Berita Terkait
Merdeka.com - Sambil duduk Cecep mulai mendaraskan doa dalam bahasa Arab. "Pakai Yasin atau tidak?" tanyanya.
Yasin adalah surat ke-36 dari 114 surat dalam Alquran, kitab suci umat Islam. Surat ini biasa dibaca dalam prosesi tahlil mengenang kematian seseorang. Tapi ada juga pembacaan tahlil tidak menyertakan surat Yasin.
Cecep kemudian melanjutkan memimpin pembacaan tahlil. Beberapa ayat serta doa salah satunya ditujukan kepada jenazah keluar dari mulutnya. Di sela itu, teman seprofesinya, Hilmi (69 tahun), menghampiri dan turut bergabung. Jadilah dua pembaca doa membantu merdeka.com membaca tahlil bagi Benyamin. Ucapan keduanya terdengar fasih.
Selang sepuluh menit, pembacaan tahlil berlalu. Cecep mengusap nisan Benyamin dengan tangannya, kemudian mengusapkan tangan itu ke wajahnya. Itu menjadi pertanda tahlil sudah selesai dibacakan. Cecep lalu berdiri dan meninggalkan makam menuju jalan konblok di area pemakaman.
"Biasanya Bu Haji ke sini," katanya. Cecep menganggap Bu Haji adalah anggota keluarga Benyamin. "Kalau Bu Haji ke sini, biasanya saya diminta memimpin doa," ujarnya.
ketika ditanya berapa bayaran untuk memimpin pembacaan doa, Cecep cuma bilang, "Seikhlasnya saja. Kami hanya membantu." Namun dia menampik kabar menyebut pembacaan doa di Karet Bivak itu bertarif. "Kalau ada yang bilang ada tarifnya, nggak bener itu," tuturnya.
Cecep dan Hilmi merupakan sebagian dari para pembaca doa untuk jenazah. Mereka mengaku sudah cukup lama menekuni profesi ini. "Kita setiap hari di sini. Biasanya di bawah pohon sana kalau tidak ada yang minta bantuan baca doa," kata Cecep.
Usai perbincangan itu, Cecep bersama Hilmi buru-buru meminta pamit.
Yasin adalah surat ke-36 dari 114 surat dalam Alquran, kitab suci umat Islam. Surat ini biasa dibaca dalam prosesi tahlil mengenang kematian seseorang. Tapi ada juga pembacaan tahlil tidak menyertakan surat Yasin.
Cecep kemudian melanjutkan memimpin pembacaan tahlil. Beberapa ayat serta doa salah satunya ditujukan kepada jenazah keluar dari mulutnya. Di sela itu, teman seprofesinya, Hilmi (69 tahun), menghampiri dan turut bergabung. Jadilah dua pembaca doa membantu merdeka.com membaca tahlil bagi Benyamin. Ucapan keduanya terdengar fasih.
Selang sepuluh menit, pembacaan tahlil berlalu. Cecep mengusap nisan Benyamin dengan tangannya, kemudian mengusapkan tangan itu ke wajahnya. Itu menjadi pertanda tahlil sudah selesai dibacakan. Cecep lalu berdiri dan meninggalkan makam menuju jalan konblok di area pemakaman.
"Biasanya Bu Haji ke sini," katanya. Cecep menganggap Bu Haji adalah anggota keluarga Benyamin. "Kalau Bu Haji ke sini, biasanya saya diminta memimpin doa," ujarnya.
ketika ditanya berapa bayaran untuk memimpin pembacaan doa, Cecep cuma bilang, "Seikhlasnya saja. Kami hanya membantu." Namun dia menampik kabar menyebut pembacaan doa di Karet Bivak itu bertarif. "Kalau ada yang bilang ada tarifnya, nggak bener itu," tuturnya.
Cecep dan Hilmi merupakan sebagian dari para pembaca doa untuk jenazah. Mereka mengaku sudah cukup lama menekuni profesi ini. "Kita setiap hari di sini. Biasanya di bawah pohon sana kalau tidak ada yang minta bantuan baca doa," kata Cecep.
Usai perbincangan itu, Cecep bersama Hilmi buru-buru meminta pamit.
Baca juga:
Berbondong jelang puasa dan lebaran
Tukang mengaji di Karet Bivak
Menag sebut titip doa bayar adalah pembusukan Islam
Wamenag: Titip doa bayar Rp 102.014 adalah pembodohan
Titip doa dengan uang sudah jadi tradisi di kampung-kampung
Berbondong jelang puasa dan lebaran
Tukang mengaji di Karet Bivak
Menag sebut titip doa bayar adalah pembusukan Islam
Wamenag: Titip doa bayar Rp 102.014 adalah pembodohan
Titip doa dengan uang sudah jadi tradisi di kampung-kampung
Tukang mengaji di Karet Bivak
TPU Karet Bivak. ©2013 Merdeka.com/M. Luthfi Rahman
Berita Terkait
Merdeka.com - Siang itu terasa tenang. Tidak banyak orang berziarah ke pemakaman umum terkenal di Jakarta. Padahal lebaran tinggal hitungan jari, tapi suasana di Taman Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak di Jalan Kiai Haji Mas Mansyur, Kelurahan Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, masih saja lengang.
Meski ini adalah pemakaman umum, terdapat kubur beberapa tokoh nasional. Sebut saja seniman Betawi Benyamin Sueb, terletak di BLAG 50 Unit Islam. Tertutup rumput, pusara ini begitu bersih dan jauh dari kesan angker.
Tapi makam Benyamin sedikit berbeda dibanding kubur-kubur lain di kompleks itu. Tidak ada gundukan tanah. Hanya nisan batu hitam bertulisan warna emas sebagai penanda.
Petugas kebersihan dan penataan, Dian (35 tahun), menghampiri merdeka.com saat berziarah ke makam itu. Dia mengatakan penggemar lebih sering menziarahi kubur Benyamin. "Keluarganya jarang ke sini," kata Dian saat berbincang dengan merdeka.comRabu pekan lalu.
Merdeka.com kemudian mengutarakan maksud kedatangan ke pusara Benyamin. "Perlu tukang mengaji ya?" tanya Dian. Dia lantas meminta merdeka.com menunggu. "Sebentar ya, saya panggilkan."
Selang tak berapa lama, pemuda bercelana pendek dan berkaus kuning itu datang lagi. Dia diikuti oleh seorang laki-laki mulai uzur berbaju koko putih dan bersarung hitam kotak-kotak. Dia menggenggam payung masih terlipat.
Lelaki kerap dipanggil Cecep, 67 tahun, itu lalu menghampiri. Dia menyodorkan tangan mengajak bersalaman. "Assalamualaikum," ucapnya. Dia lantas bertanya makam mana akan didoakan.
Setelah mendapat jawaban, Cecep mengajak merdeka.com menuju makam Benyamin. Sesampai di sana, dia membuka payung dan duduk di sebelah kiri batu nisan. "Duduk sini saja, panas," tuturnya meminta merdeka.com duduk di sebelah. Payung terbuka itu dia sandarkan di bahu kanannya.
Prosesi tahlilan untuk mendoakan ruh Benyamin pun dimulai.
Meski ini adalah pemakaman umum, terdapat kubur beberapa tokoh nasional. Sebut saja seniman Betawi Benyamin Sueb, terletak di BLAG 50 Unit Islam. Tertutup rumput, pusara ini begitu bersih dan jauh dari kesan angker.
Tapi makam Benyamin sedikit berbeda dibanding kubur-kubur lain di kompleks itu. Tidak ada gundukan tanah. Hanya nisan batu hitam bertulisan warna emas sebagai penanda.
Petugas kebersihan dan penataan, Dian (35 tahun), menghampiri merdeka.com saat berziarah ke makam itu. Dia mengatakan penggemar lebih sering menziarahi kubur Benyamin. "Keluarganya jarang ke sini," kata Dian saat berbincang dengan merdeka.comRabu pekan lalu.
Merdeka.com kemudian mengutarakan maksud kedatangan ke pusara Benyamin. "Perlu tukang mengaji ya?" tanya Dian. Dia lantas meminta merdeka.com menunggu. "Sebentar ya, saya panggilkan."
Selang tak berapa lama, pemuda bercelana pendek dan berkaus kuning itu datang lagi. Dia diikuti oleh seorang laki-laki mulai uzur berbaju koko putih dan bersarung hitam kotak-kotak. Dia menggenggam payung masih terlipat.
Lelaki kerap dipanggil Cecep, 67 tahun, itu lalu menghampiri. Dia menyodorkan tangan mengajak bersalaman. "Assalamualaikum," ucapnya. Dia lantas bertanya makam mana akan didoakan.
Setelah mendapat jawaban, Cecep mengajak merdeka.com menuju makam Benyamin. Sesampai di sana, dia membuka payung dan duduk di sebelah kiri batu nisan. "Duduk sini saja, panas," tuturnya meminta merdeka.com duduk di sebelah. Payung terbuka itu dia sandarkan di bahu kanannya.
Prosesi tahlilan untuk mendoakan ruh Benyamin pun dimulai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar