Sabtu, 16 Agustus 2014

Selama ini, Mengentas Seorang Miskin Butuh Dana Rp 173 juta

http://surabayapagi.com/index.php?read=Selama-ini,-Mengentas-Seorang-Miskin-Butuh-Dana-Rp-173-juta;f2f2c23b88eaecf168caf29cfda3784b3761ca9ff8bda0134c4064d88cea66a8



Pak Jokowi Yth,
Minggu ini, Anda merencanakan akan blusukan ke tempat-tempat yang bersifat mendesak. Antara lain busung lapar di Banten, sekitar 170 km dari Jakarta.

Pertanyaan pertama, mengapa busung lapar bisa terjadi di pulau jawa yang terkenal surplus pangan. Pertanyaan kedua, ada apa justru di provinsi Banten busung lapar ditemukan?. Padahal Anda belum dilantik sebagai Presiden RI ke-7. Tidak keliru bila Anda dianggap capres yang memiliki sense of urgency. Ditengah ada gugatan ke MK dan menyiapkan program dan struktur kabinet di rumah transisi, Anda begitu mendengar ada peristiwa busung lapar di daerah yang pernah dipimpin Gubernur dari kader Partai Golkar Atut, langsung. membuat jadwal blusukan disana. Jadwal ini disusun oleh satgas rumah transisi yang dipimpin oleh Prananda Prabowo, anak Megawati dari suami sebelum menikah dengan Almarhum Taufik Kiemas.

Menurut ahli gizi, busung lapar adalah kekurangan pangan. Adanya busung lapar di provinsi Banten yang dikenal sebagai provinsi surplus mengundang tanda tanya, ada apa di Banten. Benarkah mereka yang mengalami busung lapar akibat ketidakmampuan keluarga si busung lapar membeli bahan makanan yang baik dari segi jumlah dan mutu serta bergizi.

Sejarah yang terjadi di indonesia akibat busung lapar terutama dialami oleh anak-anak. Ditemukan bahwa anak-anak mengidap busung lapar adalah mereka yang lahir di lingkungan yang tidak mendukung kebutuhan gizinya. Pendeknya, busung lapar adalah masalah serius yang dialami oleh rakyat Indonesia yang berada di garis kemiskinan. Bahaya dari busung lapar adalah akan kehlangan beberapa sel otaknya.

Menurut hasil studi gizi Seanuts tahun lalu yang melibatkan 7.200 anak usia 6 bulan sampai 12 tahun, ditemukan sekitar 20 persen anak mendapatkan asupan nutrisi kurang. Bahkan, konsumsi protein anak kurang 80 persen dari angka kecukupan gizi. Kekurangan protein tersebut terutama pada anak perempuan usia kurang dari lima tahun.

Pak Jokowi Yth,
Kasus busung lapar yang diderita anak-anak di Indonesia bukanlah kasus baru. Pada tahun 1998-1999, pasca krisis ekonomi Indonesia tahun 1997, gizi buruk, busung lapar, dan kematian anak balita akibat busung lapar telah mengundang pers Indonesia aktif mempublikasikan. Para pengidap busung lapar 75 persen berasal dari keluarga miskin.

Ironi busung lapar bukan hanya penderitaan korban atau kematian massal dalam waktu tertentu, tetapi juga “kematian” sebuah generasi yang menentukan hidup matinya negeri ini. Peristiwa busung lapar ditengah pertumbuhan ekonomi kita yang diatas 5% di sebuah negara agraris, sungguh menyedihkan. Apalagi di Banten yang dikenal mengalami surplus pangan. Bisa jadi peristiwa busung lapar yang tidak jauh dari Ibukota Indonesia ini menunjukkan bahwa Pemerintah saat ini gagal memenuhi kebutuhan dasar rakyat yaitu pangan dan kesehatan. Bisa jadi negeri ini atau ada provinsi di pulau Jawa telah salah kelola. Benarkah ini efek dari bobroknya sistem kapitalis yang saat ini melanda negeri kita?

Pak Jokowi Yth,
Dalam sejarah Islam, para Khalifah memberi perhatian besar terhadap kesehatan rakyat. Rasulullah saw pun menjamin kesehatan rakyatnya. Saat itu, Rasulullah sampai membangun tempat berobat gratis. Kebijakannya ini, karena biaya pengobatan diambil dari Baitul Mal. Khalifah Umar bin al-Khaththab juga mengucurkan dana dari Baitul Mal untuk menanggulangi penyakit lepra di daerah Syam. Demikian juga Bani ibn Thulun di Mesir membangun masjid yang dilengkapi dengan tempat dan lemari untuk menyimpan obat. Semuanya memberikan pengobatan gratis untuk rakyatnya. Ajaran yang ditanamkan oleh Rasulullah ini mmbuktikan bahwa
Islam menerapkan sistem untuk mengatasi berbagai problematika manusia yaitu kesehatan.

Bisa jadi Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang Anda populerkan bersama Ahok, Wagub DKI adalah suatu program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan melalui Jamkesda Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Selama dua tahun ini, KJS telah memberikan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi penduduk Provinsi DKI Jakarta terutama bagi keluarga miskin dan kurang mampu. Program ini menggunakan sistem rujukan berjenjang.

Artinya, semua penduduk DKI Jakarta yang mempunyai KTP / Kartu Keluarga DKI Jakarta yang belum memiliki jaminan kesehatan, di luar program Askes, atau asuransi kesehatan lainnya. Dapat memanfaatkan program KJS.

Dalam pelaksanaannya, KJS dapat dipakai untuk Rawat Jalan diseluruh Puskesmas Kecamatan / Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta. Kemudian, Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) di Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat II, (RSUD, RS vertikal dan RS Swasta yang bekerjasama dengan UP. Jamkesda) wajib dengan rujukan dari Puskesmas. Selain Rawat Inap (RI) di Puskesmas dan Rumah Sakit yang bekerjasama dengan UP. Jamkesda.

Boleh jadi, Anda termasuk mantan Walikota Solo dan Gubernur DKI yang jeli. Artinya Anda tergolong sedikit kepala daerah yang memiliki sense of urgency dalam mengatasi kebutuhan rakyat Indonesia yang mayoritas masih miskin. Kebutuhan rakyat kebanyakan setelah sandang, pangan dan papan adalah kesehatan dan pendidikan.

Bagi rakyat kecil, setelah kesehatan adalah pendidikan. Aspek ini dianggap penting, karena dapat meningkatkan kecerdasan masyarakat kelas manapun. Selain itu, pendidikan dapat menjadi salah satu faktor yang mengubah taraf hidup rakyat. Tetapi kebijakan sektor pendidikan tetap masih memberatkan masyarakat, terutama rakyat kecil. Dalam praktik, rakyat masih harus mengeluarkan biaya dalam jumlah besar meski pemerintah menerapkan program pendidikan gratis. Artinya, meski SPP tidak lagi dipungut, tetapi masih banyak pengeluaran masyarakat untuk membiayai pendidikan anaknya. Biaya itu meliputi seragam sekolah, transportasi, buku, sepatu, hingga kegiatan les.

Pak Jokowi Yth,
Tak ada salahnya, dalam surat terbuka ini, saya mengutip pidato Presiden ke-16 Amerika Serikat, Abraham Lincoln. Presiden AS ini mengatakan bahwa demokrasi adalah government of the people, by the people and for the people. Makna dari ungkapan Lincoln ini jelas dan tegas bahwa negara yang menganut prinsip demokrasi diharuskan untuk menyelenggarakan pemerintahan yang berorientasi pada pemenuhan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sayang, pola demokrasi yang kita anut selama ini justru tidak atau belim mampu berkontribusi positif dalam mewujudkan harapan rakyat. Perbandingan lurus antara demokrasi dengan kesejahteraan seolah hanya mampu bergema dalam tatanan teori. Praktiknya antara demokrasi dan kesejahteraan rakyat di Indonesia, justru masih saling menjauh dan seolah menimbulkan pertentangan. Terbukti jumlah rakyat miskin sampai akhir 2013 menurut BPS masih sekitar 28,55 juta, sedangkan menurut PBB, potensi rakyat Indonesia yang bakal menjadi miskin sekitar 70 juta.

Padahal, Indonesia dikenal memiliki limpahan kekayaan alam yang cukup luar biasa. Bahkan founding father mengandalkan sumber daya alam di Indonesia dapat mengantarkan seluruh rakyat menuju gerbang kesejahteraan. Tapi kenapa, jumlah orang miskin masih besar.

Dengan angka kemiskinan yang masih sebesar itu, upaya menangkal laju peningkatan kemiskinan yang akan Anda lakukan bukan pekerjaan mudah. Bagi Anda yang beratribut presidennya rakyat, insya Allah Anda dituntut untuk memiliki kemauan dan kesungguhan mengatasi kemiskinan sekaligus kesenjangan sosial masyarakat.

Jujur harus diakui, sampai presiden SBY memimpin, persoalan kemiskinan rakyat masih sering dijadikan komoditas politik para elite. Program kemiskinan sering diperalat sebagai jembatan mengelabui rakyat dengan mengusung berbagai program pengentasan kemiskinan. Tapi sedikit bahkan nyaris bisa dikatakan tidak pernah berhasil, program-program kemiskinan dapat menjawab persoalan mengatasi kemiskinan dan kesenjangan sosial.

Pemerintahan SBY, pada tahun terakhir memerintah, mengeluarkan enam program penanggulangan kemiskinan. Program pertama adalah program Raskin (Beras Miskin) dengan alokasi dana sebesar Rp 18 triliun. Program kedua adalah Program Keluarga Harapan (PKH) dengan alokasi dana sebesar Rp 5,2 triliun. Program ketiga adalah Bantuan Siswa Miskin dengan alokasi dana sebesar Rp 9,2 triliun. Program keempat adalah PNPM Mandiri dengan alokasi dana Rp 14 triliun. Program kelima adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan alokasi dana Rp 2,2 triliun. Dan program keenam adalah program pro rakyat atau klaster 4 dengan alokasi dana Rp 6,8 triliun. program rumah sangat murah, program air bersih, program listrik murah dan hemat, program peningkatan kehidupan nelayan, serta program peningkatan kehidupan masyarakat miskin perkotaan.

Saya menilai program-program kemiskinan itu cenderung dipakai isu untuk merayu rakyat. Atau program yang menarik itu pasti untuk mendulang simpati publik. Hasilnya, sampai Maret 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih 28,28 juta orang atau 11,25 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Artinya dibanding jumlah penduduk miskin September 2013 yang oleh BPS (Badan Pusat Statistik) tercatat 28,60 juta (11,46%), berarti dalam tujuh bulan hanya turun sekitar 32 ribu, tidak berbanding lurus dengan biaya yang disiapkan pemerintah sebesar Rp 55,4 triliun. Artinya mengentas satu orang miskin membutuhkan biaya sebesar Rp 173 juta. Luar biasa mahalnya program mengentas kemiskinan di Indonesia. (bersambung,tatangistiawan@gmail.com)



Ciri Presidennya Rakyat Harus Wujudkan Rakyat yang Adil dan Makmur
Pak Jokowi Yth,

Menjelang lebaran lalu, ribuan warga berdesakan berebut uang lebaran di kediaman Jusuf Kalla (JK) Jalan Haji Bau Makassar. Dua orang warga meninggal dan belasan luka-luka.
Musibah yang menewaskan orang miskin yang ingin mendapat uang Rp 50 ribu ini diduga disebabkan kecerobohan dari pemilik rumah. Jusuf Kalla, sebagai pembagi sodakoh untuk orang melarat ini sepertinya tidak mengantisipasi situasi bakal ada ledakan orang miskin di Makasar, karena jumlah orang miskin di Indonesia cukup besar yaitu 28 juta lebih hasil pendataan oleh BPS dan ada 70 juta lebih rakyat Indonesia berpotensi miskin dari PBB.

Meskipun penyumbang uang lebaran seperti yang dilakukan Jusuf Kalla, ada di hampir tiap kota di Indonesia, masalah kemiskinan sampai kini masih terus-menerus menjadi problema rumit dan berkepanjangan. Perhatian pemerintah SBY dalam 10 tahun terakhir ini terhadap pengentasan kemiskinan terus dijalankan dengan menyedot dana APBN dan APBD. Tetapi jumlah orang miskin riil masih mengusik kenyamanan orang kota. Bahkan menurut BPS orang miskin di kota meningkat dibanding di desa.

Dalam laporan akhir tahun 2013, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan orang miskin di Indonesia pada akhir tahun 2013 semakin bertambah. Memasuki tahun 2014 tercatat ada 28,55 juta orang miskin atau 11,47% dari jumlah penduduk. Jumlah penduduk miskin ini naik dibanding Maret 2013 yang masih sebesar 11,37% atau sekitar 28,07 juta orang.

Peningkatan orang miskin itu menurut terjadi di perkotaan dan bukan pedesaan. Pada Maret 2013 orang miskin di perkotaan hanya sebesar 10,33 juta jiwa (8,39%) dari jumlah penduduk, tapi menjelang tahun 2014 sudah mencapai 10,63 juta jiwa (8,52%). Sedangkan untuk wilayah perdesaan terdaftar sebanyak 17,92 juta jiwa atau (14,42%) dari total penduduk.

Suryamin menyebutkan penyebab kemiskinan di kota meningkat, karena harga komoditas di perkotaan lebih besar dibanding perdesaan. Terutama setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan BBM ini menyentuh tarif angkutan dalam kota, menyusul harga bahan makanan. Problema kemiskinan ini menghadang Anda, bila kelak dilantik sebagai Presiden periode 2014-2019.

Sebagai presiden pilihan rakyat Anda dituntut lebih mampu mensejahterakan keluarga miskin dibanding Presiden SBY. Mengapa? Ada beberapa pertimbangan. Pertama, Anda diusung oleh partai yang dikenal pembela wong cilik yaitu PDIP. Kedua, Anda berasal dari desa di Solo. Ketiga, Anda suka blusukan di pasar-pasar dan kampung-kampung. Keempat, selama kampanye Pilpres 2014 Anda telah dipersepsikan sebagai Presidennya rakyat. Predikat Anda ini jauh lebih berat dalam menjalankan amanat sebagai pemimpin negara. Mengentas kemiskinan adalah mensejahterakan rakyat menuju rakyat Indonesia yang adil dan makmur. Jadi prestasi seorang presidennya rakyat adalah bukan sekedar menurunkan angka kemiskinan di kota maupun di desa.

Pak Jokowi Yth,

Sebagai presiden yang dikenal berhaluan nasionalis Anda mesti mengerti bahwa sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Masyarakat adil dan makmur telah termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Ini yang harus Anda perjuangkan sungguh-sungguh. Mengingat esensi pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan bukan sekedar pengentasan kemiskinan semata.

Dari meja redaksi, saya perlu menyampaikan kepada Anda tentang apa tujuan dan cita-cita sebenarnya kemerdekaan Republik Indonesia. Sebagai warga Negara Indonesia yang mecintai negeri ini, saya mewakili rakyat Indonesia yang menggunakan hak pilihnya (entah memilih Anda atau Prabowo) selalu mendasarkan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pada bagian Pembukaan alinea IV disebutkan bahwa tujuan kemerdekaan dan dibentuknya Negara Republik Indonesia ada empat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Menggunakan akal sehat, tujuan dan cita-cita kemerdekaan yang dirumuskan para pendiri negara (founding father) sungguh luar biasa. Paling tidak untuk ukuran saat itu, dimana pendidikan tinggi belum secanggih saat ini. Juga situasi ketika itu penuh dengan tekanan. Jadi pada saat situasi darurat, pendiri Negara kita telah mampu menyusun tujuan negara dalam kalimat yang begitu sederhana, jelas, mudah dimengerti dan tegas serta telah mencakup semua hal, baik politik, ekonomi, sosial, maupun pertahanan dan keamanan.

Saya berharap Anda dan tim transisi menyerap poin pertama kemerdekaan kita, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Didalamnya terkandung arti keinginan untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali. Perlindungan di sini juga harus dimaknai dalam arti luas, bukan saja perlindungan secara fisik dan menciptakan keamanan, tetapi juga perlindungan hukum, dan kedaulatan negara. Artinya mati kita renungkan apakah tujuan ini sampai sekarang sudah tercapai? Dalam pandangan saya, mewujudkannya, Anda jangan berbicara soal statistik, karena kalau masih ada satu orang warga negara Indonesia yang tidak terlindungi berarti tujuan tersebut belum tercapai. sebagai presiden yang telah ditetapkan oleh KPU, Anda tidak hanya mendengar tapi melihat saat blusukan di pasar dan pedesaan.

Pak Jokowi Yth,

Sebagai Presiden yang hidup di era kemerdekaan, Anda mewakili generasi mensyukuri kemerdekaan. Logikanya, sebagai Presidennya rakyat (bila Anda sadar) maka tugas utama Anda adalah memajukan kesejahteraan umum. Mengingat kesejahteraan umum merupakan tujuan dan cita-cita kemerdekaan untuk aspek sosial ekonomi. Artinya, Anda harus mengupayakan kesejahteraan kepada seluruh rakyat Indonesia. Kesejahteraan dalam arti Anda dituntut mencukupi sandang, pangan dan papan 28,55 juta rakyat miskin dan 70 juta rakyat berpotensi miskin.

Dengan pendekatan mensejahterakan sandang, pangan dan papan, Anda juga dituntut untuk memenuhi keterjaminan fasilitas kesehatan dan pendidikan bagi rakyat Indonesia.

Dengan cara apa? Apakah Anda harus menggunakan hutang negara dari asing untuk mewujudkan rakyat yang adil dan makmur? Menurut saya, bila Anda sampai melakukan ini, akan dituding sebagai Presiden yang mau gampangnya. Atau kata laiin, Presiden yang malas bekerja keras. Atau istilah lain Presiden yang tidak menggunakan inovasi untuk menggali sumber daya alam. Bahkan bila Anda tidak bisa mensejahterakan rakyat secara utuh (adil dan makmur), Anda bisa dituding takut dengan mafia ekonomi atau mafia yang menguras sumber daya alam untuk kesejahtera segelintir rakyat.

Saya menuntut Anda yang telah diberi brand "Presidennya rakyat" harus mengupayakan seluruh sumber daya dan kekayaan yang dimiliki negara untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Indonesia.

Pemikiran saya, bila Anda mau menggunakan seluruh sumber daya alam yang merupakan hak milik seluruh rakyat Indonesia, insya Allah, dalam kepemimpinan Anda periode 2014-2019, kita, baik bangsa Indonesia maupun tamu dari manca-negara tidak akan lagi menemui gelandangan dan pengemis berkeliaran di jalan-jalan di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogya, Semarang dan lain-lainnya. Demikian juga tidak ada bisa kita jumpai lagi orang-orang yang hidup di antara tumpukan sampah. Juga tidak akan kita temui orang-orang bernaung di bawah jembatan. Bisa jadi Anda bisa mengurangi kriminalitas jalanan seperti penodong, perampas, perampok dan pencuri.

Anda yang menyandang Presiden rakyat harus bisa mengubah kondisi saat yaitu mengatasi penggangguran dan kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya di kota-kota. Mengingat masalah kesenjangan sosial lebih rawan dibanding mempersoalkan kemiskinan semata.

Oleh karena itu, Anda ketika memimpin Indonesia periode 2014-2019, dituntut untuk tidak fokus hanya masalah pengentasan kemiskinan saja. Sekiranya Anda sadar sebagai Presidennya rakyat, dan menghayati alinea ke-4 pembukaan UUD 1945, maka Anda harus mencari solusi bagaimana caranya agar masyarakat miskin dapat berusaha untuk mengeluarkan dirinya dari garis kemiskinannya. Untuk itu, saya punya saran kepada Anda perlu melakukan beberapa kebijakan, seperti melakukan perbaikan kualitas terhadap rakyat dengan cara mengalokasikan anggaran Negara untuk pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai. Maka itu, secara akal sehat, Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat, yang Anda programkan semoga bisa diwujudkan untuk seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Dalam dimensi ini, saya setuju dengan dua program Anda bahwa dengan memberi pendidikan yang memadai dan kesehatan yang baik, rakyat Indonesia, termasuk rakyat miskin akan mampu bersaing dalam mendapatkan pekerjaan yang layak. Mereka dapat terangkat dari masalah kemiskinan.

Pak Jokowi Yth,

Menggunakan pendekatan kesenjangan sosial, maka masalah kemiskinan di Indonesia tidak cukup hanya mengandalkan penurunan dari angka kemiskinan. Mengingat dengan hanya memodali orang miskin, saya berpikir bukan berarti permasalahan di Indonesia akan selesai begitu saja. Oleh karena, di luar masalah kemiskinan masih terdapat masalah lain yaitu timbulnya kesenjangan sosial.

Saya yang sebagai wartawan saja terkesima membawa informasi dari salah satu badan institusi perkreditan di dunia. Diinformasikan bahwa kekayaan orang Indonesia pada pertengahan tahun 2011 saja telah mencapai 16.000 triliun rupiah. Diperkirakan pada tahun 2014 sudah mencapai 22.000 triliun. Ini menggambarkan bahwa di Indonesia masih banyak orang kaya super kaya, tetapi tidak peduli dengan rakyat miskin. Maka itu, tidak salah jika isu yang berkembang di kalangan aktivis, elite dan kalangan kampus muncul pendapat makin tahun, jumlah orang yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin.

Jadi, menggunakan masyarakat adil dan makmur, maka kemiskinan bukan hanya menjadi masalah mengentas kemiskinan, tetapi juga mengatasi kesenjangan sosial. Gambaran ini dapat mendorong Anda untuk mewujudkan bahwa kemiskinan sudah tidak layak diperdebatkan, tetapi harus Anda selesaikan. Dengan menyelesaikan kemiskinan dan kesenjangan sosial, akan muncul kebenaran. Dengan kebenaran maka keadilan dapat ditegakkan. Kemudian apabila keadilan ditegakkan, kesejateraan rakyat, bukan lagi menjadi sebuah impian akan tetapi akan menjadi sebuah kenyataan.

Pak Jokowi Yth,

Saya pernah membaca bahwa Martin Luther King [1960] pernah mengingatkan bangsa-bangsa di seluruh dunia, “you are as strong as the weakest of the people". Artinya kita tidak akan menjadi bangsa yang besar kalau mayoritas masyarakatnya masih miskin dan lemah. Maka untuk menjadi bangsa yang besar, mayoritas masyarakatnya tidak boleh hidup dalam kemiskinan dan lemah, apalagi membiarkan kesenjangan sosial kaya dan miskin.

Maka, cara membaca kemiskinan di Indonesia adalah tidak semata-mata persoalan ekonomi, melainkan juga kemiskinan kultural dan struktural. Pertanyaannya, sudAh seberapa parah sesungguhnya kemiskinan di Indonesia? Berdasarkan data yang saya peroleh dari BPS dan PBB, saya menjawab kemiskinan di Indonesia sudah sangat parah. Sedikitnya sekarang tercatat 98 juta orang miskin. Jadi kemiskinan di Indonesia sudah sangat multidimensional. Indikasi ada 70 juta rakyat Indonesia berpotensi miskin, saya dasarkan menggunakan standar Bank Dunia (World Bank) yaitu 2 Dolar Amerika Serikat. Maka jumlah orang miskin di Indonesia 28,55 juta menurut BPS dan 70 juta rakyat miskin menurut Bank Dunia.

Maka itu, dengan realita ini, suka atau tidak, kondisi kemiskinan di Indonesia sudah sangat parah. Logikanya, permasalahan kemiskinan dan pengangguran serta kesenjangan sosial tidak cukup hanya diselesaikan dengan pola kebijakan struktural dan ekonomi makro semata. Apalagi masih dan hanya dihitung berdasarkan angka-angka atau statistik. Aspek-aspek non-ekonomis atau non-statistik, saatnya Anda terapkan. Mengapa? Karena Anda bukan presiden pencitraan. Anda adalah Presidennya rakyat. (Bersambung,tatangistiawan@gmail.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar