mulailah dari diri sendiri. Jika kau menyerah, jangan salahkan orang lain karena engkau menyerah…

KASIHAN SUMPAH PEMUDA…
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX


dwi anggia and the world in the mirror
share everything you get with love, you'll get everything full of love..
Blog saya
dwi anggia and the world in the mirror
Blog yang Saya Ikuti
dwi anggia and the world in the mirror
INILAH DUNIAKU..KARENA INILAH HIDUPKU
RUMAH_BAMBOE KENDARI
Tentang saya

Lokasi dunia cermin, Indonesia
Perkenalkan Diri Anda           i love
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

MINGGU, 03 AGUSTUS 2014
Cinta Maria dan Abdu

Sepuluh menit lebih, keduanya hanya diam saling menatap.  Orang orang yang datang hampir tak terlihat sama sekali oleh keduanya. Karena sepasang mata yang ada, saling beradu, bercumbu, membelai dan saling mengusap air mata.


" Nona, ini pesanan anda", seru pelayan restoran itu sambil meletakkan sebuah piring dihadapan Maria.
" Terimakasih", balas Maria.

Itulah kata pertama dari 30 menit lalu, setelah mereka memesan makanan.

Dari sudut mata, Maria bisa menyaksikan pelayan tersebut bergerak menjauh.  Dua bola matanya yang indah, masih beradu pandang dengan mata indah lain. Mata yang biasanya ia tatap dengan penuh rasa percaya, tanpa ketakutan, penuh harapan sekaligus gundah. Mata yang selalu menatapnya dengan penuh cinta, kemesraan dan tanpa batas.

" Abdu, sepertinya kita tidak punya pilihan lain". Kalimat Maria mengejutkan si pemilik mata indah itu.
***
Cinta yang sedari awal dimiliki sepasang insan ini memang bukan cinta mudah. Sedari awal keduanya menyadari, betapa besar dan tebal tembok yang ada dihadapan mereka. Tapi kepercayaan akan kekuatan cintalah yang membuat mereka bertahan, yakin dan menikmati bahagia. Namun kemudian berujung nestapa.

Nestapa?. Ya, nestapa. Entah jika ada kata lain yang bisa menggambarkan betapa hancurnya perasaan kedua mahkluk ini.
***
Keduanya masih saling berpandangan disudut restoran yang sepi itu. Kali ini dua pasang mata indah itu penuh dengan air mata. Air mata yang mengalir tanpa suara, namun panas luar biasa terasa di tenggorokan, ribuan ton batu terasa menghantam di dada. Seketika jantung seolah berhenti memompa aliran darah ke sekujur tubuh. Tangan gadis itu seolah mati rasa. Ia tak bisa merasakan setiap ujung jarinya.

Entah apa yang dirasakan Abdu, kekasih hati yang ada dihadapannya itu. Ia tak pernah tahu. Namun yang kasat mata, ia melihat mata indah Abdu dialiri air, seolah tak bisa berhenti. Hidung mancung Abdu terlihat begitu merah, diantara wajah putihnya. Dari mata ia membaca, nestapa yang sama seperti yang ia rasakan, ada pada Abdu.
***
Tak satupun makanan yang terhidang disentuh kedua pasang kekasih itu. Terang saja. Bagaimana mungkin bisa menelan saat ia dihadapkan pada kehilangan separuh jiwa?. Belahan jiwa yang ia yakini akan membuatnya bahagia. Namun seketika ternyata itu hanyalah ilusi.  Yang nyata adalah dua insan yang terpisahkan, atas nama prinsip.
***
Siang itupun berakhir dengan sebuah keputusan berat yang harus diambil keduanya. Maria dan Abdu, memutuskan mengakhiri hubungan mereka, karena tak ada jalan yang bisa ditempuh, yang terbaik bagi mereka berdua.
***
Tangis keduanya baru pecah, saat Abdu mengiri Maria ke dalam mobilnya. Sebuah ciuman perpisahan, seolah tak bisa berhenti untuk mengakhiri air mata mereka. Abdu menggenggam erat tangan Maria. Perlahan ia menciumi tangan yang selama ini selalu ada digenggamannya, dan segera akan pergi. Tatapan mata itu masih sama.

" Aku tidak bisa melepasmu", bisik Abdu sambi terisak.

Maria hanya bisa membalas dengan air mata yang semakin deras.
Tak ada satu katapun yang bisa ia ucapkan. Ada beribu kata cinta yang tertahan dan harus ia tahan ditenggorokanya.
Ada perih yang luar biasa di dadanya, membayangkan kehilangan Abdu. Cintanya, tangisnya dan juga tawanya selama ini.
***
Tangan Abdu masih menempel erat di leher Maria. Keduanya hanya bisa saling tertunduk dan merasakan aliran nafas masing masing. Ini adalah ciuman terakhir yang akan menyisakan luka dalam baginya.
***
Keduanya sadar, masa ini akan datang, cepat atau lambat. Sedari awal keduanya tahu, bahwa hubungan mereka akan berakhir dengan air mata nestapa. Kisah cinta yang tak sesuai dengan cinta kebanyakan manusia. Kisah cinta yang tertulis salah dalam sejumlah norma. Kisah cinta yang adam dan hawa sekalipun tak akan rasakan. Cinta yang bagaimana? Cinta Maria dan Abdu, cinta yang bicara tanpa kata, cinta yang mendengar tanpa suara, cinta yang hanya dengan saling tatap maka terjawablah semua tanya.
***
Abdu menghilang dibalik jalanan. Maria memacu kendaraannya dengan tatapan mata kosong. Sejuta bayangan berkelebat dipikirannya. Awal mereka jumpa. Senyuman itu. Tatapan itu. Percakapan yang berlangsung berjam jam, tanpa sempat kehabisan kata. Bagaikan pertemuan dua orang kawan lama yang terpisah ruang waktu, hanya tawa dan canda. Tak satupun pertikaian yang terangkai dalam hubungan mereka. Setiap pertemuan yang berkakhir dengan harapan bertemu kembali, karena satu malam terlalu lama dan membuahkan jutaan rindu bagi keduanya di keesokan hari.
Bayangan ini yang terus berputar bagaikan kaset kusut di benak Maria. Saat itu ia tahu, bahwa ia akan terluka cukup lama. Saat itu ia tahu, bahwa seonggok hati telah berubah menjadi puing, dimana pecahannya terbawa separuh bersama Abdu, cintanya, hidupnya dan matinya.
***
Maria, kau akan selalu menempati hatiku. Aku tidak pernah mencintai wanita seperti aku mencintai mu, saat ini dan nanti. Kau adalah kenyataan terindah yang pernah aku alami sepanjang aku bernafas. Dan aku ingin kenyataan indah inilah yang menemaniku hingga tua nanti. Di rumah kita, dipinggir deburan ombak, kau dan aku menyaksikan cucu cucu kita bermain diiringi kicauan burung, dihamparan pasir putih. Di rumah dimana aku akan memijat kaki keriputmu dan kau akan mengusap rambut putihku.

Abdu-mu.

Posted by dwi anggia at Minggu, Agustus 03, 2014
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

JUMAT, 01 AGUSTUS 2014
Maria dan sajadahnya

Semua yang berawal, pasti akan berakhir.  Semua yang mencari, pasti akan menemukan. Atau ditemukan. Atau bertemu. Terkadang sepi terasa. Melihat sekeliling yang teramat ramai. Hingar bingar dengan kebahagiaan mereka masing masing. Gadis manis itu hanya bisa mengamati sekelilingnya. Menyaksikan orang orang tertawa.
Sementara jauh di lubuk hatinya, sebuah luka terasa sangat dalam. Luka karena pencarian yang tak berakhir. Luka karena penyeselan membiarkan waktu meninggalkannya tanpa makna. Luka karena menghianati hati dan menyia nyiakan hatinya. Luka yang sudah sangat jelas tidak bisa diperbaiki. Karena luka terkait waktu.
Tapi jauh di sudut hati terdalam, meski sangat kecil, ia memaksakan lilin pengharapan terus menyala. Meski dengan sumbu yang semakin pendek dengan api yang membakar luar biasa.
Ia sekali lagi hanya bisa tertegun, memutar kembali isi kepalanya, isi hatinya, dan segala kenangan yang muncul silih berganti. Pelan pelan terucap kata yang ia sendiri sadar, tak perlu diucapkan.
"seandainya… andai saja.. jikalau… ahh mengapa…"
Kata kata yang ia sendiri sadar, tidak akan berguna banyak untuk merubah segalanya.
Pelan pelan ia mencoba membawa dirinya ke jalan yang kebanyakan orang menyebutnya ,"jalan lurus, jalan yang benar".
***
Suatu malam dari malam malam yang sama. Maria namanya. Masih dengan luka yang sama. Dengan penyesalan yang sama. Kali ini ia mencoba menghadap Tuhannya. Perlahan ia basuh kedua tangannya, hingga berakhir dengan kedua kaki. Sajadah yang lama terlipat, akhirnya disentuh kembali. Ada rasa rindu, ada rasa takut dan ada rasa bersalah. Rindu karena lama tak mengadu pada Tuhan. Takut, apakah masih akan didengarkan keluhnya. Salah, atas apa yang telah dilakukan sepanjang hidupnya.

***
Arghh…. Kesal, bosan dengan apa yang dihadapinya terus menerus. Dengan orang orang yang merongrongnya setiap saat. Yang ia inginkan hanya sendiri. Terkadang sendiri. Terkadang. Maria memang menyadari keegoisannya. Ini jugalah buah yang sedang ia rasakan saat ini. Kerusakan akibat perbuatannya sendiri. Kini ia harus memperbaikinya satu per satu. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Bagaimana memperbaiki hati orang yang terluka. Karena kata?

***
Telfon genggamnya kembali berbunyi. Tak kurang dari satu jam, tiga kali telponnya berbunyi. Dengan berat hati ia mengangkat. Ia memang terlihat jenuh, ingin menyendiri. Tapi kali ini ia menyadari, tak ingin melukai banyak orang lagi.
***
"………Arggggghhhhhh……!!!!".

***
Kembali lari pada sajadah usang. Maria bersujud, menenangkan hati. Berharap didengarkan Tuhannya. Mengadu mencari jawab. Sejenak dia tersentak. Seolah ada yang mendengarkan suara hatinya. Tapi ia sendiri bingung, apakah nyata yang didengarnya.

***
Hening. Maria bahkan bisa mendengar detak jantung dan darah yang mengalir saat ia sujud.

 by: dwi anggia

Posted by dwi anggia at Jumat, Agustus 01, 2014
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Duka dari tanah Syuhada
Duka dari tanah Syuhada.
Mereka yg tak pernah menyesali terlahir di dunia yg penuh darah dan air mata.
Mereka yg selalu bersyukur ketika ditanya kabar.
Mereka yg selalu terbangun diiringi ledakan.
Mereka yg selalu menyapa hangat setiap yg datang.
Tak satu keluh pun terlontar.
Mati adalah kehormatan, karena mencintai sang Khalik.
Mereka yg tak gentar ketika rudal para kafir menghantam.
Karena mereka yakin, akan kekuatan dan senjata mematikan yg mereka miliki lebih dashyat dari rudal para kafir sekalipun.
Kekuatan mereka adalah kecintaan pada Allah SWT,
Dan semangat mereka adalah setiap ayat suci Alquran yg di lafazkan.
Nyawa yg hilang adalah Sahid.
Raga yg diculik adalah mujahid.
Bagi mereka saudara kita di Palestina.

#prayforGaza
#freePalestine
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Mencari Jawaban
Mencari jawaban. Sampai saat ini belum bisa bertemu orang yang bisa membantu menjelaskan kepadaku, mengenai campur tangan Tuhan dalam kehidupan manusia. Ada sejuta pertanyaan yang muncul. Mulai dari menciptakan manusia, agama dan dunia. Mengapa manusia diciptakan berbeda? Mengapa Tuhan menyediakan banyak agama. Mengapa manusia dikotakan pada agama?.
Mengapa Tuhan mempertemukan kita dengan cinta yang tidak mungkin dimiliki? . Mengapa cinta harus dikalahkan oleh agama?. Mengapa kesempatan bahagia harus hilang oleh perbedaan agama?.
Saya sendiri tidak tahu apakah saya cinta dengan pasangan saya yang terakhir ini. Tapi begitu kami duduk berdua, dan berbicara diselingi airmata, bahwa ini tidak mungkin, adalah sesuatu yang menghancurka hati. Bagaikan bocah 5 tahun yang tengah asik bermain dengan mainan kesayangannya, lalu tiba tiba saja mainan itu direnggut oleh orang lain. Menangis meraun raung. Mungkin kamu dulu dimasa kecil pernah merasakan hal yang sama.
Tapi tidaklah pas rasanya menganalogikan pasangan dengan mainan hehehe.
Tapi setidaknya itu yang bisa saya sampaikan untuk menggambarkan perasaan saat itu.
eh.. sebentar, ini pukul 10.04 pm tapi tiba tiba ada ayam berkokok sayup sayup terdengar di kejauhan.
Malam ini saya di kamar, dengan jendela terbuka, angin malam terasa begitu menyejukan. Paling tidak, bisa membantu mengeringkan luka yang menganga.
Kembali ke bahasan awal, mengenai cinta dan agama.
Singkat kata kami harus berpisah.Kata menghibur bertubi tubi datang. Bagi saya seolah terdengar seperti pembenaran, atau bahkan terdengar hanya sekedar untuk membesarkan hati yang ciut.
Tapi apapun itu, terimakasih untuk  mereka, kamu dan kamu.
Lalu siapa yang bisa menjawab jutaan pertanyaan saya?. Haruskah malam ini saya tidur dengan jutaan pertanyaan dibenak? Dan bangun dengan pertanyaan yang sama masih bergelayut?.
Entah.
Posted by dwi anggia at Senin, Mei 05, 2014
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Mencari Jawaban
Mencari jawaban. Sampai saat ini belum bisa bertemu orang yang bisa membantu menjelaskan kepadaku, mengenai campur tangan Tuhan dalam kehidupan manusia. Ada sejuta pertanyaan yang muncul. Mulai dari menciptakan manusia, agama dan dunia. Mengapa manusia diciptakan berbeda? Mengapa Tuhan menyediakan banyak agama. Mengapa manusia dikotakan pada agama?.
Mengapa Tuhan mempertemukan kita dengan cinta yang tidak mungkin dimiliki? . Mengapa cinta harus dikalahkan oleh agama?. Mengapa kesempatan bahagia harus hilang oleh perbedaan agama?.
Saya sendiri tidak tahu apakah saya cinta dengan pasangan saya yang terakhir ini. Tapi begitu kami duduk berdua, dan berbicara diselingi airmata, bahwa ini tidak mungkin, adalah sesuatu yang menghancurka hati. Bagaikan bocah 5 tahun yang tengah asik bermain dengan mainan kesayangannya, lalu tiba tiba saja mainan itu direnggut oleh orang lain. Menangis meraun raung. Mungkin kamu dulu dimasa kecil pernah merasakan hal yang sama.
Tapi tidaklah pas rasanya menganalogikan pasangan dengan mainan hehehe.
Tapi setidaknya itu yang bisa saya sampaikan untuk menggambarkan perasaan saat itu.
eh.. sebentar, ini pukul 10.04 pm tapi tiba tiba ada ayam berkokok sayup sayup terdengar di kejauhan.
Malam ini saya di kamar, dengan jendela terbuka, angin malam terasa begitu menyejukan. Paling tidak, bisa membantu mengeringkan luka yang menganga.
Kembali ke bahasan awal, mengenai cinta dan agama.
Singkat kata kami harus berpisah.Kata menghibur bertubi tubi datang. Bagi saya seolah terdengar seperti pembenaran, atau bahkan terdengar hanya sekedar untuk membesarkan hati yang ciut.
Tapi apapun itu, terimakasih untuk  mereka, kamu dan kamu.
Lalu siapa yang bisa menjawab jutaan pertanyaan saya?. Haruskah malam ini saya tidur dengan jutaan pertanyaan dibenak? Dan bangun dengan pertanyaan yang sama masih bergelayut?.
Entah.
Posted by dwi anggia at Senin, Mei 05, 2014
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Monolog
Pernah merasakan tidak tenang, gusar, bingung, linglung dan tak memiliki pegangan?. Mungkin semua orang pernah merasakan hal tersebut. Mungkin bagi mereka yang kuat iman, akan mengalihkannya dengan berdoa, berkomunikasi dengan Tuhannya masing masing. Mungkin bagi yang tak seberapa kuat iman, dalam arti kata mencari keberadaan Tuhan, menjadi bingung dalam kesendirian.
Apapun itu bebaslah. Saya berada dititik yang tidak jelas, bingung dan gusar. Apa sebenarnya yang dituliskan untuk hidup saya. Apa yang anda lihat dalam hidup orang lain?. Mungkin tanpa sadar terucap, "wah enak sekali menjadi dia". Atau. " ya iyalah hidupnya begitu". Coba jujur dulu pada diri sendiri. Pernah mengalami hal yang demikian?.
Jalannya adalah mencari pembimbing hidup. Apapun itu, entah agama, entah manusia. Idealnya sih agama. Tapi sangat gampang memang mengatakan yang ideal-ideal, yang sulit adalah mengimplentasikan yang ideal-ideal tersebut. Coba sekali lagi jujur pada diri anda. Seberapa banyak anda mengimplentasikan yang ideal-ideal?. Entah itu menurut norma sosial atau agama.
Bingung? Sama. Tenang saja, anda tidak sendiri.
Lalu bagaimana?
Tulisan ini terhenti disini, anda lanjutkan sendiri. Karena saya akan masuk ke dunia nyata dulu.

Yang bisa saya bilang, menulis membantu mencairkan semua beban yang tadinya padat. Cair menjadi mudah mengalir, entah mengalir keluar, atau mengalir masuk ke dalam pembuluh darah. Kalau keluar, mungkin anda akan merasa ringan. Lalu bagaimana kalau kedalam?. Akan menjadi racun yang masuk ke pembuluh darah.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
SABTU, 03 MEI 2014
yang tak pernah habis dibahas
Aku terus s berjalan tanpa henti mencari cinta. Kalimat ini mungkin pernah terlontar di setiap benak manusia. Hakekat cinta itu apa, pada setiap orang pasti berbeda.
Aku belajar mencintai. Segala macam cinta. Cinta akar bahagia dan duka.
Cintaku tak pernah memiliki. Cinta terlarang, 3 ikatan yang membuatku luka.
Tapi dari ketiganya, aku belajar Mengerti, sakit dan bahagianya cinta.
Cinta yang sesungguhnya.
Jika dulu aku hanya mendengar pujangga berkata " cinta tak harus memiliki" sebagai bahasa yang klise.
Tapi kini aku Mengerti dengan sebenarnya. Bahwa memang ada cinta yang demikian.
Cinta yang melambungkan ku ke langit ketujuh. Ke tempat terindah. Ke tempat dimana waktu seolah berhenti. Ketempat dimana malam dan siang tak berarti. Ketempat dimana lapar seketika tak terasa. Ketempat dimana sayatan bagai kecupan.
Ketempat dimana hanya ada aku dan dia.
Itulah tempat tertinggi dalam mahacinta.
Ketempat dimana aku tak mengenal luka dan airmata.
Tapi cinta juga yang membenamkanku ke tempat terdalam, tergelap, terkelam. Tempat dimana waktu seolah lama berganti. Tempat dimana airmata mengalir tanpa suara. Tempat yang menyesakkan dada,dimana aku hanya ingin kematian. Tempat dimana aku kehilangan kepercayaan pada manusia. Tempat dimana aku mempertanyakan kasih sayang Tuhan. Tempat yang membuatku menutup rapat seluruh pintu cahaya.
Tapi aku juga tak lupa, cinta mengajarku untuk bangkit lagi. Cinta mengajarku mengenal ikhlas. Cinta memberi tahu aku untuk terus bernafas meski sakit meski luka.
Tapi cinta..aku membunuh cinta, ah cinta.
Cinta itu bagai malaikat dan iblis.
Keduanya akan mendekati kita.
Aku tak tahu harus bagaimana.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
SELASA, 21 JANUARI 2014
Surat dari pengungsi Sinabung untuk Bu Ani Yudhoyono

Hari ini lumayan lelah. Setibanya di rumah, saya langsung membuka laptop, sambil memantau informasi yang beredar di sejumlah media. Kebetulan nemulah ini surat terbuka...Baca sebentar yuk...

 20/01/2014 07:54:39
: Tim Redaksi Nabawia
Surat Terbuka

Instagram untuk Ani Yudhoyono dari Vita Sinaga-Hutagalung Korban Sinabung
Yth. Ibu Ani Yudhoyono, nama sahaya Vita Sinaga-Hutagalung, satu dari puluhan ribu korban letusan Gunung Sinabung yang letaknya di Sumatera, bukan di Jogjakarta atau Magelang. Sahaya ingin sekali menuliskan dan melukiskan Sinabung lewat jepreten tustel seperti Ibu Ani lewat telegram, eh, Instagram. Atau melukiskan keindahan derita Sinabung dengan mengabadikan jepretan kamera dan menampilkan di Instagram. Namun, apa daya. Kami para pengungsi tak memiliki apa-apa lagi.
Ibu Ani yang cantik jelita bulat mukanya, surat ini sahaya tuliskan menjelang kedatangan Bapak Susilo Bambang Yudhonono - suami dan presiden Ibu Ani ke Tanah Karo. Sahaya dengar dan yakin Ibu Ani sangat berperan menentukan kebijakan negara Indonesia, sama halnya para koruptor yang selalu disetujui dan didukung oleh para isteri mereka. Sahaya dengar dari wartawan yang selalu datang ke mari selama enam bulan ini, bahwa Ibu Ani aktif sekali di dunia maya ya Ibu Ani. Kata para wartawan Ibu Ani hobby sekali main Instagram, Twitter dan Facebook.

Ibu Ani yang cantik bulat menarik hati, katanya Ibu bahkan senang sekali mengabadikan apapun. Bahkan bisa juga Ibu Ani ribet mengurus Instagram dan main tustel. Itu adalah aktivitas sangat positif sebagai Ibu Negara. Aktivitas Ibu Ani bermanfaat untuk bangsa dan negara Indonesia. Di situlah kedekatan rakyat sampah jelata dengan para pejabat dan istri pejabat tinggi yang menjulang ke langit ketujuh dapat terjembatani.

Ibu Ani, dengan aktivitas Ibu Ani di Istagram, maka kami sebagai korban Gunung Berapi Sinabung telah tertolong. Dengan melihat kebahagiaan Ibu Ani, Anissa Pohan - yang menjuluki Ibu Ani sebagai mertua terbaik di dunia dan akhirat, cucu-cucu yang cantik dan gagah menarik, Ibas yang berenang dengan baju mau menyelam padahal di kolam renang dangkal, lalu ke pantai dengan memakai batik resmi, itu pertunjukan yang mampu memberikan kebahagiaan buat kami.

Ibu Ani, kami para pengungsi tak membutuhkan apapun selain gambar-gambar di Instagram. Kami tak butuh tanah pertanian yang telah rusak untuk direhabilitasi. Kami tak butuh makanan. Kami tak butuh obat-obatan. Kami tak butuh selimut. Kami tak butuh pembalut wanita. Kami tak butuh pakaian. Kami tak butuh tempat tinggal karena tempat tinggal kami ya di 59 tempat pengungsian selama enam bulan ini. Kami pun tak butuh apa-apa selain melihat dan menonton foto-foto kebahagiaan Ibu Ani sekeluarga melalui Instagram. Instagram Ibu Ani adalah kebahagiaan kami.

Ibu Ani yang cantik jelita dengan muka bulat sempurna. Dari muka Ibu kami tahu Ibu adalah orang paling baik di Bumi, Langit dan Surga nanti. Untuk itu, kami sebagai warga negara merasa puas dan senang berbagi melihat kebahagiaan keluarga Ibu Ani. Sementara di pengungsian ini, kami selama enam bulan, merasakan kurang makan, kurang tidur, kurang nyaman dan kurang kebahagiaan - namun sekali lagi, melihat kebahagiaan keluarga Presiden RI, kami sudah kenyang dan berbahagia. Sudah selayaknya sahaya dan rakyat melayani pejabat dan orang besar serta penguasa. Maka, biarkanlah kami di Tanah Karo dan Sinabung menikmati pengorbanan sebagai hamba kepada penguasa.

Ibu Ani yang terhormat, bolehlah sahaya pesankan kepada Ibu agar memberi tahu Bapak Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhyono, suami Ibu yang besar badannya itu, untuk (1) jangan menetapkan bencana Sinabung sebagai bencana nasional, agar kami tak mendapatkan bantuan berskala nasional, (2) jangan kami diberi bantuan apapun karena kami bangsa Indonesia dan Batak akan pergi ke saudara-saudara kami untuk mencari kehidupan - itu yang banyak diperhatikan bahwa bangsa Batak memiliki kekuatan sendiri, (3) biarkan kami tetap di pengungsiaan selama-lamanya, (4) jangan Ibu Ani hentikan kegiatan main tustel, kamera standard professional seharga Rp 250 juta, untuk menampilkan foto-foto Ibu Ani, Annisa Pohan - anak koruptor bernama Aulia Pohan - dan juga cucu-cucu dan anak-anak tercinta, karena foto-foto Instagram Ibu Ani adalah kebahagiaan bagi kami semua: warga pengungsi yang tak memiliki apa-apa selain air mata.

Ibu Ani yang terhormat, demikian surat Instagram kami. Karena kami tak tahu Istagram itu apa maka mohon maaf yang sahaya tahu adalah telegram di kampung kami dulu. Sahaya pikir dengan menulis Instagram ini, yakni istagram tanpa foto karena tak memiliki tustel, maka pesan yang sahaya sampaikan rasanya sampai. Kami warga korban gunung berapi hanya membutuhkan gambar-gambar yang indah hasil jepretan Ibu Ani di Instagram. Kami di pengungisan sudah puas dan bahagia meskipun kami sakit, kurang makan, kurang pakain, tak memiliki tempat bekerja karena pertanian kami hancur, anak-anak mahasiswa kami sebanyak 25,000 terancam tak bisa bayar uang kuliah dan makan, namun itu semua tak penting. Yang penting kami menonton foto-foto Instagram Ibu Ani sekeluarga yang berbahagia. Itulah rentetan nestapa duka derita sengsara kami selama enam bulan letusan Gunung Sinabung paling dalam yang Ibu tak pernah pikirkan - sama dengan suamimu dan para menteri yang sibuk nyaleg lagi.

Salam bahagia ala saya Ibu Ani Yudhoyono yang cantik jelita bulat sempurna.
Penulis : Ninoy N Karundeng

*tulisan ini dimuat di kompasiana, namun sudah diremove berikut linknya: http://m.kompasiana.com/read/detail_comment/628903/2
Posted by dwi anggia at Selasa, Januari 21, 2014
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

KAMIS, 24 OKTOBER 2013
Cinta seharusnya tanpa mata? hanya rasa
Sayang. Tidak mudah untuk berpaling dari mu. I feel your pain I feel the same. Disepertiga malam ini aku merindukanmu. Maaf aku harus memilih cara seperti ini. Karena belajar untuk berhenti mencintaimu tidaklah mudah. Jika diperbolehkan untuk menghabiskan sisa hidupku bersama mu, maka itu tidaklah menjadi pilihan, tapi itulah satu satunya keputusan, bukan pilihan. Karena aku tidak akan menempatkan keputusan untuk hidup bersama mu menjadi pilihan. Itu adalah keputusan, bukan pilihan.
Memalingkan mata ku pada yang lain mungkin terlihat mudah bagimu. Tapi memaksa memalingkan hatiku darimu bagai menyayat luka dileher ku sendiri.
Bagai mencabut nyawaku perlahan. Sayang, jika aku memiliki kesempatan terlahir kembali, aku akan memilih untuk terlahir menjadi dia yang kelak bisa menyandingmu.
Menyandingmu tanpa harus menerima penolakan dari semua yang bernyawa.
Menyandingmu.
Sayang.. Sayang..
Dan sayang aku tidak bisa terlahir kembali.
 Sayang aku mati melihatmu terluka, disaat kau membayangkan bahwa aku tengah berbahagia dengan yang lain.
Pernahkah kalian tahu apa rasanya jika harus membunuh cinta pada yang tercinta? Padanya yang telah kau serahkan seluruh bahagia dan air mata?
Kita tehalang aturan hidup norma dan dosa.
Padahal cinta tak seharusnya berbatas dosa dan pahala, patut atau tidak serta elok atau tak elok.

Cinta harusnya tanpa mata, tanpa bentuk, tapi hidung, hanya rasa.
Seandainya cinta hanya sebatas rasa, maka malam ini dan setiap pagi kelak, wajahmulah hal pertama yang kulihat saat membuka mata.
Posted by dwi anggia at Kamis, Oktober 24, 2013
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
MINGGU, 23 JUNI 2013
Lagi Lagi Pikiran Kosong
****
Ada lobang hitam itu rasanya didadaku. Mungkin ini kata orang yang namanya dendam. Kadang aku juga merasa iri dengan teman sebangku ku. Cerita tentang makan malam keluarga. 
Tentunya dengan ayah dan ibu.
Ayah? Benda asing apa itu?
Mungkin aku punya, tapi tidak sama seperti Ayah yang mereka miliki. Seorang ayah dalam bayanganku adalah pahlawan bagi seorang anak laki laki dan cinta pertamanya anak perempuan. Mungkin. Mungkin.
Tapi dua duanya tidak ada dalam benak ini.
Ayah, aku tidak membencimu karena tak ada disaat saat yang seharusnya kau ada.
Aku juga tidak membencimu karena harus menjalani yang aku jalani sekarang, lantaran absen mu dimasa lalu.

Ayah, aku membersihkan pusara mu hari ini dengan bahagia, karena akhirnya menemukanmu.
Kesini ternyata pikiran kosong ini membawa ku.

Aku berjalan lagi menuju mobilku. Panas luar biasa terasa. Pendingin mobil pun tak terasa.
Sambil menarik nafas, kunyalakan mesin mobil. Menunggu, kemana lagi pikiran kosong ini akan membawaku.
****

Posted by dwi anggia at Minggu, Juni 23, 2013
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Pikiran Kosong
***
Hari ini aku terbangun dengan perasaan berkecamuk. Ada anak kecil tidur memelukku semalaman. Ini rasanya mungkin ya seorang ibu, atau bukan seperti ini?.  Tidur yang tak tenang semalaman. Tapi ada rasa dibutuhkan yang menyenangkan. Ada pula rasa melindungi yang aneh. Mungkin demikian yang dirasakan seorang ibu.
Ponakanku, bukan darah daging memang, tapi seolah ya rasanya.
Tak harus menjalani tugas pula mendidik dan membesarkan, hanya menyicipi dikala menyenangkannya seorang anak kecil. Tak mengikuti bagian yang menyebalkannya anak kecil. Mungkinkah seorang ibu merasakan seperti itu. Aku rasa tidak,

Hari semakin siang, aku beranjak dari kasur menuju kamar mandi. Malas terasa harus menuju kantor hari ini.

Tak lama aku sudah berada dibelakang stir mobil, menempuh jalan yang berbeda dari biasanya. Aku terkaget sebuah Metro Mini berhenti mendadak. Bunyi klakson panjang.
"Sial nih metro mini". Tanpa sadar, tangan ku masih di klakson mobil.
Seorang perempuan dipinggir jalan mengangkat alis. Mungkin klakson mobilku berisik.

Kupacu mobil lebih kencang, agar melewati Metro Mini sialan itu. Masih dengan pikiran menerawang, aku berhenti dilampu merah. Kini klakson mobil dibelakang ku yang mengagetkan, akupun buru buru belok kekanan.

Masih kosong pikiranku, jauh entah kemana, Mungkin sedang tak berpikir. Alam bawah sadarku membawa ke sebuah ATM.

" Selamat siang bu".
"Siang".
Ba bu ba bu.. dalam hatiku berkata, muka gw tua banget emangnya?

Lima ratus ribu cukup mungkin ya untuk pegangan hingga besok.

Aku buru buru turun tangga.

"Sudah bu?". Satpam yang sama menegur kembali. Aku balas dengan senyum kecut saja.

"Kaget gw, ibu lagi, setua apa sih muka gw". Sambil ngaca dimobil.

Dengan cepat mobil ku putar, keluar area ATM. Lima menit saja sudah berada dikantor. Turun dari mobil, panasnya luar biasa. Didalam kantor, suhunya dingin luar biasa.

"Hah kantor?....Dem, ngapain gw ke kantor. Ini kan hari minggu.

"Sebegitu kosongnya pikiran gw ya?".

Dengan pikiran kosong aku kembali ke mobil. Tarik nafas panjang, menunggu. Kemana pikiran kosong ini akan membawa ku lagi.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Surat Komite Etik KPK & Sprindik Anas

"Jangan takut kalau hanya dipanggil KPK. Kenapa harus takut dipanggil KPK. Takut itu kalau dipanggil Tuhan". Ini seloroh Sutan Bathoegana, diruang Make Up TvOne, Rabu 13 Maret 2013. Saat itu saya sedang persiapan untuk Program Meja Bundar, Bang Sutan kebetulan diundang di Kabar Petang. Kalimat ini keluar dari mulutnya begitu melihat saya. Memang, dua pekan lalu tepatnya Rabu 6 Maret 2013, saya memenuhi panggilan Komite Etik KPK terkait bocornya sprindik Anas Urbaningrum. Surat undangan dari KPK itu saya terima sehari sebelumnya. Selasa 5 Maret, seorang wanita dari sekretariat KPK menelpon saya dan menanyakan no.fax kantor, untuk mengirim undangan.

Apahal?. Masih tak jelas, sampai akhirnya saya terima sendiri fax dari KPK itu. Kurang lebih isinya meminta kehadiran saya ke Gedung KPK untuk mengkonfirmasi beberapa hal. Jadilah Rabu siang saya didampingi Wapemred TvOne, mendatangi gedung KPK. Tepat pukul satu, saya masuk keruang kerja salah satu pimpinan. Sudah ada didalamnya kelima anggota Komite Etik KPK serta dua orang notulen. Ada banyak detail yang tidak bisa saya sebutkan. Perbincangan siang itu sangat santai.Jauh dari yang ada dibenak saya, jika seseorang dipanggil oleh KPK. Namun enam jam itu sangat melelahkan. Saya juga harus akui sedikit menegangkan.

Baik...kita tinggalkan perkara pemeriksaan oleh Komite Etik KPK, yang menjadi penekanan saya disini adalah mengenai substansi. Ada banyak pertanyaan yang datang ke saya, terkait pemeriksaan ini. "Kenapa lo dipanggil?. Lo bocorin sprindik? Ah..ga mungkin Anggi dipanggil, salah kali. Siapa dia?". Beragam reaksi memang.

Saya hanya ingin menekankan, bahwa tidak ada info apapun, tidak ada bocoran surat atau draft sprindik yang salah peroleh dari internal KPK. Baik itu dari pimpinan ataupun dari pegawai KPK lainnya. Saya datang memenuhi panggilan Komite Etik KPK, menjalankan tugas sebagai warga negara yang baik,mungkin saya ada informasi atau klarifikasi yang bisa membantu penyelesaian masalah bocornya sprindik KPK. Sehingga Komite Etik bisa memperoleh informasi yang cukup untuk menghasilkan suatu putusan atau rekomendasi. Karena adalah nasib seseorang, nama baik seseorang dan kredibilitas seseorang yang dipertaruhkan disini. Sudah sewajarnya Komite Etik berhati hati dalam melakukan tugasnya.

Saya hanya menyayangkan sejumlah pihak yang langsung menyimpulkan atau men-justifikasi bahwa dengan hadirnya saya memenuhi panggilan Komite Etik KPK, berarti saya terlibat dalam pembocoran sprindik.

Masih ada banyak cerita yang menanti... :)
Terimakasih.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Surat Pembaca Untuk Majalah Tempo


Pengalaman buruk yang saya alami dengan Majalah Tempo. Sebelum saya tampilkan surat pembaca versi saya (yang tidak diedit Tempo), saya ingin menjelaskan sedikit kronologis munculnya surat protes saya pada majalah Tempo.
Pada Jumat 1 Maret 2013, saya ditelpon oleh redaktur Tempo, ia mengatakan akan membuat tulisan soal Anas Urbaningrum. Kebetulan saya mewawancarai Anas Urbaningrum, sebelum dan sesudah ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Redaktur Tempo ini kemudian menanyakan bagaimana kondisi saat dikediaman AU, saat saya mewawancarai di Duren Sawit.
Redaktur tersebut kemudian mulai bertanya perihal foto / (lukisan) Kiyai Ali Maksum yang dipajang sebagai latar belakang saat saya berdialog dengan Anas. Redaktur Tempo ini kemudian bertanya, apakah disetting demikian? .
Saya menjelaskan, bahwa untuk lokasi, memang kami, pihak TvOne yang memilih, sementara properti lainnya disediakan oleh tuan rumah. Posisi foto yang ada dibelakang Anas memang sudah disediakan begitu adanya. Saat wawancara pertama dengan Anas memang ada permintaan untuk meletakan lukisan sebagai latar, karena wawancara kami lakukan diluar ruangan, didekat Pendopo.
Sementara untuk wawancara saya yang kedua kalinya dengan AU (setelah berhenti menjabat Ketum PD), tidak ada permintaan dari AU memajang lukisan Kyai Ali Maksum.

Penjelasan saya sampaikan ke Redaktur Tempo, dan berulang kali saya sebutkan ini off the record.  Saat itu saya juga mengatakan, saya harus konfirmasi terlebih dahulu dengan pimpinan saya, apakah diperbolehkan share info seperti ini ke Tempo. Akhirnya saya diijinkan untuk menceritakan keadaan apa adanya seperti yang tertulis diatas.
Redaktur Tempo kemudian bertanya via bbm, "sudah ada kabar"?. Kemudian saya kabari, bahwa cerita ini boleh ditulis, namun saya mengingatkan kembali, bahwa saya tidak berkenan jika nama saya dicantumkan dalam tulisan Tempo.

Namun fakta yang terjadi berbeda :
 Komitmen off the record, tidak ditepati oleh pihak tempo. Tempo dengan jelas menulis   nama saya sebagai lead dari tulisan "Dari Halaman Satu Setengah". Saya langsung menghubungi redaktur yang bersangkutan, menyatakan keberatan.  Redaktur tersebut kemudian mengatakan ini adalah kesalahannya, dia salah dengar. Dia kemudian menyarankan agar saya menulis surat pembaca.

   2. Apa yang dikutip oleh Tempo, tidak sesuai dengan apa yang saya sampaikan.
     " properti itu sudah selalu disiapkan dan wajib ada", kata Dwi Anggia.
       Padahal tak satupun  pernyataan saya yang berbunyi seperti kutipan yang ditulis
      oleh Tempo.

Apa dasar Tempo menulis kalimat kutipan seolah oleh dari pernyataan saya??

Inilah kemudian yang menjadi keberatan saya, sehingga berakhir dengan protes keras yang saya tuangkan dalam surat pembaca. Yang kemudian diberi judul oleh Tempo " Keberatan Dwi Anggia ".  Surat ini kemudian diedit, meski sebelumnya saya sudah meminta agar tidak dilakukan pengeditan. Tempo mengatakan pengeditan surat lazim dilakukan tanpa mengurangi substansi. Saya kemudian meminta agar surat yang diedit, dikirim terlebih dahulu pada saya, sebelum turun cetak. Tapi tidak dilakukan juga oleh pihak Tempo.

Apa boleh buat?
Dibawah ini adalah bunyi surat saya, sebelum diedit oleh Tempo:

Surat pembaca majalah tempo

Melalui surat ini saya ingin melayangkan protes keras dan keberatan atas tulisan redaktur majalah tempo, diedisi Tempo 4-10 Maret 2013, pada tulisan yang berjudul Dari Halaman Satu Setengah.
'N menulis kalimat yang dikutip atas nama saya, Dwi Anggia Presenter TvOne, dalam kepala beritanya,  sebagai  berikut : "properti itu selalu sudah disiapkan dan wajib ada". Properti yang dimaksud adalah sarung yang digunakan Anas Urbaningrum dan lukisan KH Ali Maksum. Tampaknya Tempo hendak menunjukan "siapa Anas & dari mana dia berakar".
Faktanya adalah, saya tidak pernah mengeluarkan pernyataan itu. Sebelumnya, pada Jumat ( 1 Maret 2013), 'N' yang mengaku sebagai redaktur tempo, menghubungi saya melalui telpon, dan meminta saya menceritakan suasana dikediaman Anas Urbaningrum, dengan alasan karena saya dua kali mewawancarai Anas Urbaningrum.
'N' menanyakan perihal lukisan yang dijadikan latarbelakang saat saya mewawancarai Anas. Saya jelaskan lukisan itu hanya dipasang sekali saja dari dua wawancara yang saya lakukan.
Saya menjelaskan TvOne selaku tamu, memilih dan menentukan lokasi saat wawancara, sedangkan properti lainnya disediakan dan ditentukan tuan rumah., termasuk lukisan K.H Ali Maksum serta busana apa yang  digunakan Anas . Memang ada permintaan untuk memasang lukisan sebagai latarbelakang wawancara, tapi itu hanya satu kali pada tanggal 7 Februari 2013, sebelum AU ditetapkan sebagai tersangka. Tidak ada lukisan KH Ali Maksum dalam wawancara saya yang coda dikediaman Anas Urbaningrum.
Sangat jelas, bahwa kutipan yang ditulis 'N' sama sekali berbeda dengan pernyataan yang saya berikan. 'N' menulis kesimpulan dan pendapat pribadinya  dalam tulisan tersebut, dan menggunakan nama saya. Ini yang menjadi keberatan saya!. Jika 'N' ingin beropini, lebih baik tidak usah mewawancarai saya sebelumnya.
Selanjutnya saya menyatakan 'N' telah melanggar komitmen, karena saya sudah meminta agar nama saya tidak dicantumkan dalam tulisan.
Atas dua hal ini, 'N' selaku redaktur Tempo, belakangan sudah mengakui kesalahannya, ketika saya konfirmasi melalui telpon. Dengan alasan, dia salah dengar.
Adalah sangat tidak profesional dan sangat disayangkan ketika salah dengar dijadikan alasan, untuk sebuah majalah seperti Tempo. Apalagi sebelumnya saya berkali kali ingatkan, "ini adalah off the record", saya tidak mau nama saya dicantumkan.

====

Demikian isi surat yang saya layangkan.  Nama redaktur sengaja tidak saya cantumkan. Tempo tidak menuliskan nama redakturnya adalah demi menjaga kredibilitas redaktur ataupun ini sudah menjadi kebijakan redaksi, apapun itu saya hargai.
Tapi yang jelas, melalui surat pembaca ini saya ingin menyampaikan kekecewaan atas kutipan yang disampaikan yang tidak benar dan komitmen yang tidak ditepati.

Sekian terimakasih
Posted by dwi anggia at Selasa, Maret 12, 2013
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Dilepas senyum  selega  jelaga. Menari tangan dan kaki. Hitung mundur sudah berlalu. Apa didepan mata? Masa lalu yang tertinggal? Masa depan yang tak bertitik terang. Meraba raba merintih tertatih. Siapa peduli?

Aku berkalung dendam, kau berkalung pilu, dia berkalung cinta. Mereka apa? Tertawa menatap, senyum tapi mengutuk.

Manusia memang hidup. Tapi ingat, yang hidup berbentuk dari benci dendam cinta dan duka.

Aku pun bingung.. Tenang sajalah.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Jiwa dan kalbu sudah terlanjur milikmu
Sayang.. ampuni aku yang sekadar gelak tawa, jenaka yang tak memiliki, harap yang temaram, pelipur tanpa kuasa.. sungguh aku tak berujung denganmu, kamu jelmaan asa, muara keindahan, sudut batin yang sempurna menjawab semua,  cemas sekejap sirna. Selamanya memang bukan masa yg aku punya, tapi kemarin, kini, dan saat demi saat nanti.. Aku mau berusaha yang terbaik.. Tuk melimpah senyumku.. Tuk ada diantara jari jemarimu.. Tuk menyapa dari segala alur kemungkinan.. Tuk mematri bahagiamu tanpa pasti namun percaya.. kelak kita selalu bersisian.. Aku tak mau kehilangan.. jiwa dan kalbu ini sudah terlanjur kau punya.. by:belahanjiwa-jawabansemuagundah
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Cinta rahasia
Kembali merasakan cinta rahasia. Sepertinya cinta untukku hanya sebatas cinta rahasia. Di saat rahasia, aku benar benar bisa mencintai dan rasa nya tak berlebihan kalau aku bilang, aku juga dicintai. Luka masa lalu hilang sudah, jauh ,hilang. Tapi seperti kata yang selalu berulang, jatuh cinta sama dengan membuka kesempatan hati untuk dilukai,lagi. Ini sedikit mendekati luka. Yang terjadi sekarang, hatiku telah ditelanjangi. Maka kesempatan dilukai semakin membesar. Tapi aku rela, selama yang melukai hatiku adalah engkau sipemilik hati. Engkau yang aku cinta tanpa syarat. Aku rela kau bahagia dengannya. Jangan ragu dan takut ungkapkan bahagiamu itu. Tak usah khawatirkan aku. Aku memang cinta tanpa syarat yang dihadirkan Tuhan untuk mu. Berbahagialah sayang. Aku rela menjadi keset disaat kakimu kumuh. Kumuh oleh darah luka yang ditorehkan olehnya. Aku rela membasuh luka hatimu karena nya ,dengan cintaku. Karena aku tanpa syarat untukmu. Bahagialah dengan nya sayang. Aku selalu ada disekitarmu, di tiap hela nafasmu, ditiap denyut darah kejantungmu, menyaksikan dan menemanimu bahagia. Hatiku? Tak mengapa sayang. Sudah kubilang aku tanpa syarat. Hatiku yang serpihan ini telah kugadai, saat pertamakali,aku ucapkan cinta padamu. Bahagialah saja sayang. Atau amanlah saja. Tak ada keberanian diantara kita untuk mengakui cinta rahasia. Biar kutelan getir yang sudah aku pilih dari semula. Getir berhias bahagia, saat melihat kau bahagia.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Maafkan aku bila waktu itu tiba
hai sabtu,aku masih menunggu. pagi tak kunjung menyapa. langitpun bungkam dengan kelamnya, sambil melepas satu per satu butiran hujan. kita memang terpisah ruang dan waktu,tapi hati yang berdampingan adalah keniscayaan. seperti riak ombak dilautan,tak henti meski malam datang. sabtu, mengapa hujan mu tak seperti biasa? mengapa kini dinginmu menusuk hingga ke tulang? mengapa anginmu membekukan hati? tapi aku tak pernah habis akal. sudut hatiku masih menyimpan setitik bara, bara yang kujaga untuk menghangatkan,saat dingin mu tak seperti biasa. bara yg kian meredup namun tetap menghangatkan. tapi sabtu, bara ini meski pelan,membakar sudut hati. menyisakan luka. jadi sabtu, jangan salahkan jika suatu saat aku harus memilih, beku karena dinginmu atau terbakar karena bara ku. dua dua nya tak menyenangkan sabtu. maafkan aku bila waktu itu tiba
XXXXXXXXXXXXXXXXXXX
aku merajut kasih
Hai sayang,mata ini merindukan setiap desahan lembut nafasmu.
Nafas ketika kau terjaga diiringi cahaya mentari.
Sayang,aku juga merindukan bisikanmu. Bisakan saat mata terpejam, dan hati mendengarkan.



Duhai sayang, padamu aku temukan tentram, padamu juga aku temukan gulana.
Gulana membayangkan harus melepasmu.
Sayang, setiap langkah ku ingin bergandengan tangan denganmu.
Membelah dunia kita berdua,menantang angin dan ombak kita bersama.
Sayang, denganmu gentar seolah tak pernah ku kenal.
Sayang, denganmu mentari seolah tak pernah terbagi diantara dua sisi bumi.
Sayang, aku ingin terus begini saja, terlelap dalam pelukanmu.
Sayang, aku masih haus kasihmu,meski tenggelam dilautanmu.
Sayang, ini aku yang tak pernah terpuaskan karena cinta luar biasa yg tak terbendung.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Aku malaikat dan iblis, akulah tuan dan hamba
Duhai engkau.. Aku jatuh cinta pada setiap tulisanmu.
Aku menatap urut...
Aku membaca urut, satu per satu kata yang terangkai dalam untaian kalimat.
Tak satu makian yang terlontar darimu , meski hati kadang terluka, meski hati tak selamanya tersenyum.

Duhai engkau, padamu aku belajar menata rasa dan hati. Menata emosi dan akal. Menjadi yang rasional dari emosional.
Duhai engkau, kau memang bukan kekasih hati yang aku cinta menyeluruh, karena kita tidak dituliskan untuk bersama.
Aku pengagummu saja, aku mengagumi dari kejauhan saja.
Setiap kata yang kau goreskan adalah penyejuk jiwa, pelebur lara, menentramkan rasa.

Aku memujamu bagaikan malaikat pada Tuhannya, pun iblis pasa penciptanya.
Aku memujamu bagai pelayan pada tuannya.
Aku menginginkanmau bagai tuan menitah hambanya.

Aku bisa menjadi malaikat pun setan.
Aku bisa menjadi air pun api.
Aku menjadi apapun yang bertentangan di dunia ini, demi bisa memandangmu, tanpa mententuh seujung kukupun.
Aku adalah dahaga di tengah sahara, yang hanya menikmati fatamorgana. Itulah aku padamu. Tapi dahaga tak pernah bisa membunuh yang merasakannya bukan?
Dahaga hanya menyiksa, itu pula yang aku rasakan, saat hanya bisa mengagumimu.
Itupun akan kutebus,demi bisa menjadi pengagum mu

Angel and demon, master and servant, both i am for you.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Cinta dua hati, satu rasa
Dia memandangi wajah yang terpampang di kertas itu. Tertegun, menatap lama. Dalam, sambil sesekali menarik nafas panjang.
Dua menit, tiga menit, sesekali melihat ke belakang, kiri dan kanan. Was was, jika kekasihnya memperhatikan gerak geriknya.

Hampir setiap malam sebelum tidur, satu minggu terakhir kondisi ini terjadi. Sedikit dingin, tanpa kata.
Kemudian, seperti biasa, lampu dimatikan. Dan pasangan itupun terlelap.
Begitu seterusnya dari hari ke hari.
******
situasi yang sama juga terjadi di sudut kamar, di sudut kota yang sama.
Sepasang kekasih tidur saling rangkul. Naas mereka silih berganri menimpali. Mereka memang tidur di ranjang yang sama . Tpi dengan pikiran yg masing masing melayang jauh, dan mimpi yang berbeda.


Pagi menjelang. Di sudut kamar pertama, satu dari sepasang kekasih itu, berbicara di ujung telepon. " sayang, aku tidak bisa menahan ini lebih lama lagi. Ak tidak bisa hidup berpura pura mencintainya, terus menerus seperti ini.."

Suara hangat di ujung telepon itu, juga mengungkap kan hal yg sama. "aku juga sayang. Kami sepanjang malam, tidur berpelukkan, tapi hampa. Pikiran ku tak bisa lepas dari mu."

***
Aku ingin segera mengatakan pada nya, bahwa aku tak pernah mencintainya. Dan pun tau itu. Tapi aku ak tak tega harus melihat wajah cantik berurai air mata." lanjut suara di sudut kamar itu.

Sayang, aku juga. Akupun tak tahu kalimat apa yang harus aku sampaikan pada orang tuanya, kalau aku mengembalikannya sekarang. Dulu saat aku meminangnya, kau belum ada.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Januari, tanggal 1.
Cinta itu, seru diawal. Dimasa kamu mengejarnya, pasti terasa luar biasa.
Cinta itu, seumur jagung, rasanya bulan madu, indah setiap detik.
Cinta itu, 6 bulan di awal belum terasa bosan, karena semua manis terlihat.

Cinta itu.... Iya, yang aku tahu hanya sampai disitu.
Karena aku tak pernah membiarkan cintaku lebih dari 6 bulan.
Karena kata mereka, lebih dari itu, hanyalah basa basi dan saling memenuhi kewajiban.
Aku memilih tidak mau membuktikan kata mereka.
Jadi yang aku tau cinta itu hanya sampai Juni..
Okay, 2 jam lagi bulan Juli. Aku mau berburu cinta baru dulu.
**

Posted by dwi anggia at Selasa, Desember 27, 2011
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Aku Juga Mencintaimu
Hujan rintik rintik saat ia menunggunya di loby kantor itu. Sambil sesekali menghisap dalam dalam rokok di sela jari, ia melempar senyuman paling manis, untuk sang kekasih, yang sedang bekerja dari box kaca, cuap cuap sendiri.


Kekasihnya penyiar kondang sebuah radio, ternama dikota mereka.
Tepat pukul sembilan malam, hujan semakin deras, sang kekasih selesai bertugas.

"Pak Djusman, saya pulang dulu ya. Ini uang untuk makan malam, kalau lapar", gadis cantik itu meninggalkan beberapa lembar untuk satpam kantor yang sudah tua.
Kemudian berlalu menuju sesosok di depan loby, dengan kemeja yang sudah basah kuyup.

Kedua nya menembus hujan deras, berpegangan tangan, hujan seolah tak pernah turun.
Pak Djusman tersenyum melihat polah kedua remaja itu.
**
Setiap kali ia mengatakan betapa besar cinta nya pada sang gadis, setiap kali itu juga bibir manis itu hanya memberikan senyum, tanpa kata.
**
Berulang kali potongan cerita itu muncul. Aku berusaha keras mengingat satu per satu perisitiwa indah itu. Tapi semakin keras aku berusaha, semakin sedikit yang ku ingat. Semakin besar rasa sesal terbersit.

**
Kini berganti, aku yang mengunjungi tempat itu. Tak kulihat pemuda itu menunggu kekasihnya seperti biasanya. Tak ada juga gadis manis itu cuap cuap dibalik box kaca.

Tapi hari itu loby kantor itu ramai sekali. Dan penuh karangan bunga.
Bunga yang biasa dikirim untuk ucapan belasungkawa.
Aku terkejut, ada namaku di karangan bunga itu.
Aku, mati? Aku sudah mati?
Bagaimana mungkin aku mati jika dalam 3 tahun ia mencintaiku,tapi tanpa ada satu ucapan bahwa aku mencintainya sama sekali. Rasa sesal luar biasa muncul.
**
Bagaimana aku mati? Aku bertanya pada malaikat.
**
Dihari terakhir ia mengatakan cinta padamu, adalah hari terakhirnya hidup.
**
Kamu tahu kapan jadwalnya harus ke dokter dan memeriksakan penyakitnya?
Sesaat setelah mengantarmu bekerja.
**
Kamu tahu kapan ia harus minum obatnya?
Sesaat setelah memastikan kau aman sampai dirumah.
**
Kamu tau obat apa yang membuatnya bertahan hidup?
Kebahagiaanmu dan saat kau tersenyum.
**
Tapi coba kau ingat ingat,kapan kau benar benar mengatakan kau mencintainya?
**
Belum, belum pernah kukatakan.
**
Masih belum ingat ,bagaimana kau mati?
**
Belum.
**
Aku ceritakan, atau kau ingat sendiri?
**
........
**
Baiklah. Dihari kematiannya, kau baru tau semua tentang dirinya dan penyakitnya, setelah 3 tahun.
Kau menyesal, tak sempat ungkapkan bahwa kau juga mencintainya.
Dihari itu juga,kau putuskan untuk mati. Dan menyampaikan cintamu padanya.
**
Aku terdiam. Dikejutkan tangan dingin menyentuh bahuku. Tangan yang aku kenal. Tangannya.
Akhirnya, "aku juga mencintaimu".
Apa ini yang disebut Cinta sampai mati?
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kertas Merah Muda
Waktu,waktu hari ini berjalan sangat lambat. Begitu lambatnya,sehingga aku bisa menghabiskan satu buku setebal, setipis 155 halaman, hanya dalam 1 jam lebih,menuju 2 jam.

Membaca tulisanmu, mengingatkan aku pada cinta pertamaku. Saat itu kami masih berseragam putih biru.

Ia setengah berlari menghampiriku,memegang secarik kertas.
"I love you", itu tulisan yang tertera disana.
Dengan wajah tersipu, ia segera meninggalkanku, menuju Icad, temannya yang berbadan bongsor.

Aku masih terdiam, di ujung gerbang sekolah, menghadap hamparan rumput lapangan bola milik sekolah. Hari itu aku berbunga, cinta pertama luar biasa.
**
"Kriiinggggg" bel tanda pelajaran pertama dimulai. Sambil menaruh tas hijau kulit bermerek contempo, aku menaruh buku pelajaran di laci meja.
Saat itu juga tanganku menyentuh sebentuk amplop halus.
Segera kutarik tanganku, dan seketika wangi menempel dijariku.

Penasaran sambil mendongak ke laci meja sekolah, aku merogoh laci itu.

Tak salah, sebuah amplop berwarna merah hati, bertuliskan namaku, dengan tinta merah.
Berdegup kencang, aku membuka amplop itu. Selembar kertas wangi, dan secarik kain.
Ah bukan kain, itu sapu tangan merah muda, dengan jahitan tangan namaku di salah satu sudutnya.
Manis.
Tak sabar kubaca surat itu.
" Dear, you ..."
Isinya layaknya orang tengah jatuh cinta. Bedanya,ini surat cinta anak seragam biru putih, sehingga ada gambar mobil di bawahnya, dengan plat nomor, singkatan nama nya dan namaku.
"Kriiingg..." Bel tanda berakhirnya pelajaran hari ini. Secarik kertas dengan balasan manis, sudah kutinggalkan disudut laci sekolah...

Aku yang kecil,mulai mengenal cinta.
**

Keesokan harinya, sebelum meletakkan buku pelajaran di dalam laci, aku memeriksa nya terlebih dahulu.
Hmmm.. Amplop selanjutnya. Selain surat, ada sebuah kertas bertuliskan namaku yang dilaminating. Warnanya merah muda,lagi.
Dari sini aku mengerti mungkin warna merah muda, adalah warna orang yang sedang jatuh cinta.

Meski setelah dewasa,tidak demikian yang aku dapati.
**
Hari demi hari, semua surat itu, menumpuk di dalam sebuah plastik, di ujung bawah tempat tidurku. Rapi dan tetap wangi.

Satu hari, kami berjalan beriringan, searah, tanpa kata. Hanya saling senyum, melirik dan tertunduk.
Jalan itu terasa sangat pendek jika aku berjalan beriringan dengannya.
Kami beriringan, tapi dipisahkan dua lajur jalan. Ya beriringan disisi jalan yang berbeda.
Itulah cinta murni yang mungkin pernah aku rasakan.
Sambil menarik nafas panjang dan tersenyum, aku mengingat semua.

Dan hari ini, aku kembali menerima surat darinya. Deg deg deg.. Rasa itu kembali ada, muncul, rasa yang aku punya bertahun tahun lalu.
Kubuka, kertas merah muda, kertas yang katanya untuk orang kasmaran. Ada namanya, alamat, dan tanggal yang tertera.
Ia memang tengah kasmaran, dan akan menikah. Aku membaca undangannya.
Tanpa suara, hanya rasa sesak didada.
**
Undangannya kuselipkan di dalam bukumu.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Gumaman hari ini (suara hati)
Kata orang bijak, dibalik hai yang beku, pasti ada harapan yang tersimpan. Entah, orang bijakmana yang bilang itu. Kata saya, hati yang beku tak butuh harapan. Tapi butuh hati lain yang menghangatkan. Itu saja.

sampai pada suatu krpetika, saya kembali bermin dengan yang namanya hati. Hei, hati, apa kabarmu.
Lam terasa tak memakai mu. Hahahahahaa... Yayayayaa.. U knowlah.. Sekarang sedikit terbersit menggunakan hati. Maklum masih malu malu, dan ragu. Dan hati hati tepatnya. Karena luka lama saja masih berbekas. Sebenarnya tak ada masalah dengan pengguna hati yang ini. Hanya saja ada beberapa hal yang menjadi catatan hati. Dia mungkin baik, tapi apa saya bisa bahagia dengannya? Karena pendakian ini melelahkan, tentu saja saya butuh tempatvuntuk berteduh. Tapi bagaimana bisa berteduh, padanya yang juga belajar mendaki. Hari ini agak menyedihkan. Kemarin membahagiakan. Walau kemarin sempat tergurat ragu atas ihklasnya. Tapi terjawab. Hari ini menyedihkan, karena dia memposisikan diri, sama seperti mereka yang selama ini bergantung padaku. Lalu aku pada siapa? Jika untuk masalah sepele saja dia bergantung pada ku, lalu aku akan bergantung pada siapa? Bisa dia? Sanggup dia? Ini muncul tiba tiba seketika saja.
Ini yang dibilang orang, karena nila setitik, rusak susu sebelahnya, eh sebelanga :) .
Mungkin diantidak bermaksud apa. Hanya minta tolong, tapi aku yang terlalu kaku, menilainya lain. Inilah hasil jika terlalu skeptis dalam hidup. Kalau dia bilang, negatif thinking.
Entah ya, saya mesti bagaimana. Mungkin inilah hasil kalau anak perempuan terlalu berkhayal bahwa mr.perfecto itu ada. Hahahahaa..
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Suatu hari dinegeri khayangan

Ternyata sama saja. Kurang sensitif. Dia baru saja meneteskan air mata karena permasalahan keluarganya. Tapi pacarnya justru dengan tidak sensitifnya minta bantuan yang sama. Saya tidak menyalahkan dia, karena secara psikologis dia sudah lelah terbebani. Seharusnya pacarnya mengerti itu. Bukan nomimal yang dipermasalahkan. Tapi karena kekurang sensitifan saja.
Ini mungkin kasus yang berbeda dengan perselisihan mereka sebelumnya.
Mungkin saja kalau pacarnya tidak minta tolong dihari yang sama dengan ia mentitikan air mata karena maslah yang sama, mungkin ini tak akan menjadi soal, tak menjadi masalah baginya.

Aku haus, dunia berangsur dingin. Mungkin aku harus pergi bersembunyi. Khayangan atau turun ke bumi?
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Indonesia masa kini I
Jaksa menghamili narapidana. Jaksa terima suap 2,5 miliar. Hakim minta penari telanjang. Pengacara mengaku hitam dan abu abu, bukan putih. Polisi menembaki pengunjukrasa. Anggota dewan masuk bui. Mantan menteri antre untuk masuk bui.




Pejabat bersumpah palsu memberi kesaksian. Kekayaan alam di eksploitasi korporasi asing. Orang miskin dilarang sakit.
Dipapua lumbung emas dan tembaga, masyarakat dibiarkan bodoh. pendidikan dibiarkan mahal, edukasi menjadi barang mewah, kesehatan menjadi barang mewah. Orang miskin pasti nodoh, orang miskin pasti sakit.
Wakil rakyat (katanya mewakili rakyat) , mobil mewah bukan hal aneh. Dalih butuh mengejarkan waktu dan aman, maka harus pake mobil bagus (nudirman munir di aki malam).
Kalau sudah kaya dari lahir tak hilangkan hak untuk hidup mewah (memang tak ad larangan) tapi simpati yang diminta rakyat. Rakyat tak harapkan kucuran uang, dari wakil nya. Hanya butuh haknya diperjuangkan.
Kemana ? Beratkah?
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Indonesia masa kini I
Jaksa menghamili narapidana. Jaksa terima suap 2,5 miliar. Hakim minta penari telanjang. Pengacara mengaku hitam dan abu abu, bukan putih. Polisi menembaki pengunjukrasa. Anggota dewan masuk bui. Mantan menteri antre untuk masuk bui.
Pejabat bersumpah palsu memberi kesaksian. Kekayaan alam di eksploitasi korporasi asing. Orang miskin dilarang sakit.
Dipapua lumbung emas dan tembaga, masyarakat dibiarkan bodoh. pendidikan dibiarkan mahal, edukasi menjadi barang mewah, kesehatan menjadi barang mewah. Orang miskin pasti nodoh, orang miskin pasti sakit.
Wakil rakyat (katanya mewakili rakyat) , mobil mewah bukan hal aneh. Dalih butuh mengejarkan waktu dan aman, maka harus pake mobil bagus (nudirman munir di aki malam).
Kalau sudah kaya dari lahir tak hilangkan hak untuk hidup mewah (memang tak ad larangan) tapi simpati yang diminta rakyat. Rakyat tak harapkan kucuran uang, dari wakil nya. Hanya butuh haknya diperjuangkan.
Kemana ? Beratkah?
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Terimakasih
Ketakutan apa yang kurasakan ini Tuhan?
Terlalu takut mencintai.
Karena perih itu masih tertanam.

Terulang lagi? Please jangan.
Lebih baik tak usah mencintai, agar tak terluka lagi.
Benar memang, ada resiko terhadap semua tindakan yang kita lakukan. Termasuk ketika menyayangi seseorang.
Lebih baik tak usah mengambil resiko itu bukan?
Jika tak ingin terluka?
Itu yang aku pilih.
Kembali menutup rapat.
Aku dan hati belum siap.
Meski sudah terlanjur menyayangi.

Terimakasih

Terimakasih...
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
cintamu, klise
Terlalu berat ternyata
Tak bisa menerima sedikit kesalahan
Ketakutan terbesar tak beralasan
Selalu terjadi
.
Salah mereka tak bisa membaca hati ini
Yang gampang pergi jika sedikit teragu

Satu kata sederhana bisa menjadi juara di hati, faithful

Satu kata klise yang bisa memenangkan hati, kesetiaan

Satu kata klise yang bisa membuat saya mencinta sepenuh jiwa, kesetiaan

Kata klise lain yang di harapkan dalam bercinta, ketulusan

Masih kata klise, cintai aku sampai mati

Semua yang klise memang terlalu naif tapi membahagiakan dan menentramkan

Tapi hati tak mudah percaya pada kata klise
Dan saya adalah seorang pemaaf yang tak mudah melupakan.

Tapi masih ada rasa sayang untukmu sedikit..
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
titik nol hati
coba tengok sebentar saja ke hati ku.
apa yang kau lihat?
lalu wajahku.
apa yang terlihat?
didalam ini dulu ada berjuta makna dan rasa.
sekarang apa yang kau lihat?

gentar melangkah lagi, arghh apa yang ada dikepala dan hati ku mungkinkah tidak sejalan?
tak sama?

ribuan jam menanti yang tepat untuk bersandar, atau sekedar bercerita sedih dan bahagia. nyaris rupa rasanya seperti apa. sedikit menakutkan, seolah dihadapkan dengan kengerian kembali.
kengerian atas rasa sakit yang sama. kengerian akan akhir kisah yang sama.
tapi rasa membutuhkan ini lebih besar? lantas?
kali ini aku dengarkan mau hati ini, kita dengarkan saja.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
semalam di pagai selatan part 4 nyamuk mentawai, hypothermia dan bivac
…Dan…akhirnya saya mencipipi cumi bakar mentawai, wow,,,mengejutkan, enak lho rasanya…hahaha. Apa karena saya laper…? (Anyway..thanks cuminya, ga amis,mungkin resto2 sea food bisa mencontoh cara masak seperti ini, biar ga amis hihi…)…..

Makan malam selesai, badan mulai gatal. Semakin malam, angin semakin kencang dan dingin. Baju dibadan tak kunjung kering. Pelampung tetap saya kenakan, perintah dari kepala rombongan, seandainya dalam keadaan tertidur (kayak yang bisa tidur aja hehe), air laut pasang, maka kita tetap aman dengan pelampung terpasang.
Positif, kami tidak akan di evakuasi malam ini. Dari kejauhan saya bisa melihat langit gelap, awan hitam menggantung. Badai sepertinya akan segera datang. Pak Erick akhirnya juga sudah menghubungi atasannya di Posko Sikakap, Pak Iskandar Siregar. (saya juga masih punya cerita, bagaimana kami akhirnya bisa ikut ke Pororougat).
Saat kami tengah menghangatkan badan didekat api unggun, tiba tiba terlihat lampu kerlap kerlip, dari arah utara tempat kami bermalam. Sepertinya lampu kapal, beberapa anggota SAR bergegas member sinyal balasan menggunakan lampu helm mereka sambil berlari mendekati arah pantai. Tapi sayang, sepertinya kapal tersebut tidak melihat sinyal dari kami. Setelah beberapa menit, lampu ditengah laut itu tidak terlihat lagi. Pupus sudah harapan.
Tapi informasi yang saya dapatkan setelah kembali ke Sikakap, ternyata dihari itu juga, Pemred ANTV, Uni Lubis sudah mengusahakan helicopter PMI untuk mengevakuasi kami ke esokkan hari. Sebelumnya malam tersebut, informasi yang saya peroleh dari Pak Erick, KRI Cirebon rencananya juga akan mengevakuasi kami malam itu, tapi cuaca tidak memungkinkan untuk berlayar. Kesalahan saya, karena buru buru berangkat, tidak mencari informasi cuaca tanggal 1 November tersebut. Ternyata memang ada informasi badai yang akan terjadi diperairan Mentawai hingga 4 November 2010.
Jadilah malam itu kami menetap dipulau tanpa tenda, menunggu besok pagi untuk di evakuasi.
Menjelang malam, saya duduk di bawah pohon kelapa di dekat api unggun. Setiap setengah jam, hujan turun, badan mulai menggigil. Beberapa orang sudah mengambil posisi untuk tidur di bivac darurat yang dibuat sore hari. Mata mulai mengantuk, tapi mau tidur ga bisa, akhirnya saya memilih duduk di dekat api unggun, sambil membayangkan kasur empuk kesayangan saya ..hikss sedih sebenarnya.
Sementara wartawati Fajar Makassar, yang kebetulan nama nya sama, Anggi, sudah mengambil posisi tidur di dalam bivac, memaksakan diri untuk tidur. Sesekali saya mendengar suara dengkuran dari dalam bivac, entah siapa. Ternyata jalan kaki yang panjang membuat mereka mengalahkan nyamuk nyamuk mentawai dan tertidur pulas. Sebagian lain duduk di api unggun lain. Ada dua api unggun yang dinyalakan. Hujan tak berhenti turun, baju saya kembali basah, angin bertiup semakin kencang. Saya merapat ke dalam bivac, mengambil posisi di sebelah Anggi Fajar Makassar. Tidur berdekatan, lumayan untuk menghangatkan badan. Mantel hujan saya kenankan. Tidur dengan tetesan hujan di kepala. Oh God!!! Pengalaman yang luar biasa saya rasakan untuk pertama kali dan semoga terakhir ya..
Tidur dengan kaki terlipat. Sesekali meluruskan kaki di atas rerumputan, ada binatang yang merayap di kaki saya, lipat lagi kakinya hehe. Ampuuunn.. nyamuk mentawai luar biasa. Bahkan satu minggu setelah kembali dari Mentawai, kaki saya yang bentol masih terasa gatal luar biasa.
Pukul satu malam saya masih terjaga dengan posisi berbaring. Hujan masih terus turun di sertai angin, malam semakin dingin. Salute untuk salah satu rombongan asal Papua, yang terus menjaga agar api unggun tetap menyala untuk kami. Semakin malam semakin menggigil, tidak hanya gigi saja germertak berbunyi tapi seluruh badan shaking, gemeteran seluruh badan. Untung tidak mengalami hypothermia , penurunan suhu tubuh dari suhu normal. Hypothermia biasa dialami para pendaki gunung dan sudah banyak pendaki gunung yang meninggal akibat ini. Setelah kembali ke Jakarta, saya mencari informasi terkait Hypothermia, ngeri, ternyata dengan kondisi kami bermalam dengan pakaian basah, hujan dan angin, sangat rentan terkena hypothermia. Syukurlah kami semua sehat walafiat dan lagi lagi terimakasih untuk tim SAR asal papua yang menjaga api untuk kami.
Akhirnya malam itu saya lalui antara tidur dan tidak tidur, ditemani hujan dan menggigil.
Alhamdulillah,keesokkan harinya kami semua masih bisa menghirup udara pagi, meskipun kondisi fisik dan mental menurun.
Pagi itu dengan mata sembab kurang tidur, semua semangat. Ada yang semangat berharap boat kami datang, ada yang semangat melanjutkan berjalan kaki kea rah selatan, ke Pororougat. Saya semangat untuk kembali ke Sikakap dengan harapan ada yang mengevakuasi kami segera. Terus terang badan terasa letih dan perut lapar.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

semalam di pagai selatan part 3. biskuit, nasi bungkus dan humut kelapa


…Sementara, kameramen saya Cecep Mahmud, berhasil berenang dengan satu tangan, sambil terus memegangi kamera agar tidak basah. Sungai terlewati, jalan kaki dilanjutkan kembali….
Sebelumnya saat menyebrang salah seorang anggota SAR, dr. Rizal dari PTI nyaris terbawa ombak di muara sungai. Untunglah tim yang lain,(kalau tidak salah, Pak Dedy, security PTI) dengan cekatan berenang dan menarik Dr. Rizal. Dan seluruh tim pun selamat tiba di seberang sungai. Semua peralatan kami basah, untung kamera PD 170 yang di bawa Cecep, masih bisa di operasikan, walaupun sebagian LCD nya sudah menghitam terkena air.

Tapi iPod kesayangan saya rusak, terisi penuh air laut .
Setelah beberapa menit beristirahat di seberang, kami kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Cuaca masih tak menentu, panas - terik, kemudian mendadak mendung, badai dan hujan. Sementara kulit mulai perih, terutama kulit muka. Sedangkan kaki sudah mulai lecet, maklum saya hanya menggunakan sandal gunung dan celana pendek.
Hari sudah semakin sore, pukul empat lebih, kami berhenti sejenak, tepat nya di daerah sapiren yang berdekatan dengan daerah montei. Kepala rombongan Pak Erick memutuskan untuk bermalam di lokasi ini. Kenapa di tempat ini di putuskan bermalam? Karena pantai nya cukup landai, cukup memungkinkan bagi long boat untuk merapat. (tapi ternyata tidak..)
Setelah berhenti, saya sempat berbicara dengan kepala rombongan, ada baiknya kita melapor posisi dan minta di evakuasi besok. Karena kondisi logistik yang tidak memungkinkan, dan kita juga tidak memiliki tenda. Namun kepala rombongan mengatakan, tidak perlu, karena kondisi kita masih aman, dan kita tidak kehilangan kontak dengan pihak luar. Memang benar, tapi dengan kondisi fisik sudah lelah, makanan terbatas, dan menjelang gelap, paling tidak saya harus memberitahu kantor, posisi saya sekarang.
Berangkat dari Jakarta, kami di bekali sebuah telepon satelit. Saat itu juga saya ambil telepon satelit dari dalam tas dan mulai menyalakan telepon. Susah memang, tapi tak berapa lama, telepon satelait saya mendapatkan signal.
Yang pertama saya telepon adalah teman saya,temmy Saya sengaja tidak menelepon keluarga, agar mereka tidak panik. kepada temmy, saya beritahu kondisi terakhir kami yang sudah berjalan kaki kurang lebih 5 jam, minim logisitik, serta memberitahu koordinat lokasi terkahir saya.
Setelah itu saya menelepon kantor, produser Angghi Mulya Makmur. Hal yang sama saya sampaikan kepada angghi. Ia langsung mencari posisi saya melalui titik koordinat GPS yang kami berikan.
Koordinat terakhir :
South 02 derajat 59 menit 43,9 detik
East 100 derajat 11 menit 51 detik

Dari titik koordinat inilah kemudian Angghi mencari tahu posisi kami, ternyata berada di tengah pulau pagai selatan bagian barat, dan berhadapan dengan samudera hindia.

Kondisi baterai telepon satelit tinggal dua trip, saya masih berkomunikasi dengan beberapa teman, untuk menjelaskan posisi dan kondisi. Hingga akhirnya baterai telepon habis.
Kembali ke pantai…
bibir pantai tempat kami bermalam cukup porak poranda setelah dihantam tsunami. Sambil melemparkan pandangan kesekeliling, saya mencoba mencari, siapa tahu ada tanda tanda kehidupan penduduk sekitar. Tapi nihil. Di hadapan saya, lautan lepas samudera hindia, sementara itu di belakang saya, hutan. Banyak patahan pohon pohon tumbang, daratan tergerus setinggi setengah meter.

Lagi lagi saya memuji indahnya ombak mentawai dan pemandangan di sekeliling saya, meski sebagian hancur. Tapi moment menikmati indahnya alam mentawai terusik dengan hawa dingin dan angin yang mulai menyapa. Baju basah, celana basah, tanpa jaket, ditambah angin pantai, wuihh lumayan rasanya. Perutpun mulai lapar.
Saya masih terus mengenakan pelampung untuk menahan angin mengenai tubuh, lumayanlah. Rombongan tim sar mulai mencari kayu untuk dibakar, agak sulit memang mencari kayu yang kering, karena hujan baru saja berhenti.
Saat yang lain mencari kayu, saya turun ke bibir pantai, mas putu dari PTI tengah mengumpulkan daun kelapa. ( Oiya obrolan pertama saya denga bli Putu ini terjadi ketika merapat pertama kali di malakopak. Saat turun dari boat, dia melihat cincin yang saya pakai, berlambang Tuhan bagi umat hindu bali, ongkare, pemberian seorang teman).
Saya memperhatikan bli Putu menyusun daun kelapa hingga berbentuk seperti atap rumbia. Dia mengajarkan, menyusun daun kelapa, empat lembar dan diberi jarak satu lembar. Lembaran kedua daun kelapa di selipkan ke lembaran pertama, seperti membuat ketupat. Lima belas menit kemudian, kami pun memiliki atap.
Sedangkan yang lain mencari kayu panjang untuk di jadikan pondasi bagi atap daun kelapa. Ternyata mereka sedang membuat bivac. Tidak terlalu besar memang, tapi cukup untuk 6 sampai 7 orang.
Menjelang malam perut sudah tidak bisa di ajak kompromi. Pengalaman di hari kedua di sikakap, kami ke pagai utara tanpa membawa bekal. Saat berangkat ke pagai selatan ini, kami sempat membeli 2 bungkus biskuit untuk bekal dan 5 botol air mineral.
Jelang gelap, beberapa tim sar mulai mencari batang kelapa yang tumbang di sekitar pantai. Sedangkan yang lain mengumpulkan semua perbekalan yang di bawa, untuk kemudian dimakan bersama sama. Alhasil, 4 bungkus biskuit dan 4 bungkus nasi. Salah seorang dari rombongan tim sar ada yang membawa perbekalan di ransel mereka. Makanan sudah terkumpul untuk 28 orang. Cukup? Yaah, cukuplah untuk ganjel perut hehe..
Tim SAR yang menyisir pantai, akhirnya menemukan batang kelapa yang tumbang. Mereka mulai menebas dan memotong motong batang kelapa tersebut. Saya sempat bingung, ketika mereka mengatakan, bahwa batang kelapa ini untuk tambahan makanan.
Mereka memang SAR yang berpengalaman di bidangnya. Saya baru tahu kalau bagian dalam pucuk batang kelapa yang masih muda,bisa dimakan. Disebut humut kelapa, warna nya putih, mengandung banyak air, persis seperti bengkuang. Saya ikut mencicipi, manis terasa.
Sambil mempersiapkan makan malam, rekan saya Cecep masih sempat mengabadikan gambar menggunakan kamera kami yang nyari rusak. Namun hanya beberapa menit, kamera tersebut mati total. Yah, akhirnya pengambilan gambar selanjutnya saya lakukan dengan menggunakan telepon genggam saya, yang kebetulan masih ada baterainya sedikit.
Suasana masih cukup terang, menjelang magrib, kami berkumpul untuk makan bersama. Empat bungkus biskuit, empat bungkus nasi, di makan 28 orang. Gelombang pertama dapat dua sampai tiga suap, gelombang ke dua juga demikian. Lauknya telur balado dan ikan teri. Telur balado nya sudah mulai asam, dibungkus dari pagi. Tapi semua makanan hari itu terasa nikmat dan sangat enak, ditengah tengah perut yang kelaparan hehe…
Kebersamaan yang kami rasakan disana, sama sama sedikit dan sama sama setengah kenyang hehe.. Pada saat itu, saya menyesali, bahwa pernah menyisakan makanan sebelumnya. Yang sedikit terasa sangat berharga. (lesson no.4 jangan pernah membuang buang makanan atau makan bersisa, karena anda akan membayangkannya di saat kelaparan dan tak cukup makanan :p).
Selesai makan, perut masih lapar, beberapa orang lari ke pantai, mereka mencari apa saja yang masih bisa di makan. Ada yang dapat kepiting, ada yang dapat seekor cumi sebesar ibu jari, ada yang dapat kerang, dan ada yang menemukan kelapa. Kami berkumpul di dekat api unggun. Kelapa di bakar ditengah api unggun. Cumi di tusuk keranting kayu, kemudian di bakar.
Melihat cumi mentah, saya tidak tertarik, meski perut masih lapar. Saat cumi tersebut dibakar, saya masih tidak tertarik, terlihat masih basah, dan perut makin keroncongan hehe.

Saat cumi selesai dibakar, yang punya langsung menawarkan, “ Mau mba?. Enak lho ini, cumi bakar. Sama seperti yang direstoran Sea Food di Jakarta”, katanya sambil tertawa. Pertama saya tidak tertarik, tapi kok dia makan kayaknya enak ya hehehe. Dan…akhirnya saya mencipipi cumi bakar mentawai, wow,,,mengejutkan, enak lho rasanya…hahaha. Apa karena saya laper…? (Anyway..thanks cuminya, ga amis,mungkin resto2 sea food bisa mencontoh cara masak seperti ini, biar ga amis hihi…).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar